Rabu, 03 Juni 2020

NILAI-NILAI PEDAGOGIK DALAM BUDAYA POKADULU PADA MASYARAKAT MUNA



NILAI-NILAI PEDAGOGIK DALAM BUDAYA POKADULU PADA MASYARAKAT MUNA
 Oleh; Anwar

A.  Pendahuluan
Pendidikan dan kebudayaan adalah dua komponen penting yang dapat dijadikan sebagai modal dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Kebudayaan dapat menciptakan model pembelajaran  pendidikan yang menjadi dasar dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Model pembelajaran  Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni”.
            Bangsa Indonesia tekenal di mata dunia karena keberagaman budaya dan tradisi masyarakatnya yang selalu mengutamakan kebersamaan, kesantunan dan ketakwaan kepada Tuhan YangMaha Esa, salah satunya adalah budaya gotong royong yang sangat kental dengan kebiasaan masyarakat Indonesia sehari-hari baik di desa maupun perkotaan. Seluruh daerah di Indonesia memiliki tradisi kerjasama dan gotong royong dalam mengerjakan sesuatu demi kepentingan bersama.
            Masyarakat Mandailing di pulau Sumatera memiliki tradisi marsialapari dalam bergotong royong mengerjakan sawah (Harvina, 2013: 1 ). Gugur gunung dilakukan masyarakat Gunung Kidul Yogyakarta tanpa mengharapkan imbalan,     subak dilaksanakan masyarakat Bali dalam proses pengairan dan pengerjaan sawah (Harahap, 2011: 1). Etnis Tolaki Sulawesi Tenggara mengenal  medulu sebagai suatu kebersamaan yang bersifat kekeluargaan, juga yang dilaksanakan dalam berbagai bidang kegiatan, seperti  pertanian yaitu mengolah sawah, berladang, dan membangun rumah dan pokadulu  dilakukan masyarakat Muna Sulawesi Tenggara dalam bergotong royong menyelesaikan pekerjaan pada kehidupan sehari–hari, terutama kegiatan yang menyangkut kepentingan umum. Masyarakat Muna telah membuktikan betapa manfaat dari pokadulu  mampu membentuk karakter yang kuat dalam kehidupan mereka serta mampu menciptakan generasi yang unggul dengan kualitas sumber daya manusia yang baik.
            Keberagaman budaya tersebut menjadikan penulis tertarik untuk menerapkan gotong royong tersebut menjadi sebuah pembelajaran yang berbasis PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan). Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan dipilih untuk menerapkan pembelajaran tersebut dengan pertimbangan pembelajaran tersebut adalah salah satu mata mata pelajaran yang sangat dekat dengan pembelajaran pokadulu.  Pada usia sekolah dasar kegiatan yang dilakukan secara bersama–sama adalah hal menyenangkan bagi murid. Di sinilah peran guru sebagai pendidik dalam mengimplementasikan metode belajar yang aktif, kreatif sekaligus menyenangkan melalui metode pembelajaran yang efektif. Pokadulu dipandang perlu untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah dalam pembelajaran sekaligus memperkenalkan kepada murid akan nilai-nilai kearifan lokal daerah setempat (Rahcmand, 2016).
            Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan membahas aspek budaya terintegrasi dengan seni.  Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan diberikan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik. Pembelajaran ini terletak pada pemberian pengalaman estetika dalam bentuk kegiatan berekspresi/kreasi dan berapresiasi. Pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan bersifat multilingual, multidemensional dan multikultural. Multilingual bermakna pengembangan kemampuan mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan berbagai perpaduannya. Multidemensional bermakna pengembangan beragam kompetensi meliputi konsepsi pengetahuan, pemahaman, analisis dan evaluasi.  Apresiasi dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika dan etika. Sifat multikultural mengandung makna pembelajaran seni menumbuh kembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap beragam seni budaya nusantara dan mancanegara  (Desyandri, 2008: 1).
            Hal ini merupakan wujud pembentukan sikap demokratis dan cara yang diyakini akan mampu meningkatkan potensi sumber daya manusia secara utuh bagi perserta didik dengan kurikulum berbasis kompetensi di sekolah, dengan upaya dilakukan secara berkesinambungan, dimulai dari konsep, pengembangan pedoman, dan penerapan kurikulum.
            Inilah yang melatar belakangi pentingnya keberadaan Seni Budaya dan Keterampilan sebagai salah satu mata mata pelajaran yang wajib diajarkan di Sekolah Dasar. Tetapi pada kenyataannya masih banyak hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan tersebut. Salah satunya adalah variasi dalam kegiatan pembelajaran berlangsung. Guru belum menerapkan strategi pembelajaran yang efektif, sehingga belum mampu menarik perhatian murid dan belum dapat menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak Sekolah Dasar, yakni anak yang suka bermain, senang bergerak, melakukan sesuatu (berkarya) secara langsung dan bekerja dalam kelompok (Sumantri, 2005: 6). Guru cenderung melaksanakan kegiatan pembelajaran  konvensional. Murid lebih banyak mencatat, dan mendengarkan ceramah materi dari guru, tanpa diimbangi variasi pembelajaran yang menarik bagi murid. Adanya hambatan semacam inilah yang mengakibatkan murid kurang aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran, murid tidak dapat fokus pada materi yang diajarkan dan rasa bosan untuk belajar semakin meningkat, sehingga aktivitas dan hasil belajar murid pun kurang baik (Rahcmand, 2016).
            Oleh karena itu perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan yang dapat melibatkan murid secara aktif, menciptakan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan serta melihat secara langsung bagaimana aktivitas murid dalam berinteraksi dan menciptakan suatu karya seni sehingga hasil belajar yang diharapkan dapat meningkat. Dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan  aktivitas dan hasil belajar murid sangat ditentukan oleh kreativitas murid itu sendiri. Guru sendiri  memegang peranan yang penting untuk mewujudkan tujuan pembelajaran (Rahcmand, 2016).
            Didasari oleh kepedulian dan ketertarikan akan nilai-nilai kearifan lokal, maka peneliti yang juga sebagai guru kelas pada kelas IV Sekolah Dasar Negeri 08 Tongkuno, Kabupaten Muna menerpkan pembelajaran pokadulu pada empat komponen materi pokok dalam pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan yang ada di tingkatan Sekolah Dasar yakni seni rupa, seni musik, seni tari dan keterampilan. Pada penerapannya murid akan berinteraksi secara langsung satu sama lain dan nilai-nilai sosial pembentukan karakter akan ikut serta sejalan dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan menerapkan pembelajaran pokadulu diharapkan keseluruhan aktivitas murid akan terealisasi bersama dengan keseluruhan aktivitas murid dalam keempat  bahasan pokok materi mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (Rahcmand, 2016).

Tujuan Penelitian

Meningkatkan keefektivan mengajar guru pada murid kelas IV Sekolah Dasar Negeri 08 Tongkuno melalui pembelajaran pokadulu pada mata pelajaran  Seni Budaya dan Keterampilan

Meningkatkan aktivitas belajar murid kelas IV Sekolah Dasar Negeri 08 Tongkuno melalui pembelajaran pokadulu pada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan

Meningkatkan hasil  belajar murid kelas IV Sekolah Dasar Negeri 08 Tongkuno melalui pembelajaran pokadulu pada mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan







B.  Fokadulu sebagai Kearifan Lokal
Kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal (local). Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sibarani, 2012: 109).
Sartini (2006: 111) menyatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Gobyah (dalam Sartini, 2006: 212) menyebutkan bahwa meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Fungsi kearifan lokal yakni;  (1) berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam; (2) berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia; (3) berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan; (4) berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan; (5) bermakna sosial misalnya upacara integrasi komunal/kerabat; (6) bermakna sosial, misalnya pada upacara daur pertanian;  (7) Bermakna etika dan moral;  (8) bermakna politik, misalnya upacara nangluk mrana pada masyarakat Bali dan kekuasaan patron  client.
Dengan demikian, kearifan lokal (local wisdom) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik dan berbudi luhur yang dimilki dan dipedomani, dan dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya.

C.  Hakikat Pokadulu
Masyarakat Muna mengenal istilah gotong royong dengan nama pokadulu. Kegiatan ini digunakan sebagai sarana untuk bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kamus Muna-Indonesia pokadulu  berasal dari kata kadulu yang berarti membantu dalam pekerjaan, sedangkan pokadulu  sendiri berarti gotong royong atau kerja sama dengan cara saling membalas bantuan ataupun jasa yang telah diterima (Berg, 2000: 77). Dalam kegiatan kemasyarakatan khususnya dalam bidang pertanian, La Niampe, (2013: 127) menyatakan bahwa konsep pokadulu  ini dimaksudkan, agar dalam setiap pekerjaan yang dilakukan tidak dirasa berat.
Pokadulu dilaksanakan dalam kegiatan tolong-menolong. Misalnya kegiatan tolong-menolong antara sekelompok orang untuk mengerjakan pekerjaan seseorang, contohnya dalam kegiatan pertanian seperti yang dijelaskan oleh La Niampe (2013: 124), misalnya kegiatan perladangan berpindah seperti dewei (membabat rumput),  dekatondo (memagar),  detisa (menanam),  detunggu (menjaga kebun), sampai dengan detongka (memanen).  Dalam kegiatan sosial lainnya misalnya kegiatan membangun rumah, dan kegiatan membangun bantea (tenda) untuk pesta perkawinan, pembuatan jalan desa, tanggul desa, dan jembatan, serta secara spontan yang dianggap kewajiban sebagai anggota masyarakat, misalnya pertolongan yang diberikan pada keluarga yang mengalami kedukaan dan musibah lainnya (Rahcmand, 2016).
Pokadulu  selain dilakukan dengan sukarela, kegiatan ini juga dilakukan dalam pekerjaan yang mendapatkan upah (deala gadhi). Misalnya sekelompok warga yang bekerja membabat rumput/membersihkan pada suatu ladang. Masing-masing anggota kelompok telah mendapat bagian atau area yang akan dibersihkan, namun untuk memudahkan dan mempercepat pekerjaan mereka, maka secara pokadulu mereka akan menyelesaikan satu persatu area kerja setiap anggota kelompok tersebut. Dan semua anggota kelompok berkewajiban membalas bantuan yang telah diterima (Rahcmand, 2016).
Kegiatan pokadulu masih tetap dipertahankan oleh ethnik Muna di manapun mereka berada. Baik itu di wilayah pedesaan maupun di wilayah perkotaan. Salah satu kegiatan yang tetap dipertahankan pada masyarakat tersebut adalah membentuk paguyuban masyarakat yang di dalamnya melibatkan praktek pokadulu, yakni mengadakan benda/barang dalam jumlah besar yang sumber dananya diambil dari anggota paguyuban tersebut secara sukarela dan digunakan secara bergiliran bagi anggota paguyuban itu sendiri yang akan menyelenggarakan hajatan tanpa menarik iuran karena hal tersebut adalah milik bersama dan digunakan untuk kepentingan bersama yang tujuannya adalah untuk meringankan beban dari anggota paguyuban yang ingin menyelengarakan hajatan.
Masyarakat Muna menjadikan pokadulu  tidak hanya sebagai istilah dalam kegiatan bergotong royong, tetapi menjadikan pokadulu  sebagai istilah dengan makna yang lebih luas. Semangat pokadulu bahkan dijadikan sebagai motivasi dalam berkarya dan berinovasi. Dalam bidang politik misalnya, kata pokadulu  dijadikan jargon atau slogan untuk melakukan kampanye politik.   Pokadulu sarat dengan nilai-nilai pengembangan karakter bangsa yakni: religius, jujur, toleransi, kreatif, demokratis, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial,  dan tanggung jawab (Rahcmand, 2016).
Kegiatan pokadulu dalam proses pembelajaran di sekolah sering dilaksanakan oleh guru dan murid, terutama dalam beberapa pembelajaran yang membutuhkan aktivitas bersama-sama. Salah satu pembelajaran yang konsep pokadulu  dekat dengan proses pembelajaran yang ada di dalamnya adalah  Seni Budaya dan Keterampilan. Dengan menerapkan konsep pokadulu  diharapkan aktivitas dan hasil belajar murid akan lebih meningkat, karena dalam kegiatan pokadulu murid sekaligus dapat mengembangkan aspek kognitif yakni pengetahuan atau ingatan pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi, aspek afektif yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi dan internalisasi serta aspek psikomotorik yakni gerakan reflek, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Hal lain yang juga penting adalah dengan pembelajaran pokadulu , murid akan lebih mengenal dan mencintai budaya daerahnya sendiri. Karena saat ini nilai-nilai kearifan lokal sudah mulai bergeser dan implementasinya berganti dengan budaya asing yang belum tentu cocok dengan budaya bangsa Indonesia.

D.  Nilai-Nilai Pedagogik dalam Pokadulu
Pembelajaran pokadulu adalah suatu teknik belajar yang mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal sebagai dasar dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran. Terinspirasi dari kegiatan masyarakat ethnic Muna Sulawesi Tenggara yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, kepedulian sosial yang tinggi serta keikhlasan, dan terus menerus dilakukan hingga saat ini sekalipun arus budaya asing telah masuk ke dalam kehidupan sosial mereka (Rahcmand, 2016).    
2.9.1
Komponen Pembelajaran Pokadulu
Komponen pelaksanaan pembelajaran pokadulu adalah sebagai berikut:
2.9.1.1
Poangkatao;
Maksud dari poangkatao adalah membiasakan murid untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, saling menghormati, toleransi, saling menyayangi. Sifat ketergantungan yang positif dikembangkan dalam poangkatao.
2.9.1.2
Tubho
Tubho adalah acuan/ patrol yang dapat dilakukan setelah melewati proses belajar. Tubho dapat ditiru oleh murid dalam hal ini guru bukan satu-satunya sumber dalam belajar. Tubho dapat dirancang dengan melibatkan murid. Tubho yang dapat diamati atau ditiru murid digolongkan menjadi; (1) kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain; (2) simbolik (symbolic), tubho yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar; (3) representasi (representation), tubho yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.

2.9.2.3
Fekiri lalo
Fekiri lalo memungkinkan cara berpikir tentang apa yang telah murid pelajari dan untuk membantu murid menggambarkan makna personal murid sendiri. Di dalam fekiri lalo murid menelaah suatu kejadian, kegiatan, dan pengalaman serta berpikir tentang apa yang murid pelajari, bagaimana merasakan, dan bagaimana murid menggunakan pengetahuan baru tersebut. Fekiri lalo bisa terjadi melalui diskusi, atau merupakan kegiatan kreatif seperti menulis puisi atau membuat karya seni. Realisasi Fekiri lalo dapat diterapkan, misalnya pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar murid melakukan refleksi. Hal ini dapat berupa: (1) pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh murid hari ini; (2) catatan atau jurnal pada buku murid; (3) kesan dan saran murid mengenai pembelajaran hari ini; (4) diskusi; (5) hasil karya.
2.9.2.4
Kafolaenga
Tahapan terakhir dalam proses pembelajaran pokadulu adalah kafolaenga atau penilaian. Kafolaenga dalam pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan pokadulu. Kafolaenga dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar murid (Rahcmand, 2016). Beberapa teknik kafolaenga yang dapat dilakukan antara lain:

2.9.2.4.1
De fotinda
Maksud dari de fotinda adalah untuk melakukan pengamatan langsung mengenai tingkah laku murid dalam kegiatan pembelajaran. De Fotinda sangat penting dalam melengkapi data kafolaenga. De fotinda melalui perencanaan yang matang dapat membantu meningkatkan keterampilan mengobservasi. Dari kegiatan de fotinda semacam ini dapat diperoleh gambaran mengenai sikap dan disposisi terhadap materi pembejaran yang sedang dipelajari. Dalam kegiatan de fotinda, terdapat assesmen diri, hal ini dimulai dengan memeriksa apakah pekerjaan benar atau salah, menganalisis strategi yang dilakukan murid lain, dan melihat cara mana yang paling sesuai dengan pemikirannya.
2.9.2.4.2
Pinde
Melalui pinde atau tes dapat diperoleh informasi dan petunjuk mengenai pembelajaran yang telah dan yang harus dilakukan selanjutnya daripada sekedar menentukan skor (Rahcmand, 2016).
2.9.2
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Pokadulu                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Pembelajaran ini mengadopsi prinsip-prinsip pokadulu dalam kegiatan masyarakat yakni:
2.9.2.1
Fetapa (Konfirmasi)
Dalam sebuah kegiatan yang akan dilaksankan dalam masyarakat diawali dengan diskusi terlebih dahulu. Diskusi diawali dengan salah seorang atau lebih anggota masyarakat mengunjungi anggota masyarakat lainnya untuk menyampaikan pendapat atau keinginan mengenai tugas yang akan diselesaikan. Keinginan tersebut adalah menyelesaikan terlebih dahulu tugas salah seorang anggota masyarakat atau sesuai kesepakatan bersama, kemudian menyelesaikan tugas anggota masyarakat lainnya secara bersama-sama.
Dalam pembelajaran pokadulu diartikan sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota kelompok itu sendiri. Guru akan menetukan beberapa murid untuk ditempatkan pada kelompok kecil. Kemudian guru akan kembali membentuk sub kelompok kecil dalam sebuah kelompok belajar tersebut. Hal ini berlaku pada semua pembelajaran dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi pembelajaran berlangsung. Keanggotaan kelompok terdiri dari murid yang berbeda (heterogen) baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin dan etnis, latar belakang sosial dan ekonomi.
2.9.2.2
Mafaka (kesepakatan)
Pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah adanya kesepakatan dari seluruh anggota masyarakat yang akan melakukan sebuah kegiatan.  Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut disepakati bahwa tugas atau pekerjaan seluruh anggota masyarakat harus terlaksana, dilaksanakan sepenuhnya dengan adil dan tepat waktu. Agar kegiatan tersebut menjadi lebih terarah, maka disepakati pula salah seorang anggota masyarakat tersebut yang dituakan atau dianggap memiliki kemampuan lebih dari anggota lainnya untuk memimpin dan mengontrol seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut.
Dalam pengorganisasian pembelajaran pokadulu seorang murid dipilih menjadi leader dan sisanya menjadi anggota. Murid yang menjadi leader memastikan anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan oleh guru, tetapi juga untuk membantu teman dalam satu kelompoknya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Leader dipilih dari murid dengan kemampuan tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu yang lainnya dengan kemampuan akademis kurang.
Pembelajaran pokadulu bertujuan untuk membantu murid dalam belajar, menghindari sikap persaingan dan rasa individualitas murid, khususnya bagi murid yang memiliki hasil belajar rendah dan tinggi. Pembelajaran pokadulu secara nyata dapat meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar murid dari teman sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Dengan demikian pembelajaran pokadulu dapat meningkatkan sikap sosial positif, keterampilan dan kemampuan kognitif yang sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional.
2.9.2.2.3
Pokaowa
Setelah mencapi mafaka atau mufakat, maka dilaksanakanlah kegiatan yang telah disepakati tersebut. Pokaowa sendiri adalah selalu bersama-sama. Tugas/ kegiatan seluruh anggota kelompok harus diselesaikan secara bersama-sama secara adil, dan ketua kelompok memastikan  tugas dari seluruh anggota kelompok terselesaikan secara merata (Rahcmand, 2016). Setelah seluruh tugas/ kegiatan terselesaikan sebelum meninggalkan lokasi kegiatan maka masing-masing anggota masyarakat tersebut akan meninjau kembali, memastikan bahwa seluruh tugas/ kegiatan tak ada yang terlewati atau dilupakan. Biasanya dilakukan secara menyilang. Dalam hal ini masing-masing anggota kelompok memeriksa tugas/ kegiatan anggota kelompok lainnya kemudian hasilnya akan disampaikan dihadapan seluruh anggota kelompok untuk ditanggapi oleh seluruh anggota kelompok tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran pokadulu melaksanakan prinsip pokadulu itu sendiri, yaitu setiap anggota kelompok berkewajiban membalas bantuan atau  jasa dan kerjasama yang telah diterima. Selanjutnya dalam kegiatan pembelajaran, leader akan membagi tugas kepada masing anggota kelompok untuk menyelesaikan soal/ tugas yang diterima. Kemudian soal/ tugas tersebut diperiksa dan diberikan masukan kembali oleh anggota kelompok lainnya yang mendapat bagian yang sama sebelum tugas tersebut dipersentasekan atau dikumpul pada guru (Rahcmand, 2016).
Konsep dari pembelajaran pokadulu  adalah tutor sebaya, dimana murid bekerja dalam kelompok kecil dan mendapat penghargaan atas hasil kerja/karya mereka di dalam kelompok. Metode tutor sebaya adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara memberdayakan murid yang memiliki daya serap yang tinggi dari kelompok murid itu sendiri untuk menjadi tutor bagi teman-temannya, dimana murid yang menjadi tutor bertugas untuk memberikan materi belajar dan latihan kepada teman-temannya yang belum paham terhadap materi/ latihan yang diberikan guru dengan dilandasi aturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok tersebut, sehingga akan terbangun suasana belajar kelompok yang bersifat kooperatif bukan kompetitif (Arjanggi, 2010: 94). Dalam hal ini diharapkan seluruh murid akan aktif dan gembira selama proses pembelajaran berlangsung.
Dengan mencermati pola hidup masyarakat setempat dalam berinteraksi sosial maka prinsip dasar dalam pembelajaran pokadulu  dirumuskan sebagai berikut: (1) dalam kegiatan pokadulu  murid haruslah beranggapan bahwa mereka adalah sebuah tim layaknya dalam kegiatan permainan; (2) murid memiliki tanggung jawab bersama atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri; (3) murid berkewajiban untuk membalas bantuan yang telah diterima sebagai konsekuensi dalam pokadulu; (4) murid haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (5) murid yang mendapat tugas sebagai leader haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya dan memastikan seluruh kebutuhan anggota kelompok telah terpenuhi; (6) murid akan dikenakan evaluasi dan akan diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (7) murid akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok pokadulu; (9) selama proses pembelajaran berlangsung haruslah “Poguru noremeane lalo” (belajar dengan hati yang tentram). Istilah tersebut relevan dengan PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan) (Rahcmand, 2016).         
2.9.3
TujuanPembelajaranPokadulu                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
Pembelajaran pokadulu  memiliki tiga tujuan, yaitu:

2.9.3.1
Hasil belajar akademik,
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kelompoknya.
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk saling berinteraksi melalui diskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan pada murid untuk membentuk sinergi yang menguntungkan bagi semua anggota. Hasil pemikiran beberapa anggota akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu anggota saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu Sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
Hal lainnya yang juga dibutuhkan adalah kejujuran dari masing-masing anggota kelompok dalam bekerjasama, aktif dalam bekerja agar tugas yang diberikan dapat diselesaikan dengan tepat waktu, setiap anggota kelompok harus dapat berinteraksi satu sama lain dalam mengkomunikasikan hasil kegiatan. Sebelum menugaskan murid dalam kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap murid mempunyai keahlian mendengarkan, berbicara dan mengkomunikasikan informasi yang telah diterimanya. Keberhasilan suatu kelompok juga terletak pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya murid perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus misalnya “Pendapat anda agak berbeda dan unik”. Tolong jelaskan lagi alas an anda tersebut," akan lebih bijaksana daripada mengatakan, “Pendapat anda aneh dan tidak masuk akal." Contoh lain tanggapan "Luar biasa...menarik sekali anda bisa menyampaikan jawaban itu. Tapi jawabanku sedikit berbeda dari jawaban anda...” akan lebih menghargai orang lain daripada memberi komentar seperti, "Jawaban anda itu kurang tepat, harusnya begini." Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Guru tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para murid. Untuk meningkatkan kegiatan belajar murid dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian murid dalam belajar akademik (Rahcmand, 2016).
Penilaian dalam pembelajaran pokadulu adalah pengembangan ranah kognitif afektif dan psikomotor
2.9.3.1.1
Ranah Kognitif
             Untuk mengukur keberhasilan suatu proses pembelajaran maka dibutuhkan sebuah evaluasi yang akan menentukan apakah proses pembelajaran yang telah berlangsung telah meningkatkan hasil belajar seperti yang diinginkan ataukah belum tercapai. Tujuan penilaian  kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut murid untuk menggabungkan dan menghubungkan beberapa ide, gagasan, metode ataupun prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam pembelajaran pokadulu, penilaian kognitif terdiri dari dua kategori yakni penilan tertulis dan penilaian unjuk kerja. Dalam hal ini hasil karya murid haruslah memenuhi standar penilaian yang telah ditentukan sebelum proses pembelajaran dimulai.
Sebelum pembelajaran berlangsung guru harus menentukan terlebih dahulu tugas ataupun evaluasi yang akan dilaksanakan, guru dan murid haruslah membuat kesepakatan bersama agar dalam pelaksanaan evaluasi baik itu tertulis maupun praktek dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan.
2.9.3.1.2
Ranah Afektif
Dalam pembelajaran pokadulu terangkum menjadi: (1) tanya jawab), (2) kejujuran, (3) kerjasama
2.9.3.1.3
Ranah Psikomotor
Cara menilai hasil belajar psikomotor dijelaskan oleh Leighbody (1968), bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan-urutan pekerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau symbol (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dana atau ukuran yang telah ditentukan. Pembelajaran pokadulu dalam penilaian aspek psikomotor akan menekankan pada aspek-aspek yang mencakup: (1) ketelitian, (2) keterampilan dalam berkarya, (3) keefektivan  dan (4) kreativitas. (Nurman, 2009: 4)
2.9.3.2
Menerima dan menghargai perbedaan individu
Murid diberikan kesempatan untuk bekerja sama tanpa membedakan kemampuan dan keahlian sehingga tercipta ketergantungan yang positif satu sama lain dan belajar untuk menghargai pendapat orang lain.
2.9.3.3
Pengembangan keterampilan sosial,
Untuk mengajarkan kepada murid keterampilan bekerja sama dan kolaborasi berguna dalam menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman dalam kegiatan belajar.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, 2005, Ideologi Pendidikan Islam; Paradigma Humanisme Teosentris, Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
Al-Qur’an. 2013. Tajwid Kode Transliterasi Perkata Terjemahan Per-Kata. Bekasi;  Cipta Bagus Segara.
Allen, G.R. 1995. Rainborryfishes Of Australia And Papua New Guinea T.F.H, Publication. INC USA.
Anita Lie,. 2002,  Cooperative Learning. Jakarta; PT. Gramedia Widiasarana.
Anton, M, Mulyono. 2001. Aktivitas Belajar. Bandung; Yrama.
Aqib, Zainal dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas Untuk Guru SD,SLB, TK. Bandung; Yrama Widya.

Arjanggi, Ruseno dan Suprihatin Titin. 2010. Metode Pembelajaran Tutor Teman Sebaya Meningkatkan Hasil Belajar Berdasar Regulasi Diri.Semarang. Makara, Sosial Humaniora.

Aryawan, Eka I Pt, Syahruddin, dan Agustian, IG A Tri. 2013. Pengaruh Model Pembelajaran TPS Berbasis Kearifan Lokal Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa SD. Jurnal Universitas Negeri Malang. trimanjuniarso.wordpress.com (Diunduh tanggal 22 Januari 2016).
Aunurrahman, 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung;  Alfabeta .
Berg, Den Van Rene dan Sidu La Ode.  2000 Kamus Muna-Indonesia. Makssar; Intisari.
Dalyono. M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta; Rineka Cipta.
Depdiknas. 2003. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang System Pendidikan Nasional. www.depdiknas.go.id (Diunduh tanggal 31 November 2015).
Desyandri. 2008. Seni, Budaya dan Keterampilan untuk SD/ MI. Online http://desyandri’s.wordpress.com/seni-budaya-dan-keterampilan-sdmi/ (Diunduh tanggal 12 Desember 2015).
Fathurrohman, Pupuh. M. Sobri Sutikno. 2009. Strategi Belajar Mengajar.Bandung; PT Refika Aditama.
Fatirul, Ahmad Noor. 2012. Cooperative Learning. Jurnal Universitas Negeri Malang. trimanjuniarso.wordpress.com (diunduh tanggal 30 April 2016).
Gobyah, I Ketut. 2003. Berpijak Pada Kearifan local. http://www.balipos.co.id (diunduh 25 Februari 2016).
Gunawan, Heri.2012. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. Bandung. Alfabeta
Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta; PT. Bumi Akasara.
Harahap, Batara Fandi, 2011. Modal sosial Gotong Royong. www. Kompasiana/ batarahrp/ modal-soaial-gotong-royong-5500bb73a333 113072511cb9  (Diunduh Tanggal 28 Januari 2016)
Iqbal, Abu Muhammad. 2013. Konsep Pemikiran Al-Gazali Tentang Pendidikan. Madiun. Jaya Star Nine.
Johnson, DW, & Johnson, R. 1989. Cooperative and Competion; Theoru and Research. Edina,MN; Interaction Book Company.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa  Indonesia. Surabaya. Kartika.
Karim, Nurman. 2009. Pengembangan Perangkat Psikomotor. https://nurmanspd.wordpress.com./2009/09/17/pengembangan-perangkat-penilaian-psikomotor (diunduh tanggal 25 maret 2016).

Klien, S.B1. 1996. Principles and Applications, Third Edition. New York; McGraw-Hill.

Kompas.com. 2016. Sesuai Nilainya Batik Kian Dijaga. Lipsus.kompas.com/fokenara/read/2011/10/02/Sesuai.Nilainya. Batik.Kian.Dijaga. (Diunduh tanggal 21 April 2016).

Kristanto, M. 2013.   Pendidikan Seni Budaya Dan Keterampilan Sebagai Pendidikan Karakter. E.Journal.
La Niampe. (2013). Upacara Kaago-Ago dalam Tradisi Perladangan  pada Masyarakat Muna; Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna            http://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/download/16783/11056 (Diunduh Tanggal 15 Januari 2016).
Lie, Anita. 2002,  Cooperative Learning. Jakarta; PT. Gramedia Widiasarana.

Mahmuda, Rizky Lutfiah. 2014. Penjelasan Ranah Kognitif, Afektif, Psikomotor Menurut Para Ahli. rizkymahmuda.blogspot.co.id/2014/09/penjelasan-ranah-kognitifafektif-dan-html (Diunduh tanggal 14 Februari 2016).

Manthas, K dan Di Rezze, G. 2011. On Becoming ‘Wide- Awake’ Artful Research and Co- Creative Process as Teacher Development, 12 (S1 1.4). Canada; Nipissing University. Available at http; //www.ijea.org/ v.12si1/. [accesed 08/03/12] (Diunduh tanggal 25 Januari 2016).

Maslakhudin, Ahmad. 2013. Penggunaan Pembelajaran Kooperatif  Metode JIGSAW  Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Qowa’id  Siswa MTS Al Asror Tahun Ajaran 2010/ 2011. Semarang;  Skripsi.

Memes. 2001. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta; University Press.

Muharsih, Yuli. 2014.  Peningkatan Aktivitas Pembelajaran Dalam Membuat Karya Benda Konstruksi Dengan Menggunakan Model Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD). Universitas Bengkulu; Skripsi.

Musclich Masnur. 3013. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Multidimensional. Jakarta;  Bumi Aksara.

Nanang, Martono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif; Analisa Isi Dan Analisa Data Sekunder. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual (Cooperatif Learning Di Ruang-Ruang Kelas). Jakarta; Gramedia Widiasarana.

Nurkancana, W. dan Sumartana. 1996. Evaluasi Pendidikan. Surabaya; Usaha Nasional.

Rahcmand, Wasree Galuatry. 2016. Pembelajaran Pokadulu dalam Mata Pelajaran  Seni Budaya dan Keterampilan Kelas IV SD Negeri 08 Tongkuno Kabupaten  Muna. Kendari: Tesis Magister pada Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo.
Reigeluth. C.M dan Stein, F.S 1983. “The elaboration Theories and Models; Instructional Design Theories an Models;” An overview of their current status 335-381. Hillsdale, N.J; Lawrence Erlbaum Associetes.
Riyena, Cepi. 2015.  Komponen-komponen Pembelajaran. File UPI. Direktori.FIP.PDF
Rochman, Natawijaya. 2005. Pengertian aktivitas Belajar. Bumi Aksara; Jakarta
Sartini, 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafat. Jurnal Filsafat.
Sartini. 2006. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah kajian Filsafat. http;//filsafat.ugm.ac.id, (Diunduh tanggal 09 Januari 2016).

Setioko, Wahyu. 2013. Pameran Foto 6 Benua. belajar.indonesiamengajar.org./2013/01/pameran-foto-enam-benua/html (Diunduh tanggal 30 April 2016).
Sibarani, Robert. 2012. Kearifan Lokal; Hakikat Peran dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta; Asosiasi  Tradisi Lisan (ATL).
Slamento, 2010.  Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta; PT Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative Learning , Printed in United states of America.

Sudjana, Nana. 2010. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung; Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kualitatif,Kuantitatif, Dan R&D). Bandung;  Alfabeta.

Sukarya, Zakaria, dkk. 2010. Dasar-dasar Seni Rupa. Jakarta; Dirjen Dikti.

Sulistianingsih, 2016. Tipe-Tipe Model Pembelajaran Kooperatif Learning. www.academia.edu/9296671/TIPE-TIPE_MODEL_PEMBELAJARAN_ COOPERATIVE_LEARNING (Diunduh tanggal 14 February 2016).
Sumantri MS. 2005. Model Pengembangan Keterampilan Motorik Anak Usia Dini. Jakarta; Depdiknas., Dirjen DIKTI.
Supandi. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Dan Retensi Siswa Melalui Strategi Pemberian Rangkuman. Malang; https://mopsos.wordpress.com/2009/02/2378(tanggal akses 23 Mei 2016).
Suparman, M. Atwi, dkk. (2001). Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta; PAU-PPAI Universitas Terbuka.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

Syaifullah, Hijrah. Pengertian Belajar Dan Pembelajaran. (2010) (http://syaifulhijrah.blogspot.co.id/2010/03/pengertian-belajar-dan-pembelajaran_20.html) (Diakses tanggal 10 November 2015).

Tim Penyusun KBBI. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka.

Undang-Undang Reublik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Tanggal akses 26 Januari  2006).

Usman, Nurdin (2002) Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada.

Usman, M.U. & Setiawati, L. 2001. Statistika. Bandung; Remaja Rosdakarya.

Utari, Retno. 2011. Taksonomi Bloom Apa dan Bagaimana Menggunakannya? bppk.depkeu.go.id.>attachments.article (diunduh tanggal 26 Februari 2016).

Wina, Sanjaya. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses pendidikan. Jakarta; Kencana Prenada Media.

Winarno, Agung. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Internalisasi Nilai-Nilai Kewirausahaan Pada Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Malang. Jurnal Ekonomi Bisnis  Tahun  NOMOR 2  JULI 2009 ISSN; 0853-7283.

Yenny, Asri. 2015. Pengertian Dan Jenis-jenis Ragam Hias. Asriyeny15.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-dan-jenis-jenis-ragam-hias.html (tanggal akses 23 Mei 2016).
Zulfikri. 2008. Pengaruh Kegiatan Ekstrakurikuler Pengajian Al Qur’an Terhadap Aktifitas Belajar Siswa Kelas 1 Pada Mata Pelajaran PAI di SMA Negeri 1 Pontianak. fikrinatuna. blog.spot. co. id / 2008 _06 _01 _ archive.html  (Tanggal akses  01 Februari 20116).
Zulfrida, Vella. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Menggambar Ekspresi Melalui Metode Ekspresi Bebas Pada Siswa Kelas II SD Negeri 02 Pesucen Kabupaten Pemalang. E-Journal. Universitas  Negeri Semarang Skripsi.

Zaifbio. 2015. Ranah Penilaian Kognitif, Afektif, Dan Psikomotor. Zaifbio.wordpress.com/2009/11/15/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan-psikomotorik (tanggal akses25 mei 2016)

1 komentar:

  1. Saya merasa senang bisa bekerja sama dengan Tn. Pedro selama beberapa tahun sebagai mitra bisnis. Selama Pedro dan tim perusahaan pinjamannya bertugas sebagai Perwakilan Hipotek untuk rumah saya dan juga untuk pembiayaan bisnis saya, dia membantu saya melunasi pinjaman yang sangat membantu saya dalam bisnis saya saat ini. Kami secara konsisten jauh melampaui target kami dan ini hanya dapat dikaitkan dengan kerja keras Tn. Pedro. Saya menghargai kerja keras Anda dan juga terima kasih yang sebesar-besarnya kepada tim Anda karena telah membantu saya dengan pinjaman untuk mengembangkan bisnis saya. Jika Anda mencari pinjaman dalam bentuk apa pun, hubungi Tn. Pedro di...pedroloanss@gmail.com
    Whatsapp +393510140339 Tn. Pedro adalah petugas pinjaman yang jujur ​​yang bekerja dengan sejumlah besar investor yang bersedia membiayai proyek apa pun.
    Untungnya, seiring berjalannya waktu, hubungan kami tumbuh lebih dari sekadar pekerjaan dan saya masih senang menyebutnya sebagai teman yang dapat dipercaya.

    BalasHapus