PEMBELAJARAN SEJARAH PADA ERA
ROVOLUSI INDUSTRI 4.0
Oleh: Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.
A.
Pendahuluan
Seiring
berjalannya waktu dan zaman semakin berkembang, terjadi perubahan pada tingkah
laku dan perilaku manusia berubah dari masa ke masa. Fenomena ini turut
mengubah alur sistem pendidikan di manapun. Uraian ini mengacu pada konsep
pendidikan menurut UU No. 2003 yaitu: usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Perkembangan pendidikan di dunia tidak lepas dari adanya perkembangan dari
revolusi industri yang terjadi pada dunia ini, karena secara tidak langsung
perubahan tatanan ekonomi turut mengubah tatanan pendidikan.
Sebelum
revolusi industri terjadi ada namanya zaman pra revolusi, dimana semua kegiatan
dilakukan oleh tangan manusia tanpa bantuan tenaga mesin atau yang disebut
dengan pra industrial. Revolusi industri 1.0 terjadi pada abad 17 sampai
awal abad ke-18, terjadi perubahan industri dari tenaga manusia ke mesin akibat
penemuan tenaga uap oleh para ilmuwan James Watt.
Revolusi
industri 1.0 menandai hadirnya industri manufaktur dalam skala masif.
Pabrik-pabrik yang memproduksi benda kebutuhan kita seperti sabun, motor,
hingga lemari bisa ada sekarang karena adanya revolusi industri ini. Revolusi
industri 2.0 terjadi pada pertengahan abad ke-18 dimana revolusi ini ditandai
dengan pemanfaatan tenaga listrik untuk mempermudah serta mempercepat proses
produksi, distribusi, dan perdagangan.
Simbol
penting yang menandai era ini adalah produksi berjalan yang dimulai oleh pabrik
mobil Ford. Akibatnya banyak pabrik mobil tutup karena kalah bersaing dari 250
perusahaan menjadi 20 perusahaan. Pabrik-pabrik manufacturing di Indonesia
sampai saat ini masih menggunakan prinsip ban berjalan.
Revolusi
industri 3.0 ini disebut sebagai revolusi informasi dimana terjadi ledakan
informasi digital. Berawal dari ditemukannya PLC (Programmable Logic
Controller) sehingga mesin industri dapat berjalan sendiri dan menyebabkan
biaya produksi makin murah. Selain itu, terjadi perubahan dalam segi
informasi digital. Saat ini, kita sudah tidak beli kaset jika mau mendengar music,
tetapi cukup lewat musik digital. Dalam dunia fotografi juga, ambil foto lebih
mudah karena sudah ada kamera digital tidak perlu memakai kertas film sebagai
medianya. Revolusi ini dimulai pada tahun 1960 an hingga 2010. Personal
computer, internet, smartphone menjadi penanda revolusi 3.0
Revolusi
industry 4.0 ini ditandai dengan Robot, artificial intelligence, machine
learning, biotechnology, blockchain, internet of things (IoT), driverless
vehicle. Para karyawan pembuat mobil akan digantikan oleh robot. supir
taksi digantikan oleh driverless car, jasa pengiriman barang (kurir) akan
digantikan drone, Bank akan digantikan smartphone dan blockchain,
lalu artificial intelligence akan membantu anda memesan makan
siang via go food atau sejenisnya, dan ada juga
aplikasi yang bisa mencarikan anda pacar kalau anda ingin cari pasangan hidup
(suami/istri) (Hutapea, 2019).
Revolusi
Industri 4.0 merupakan salah satu pelaksanaan proyek strategi teknologi modern
Jerman 2020 (Germany High-Tech Strategy 2020). Strategi tersebut
diimplementasikan melalui peningkatan teknologi sektor manufaktur (industri),
penciptaan kerangka kebijakan strategis yang konsisten, serta penetapan
prioritas tertentu dalam menghadapi kompetisi global.
Revolusi
industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Berbeda
dengan revolusi industri sebelumnya, revolusi industri generasi ke-4 ini
memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan
teknologi baru yang mengintegrasikan dunia fisik, digital dan biologis telah
mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi, industri dan pemerintah (Hutapea,
2019).
Pendidikan
4.0 adalah fenomena yang merespon kebutuhan revolusi industri keempat dimana
manusia dan mesin di selaraskan untuk mendapatkan solusi, memecahkan masalah
dan tentu saja menemukan kemungkinan inovasi baru. Pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi, menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan tantangan dan
kebutuhan pada era sekarang ini. Kurikulum yang membuka akses bagi generasi
milenial mendapatkan ilmu dan pelatihan untuk menjadi pekerja yang produktif
dan kompetitif.
Revolusi
industri 4.0 dan kaitannya dengan pendidikan adalah hal yang utama dan sentral
untuk mengikuti arus revolusi industri ini, karena akan mencetak dan
menghasilkan generasi-generasi berkualitas yang akan mengisi revolusi industri
4.0. Pendidikan di era revolusi industri 4.0 berupa perubahan dari cara
belajar, pola berpikir serta cara bertindak para peserta didik dalam
mengembangkan inovasi kreatif dalam berbagai bidang.
Pergerakan
dinamika pendidikan, diharapkan dapat menekan angka pengangguran di Indonesia
khususnya dalam persaingan pasar global, Revolusi industri 4.0
tidak hanya menyediakan peluang, tetapi juga tantangan bagi generasi milineal.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pemicu revolusi indutri juga
diikuti dengan implikasi lain seperti kompetisi manusia vs mesin, dan tuntutan
kompetensi yang semakin tinggi.
Inovasi
teknologi di bidang pendidikan menajdi suatu keharusan, guna mendukung
peningkatan kualitas SDM yang bisa memenangkan persaingan di kancah global,
maka diperlukan lembaga-lembaga pendidikan yang maju dan guru yang kreatif dan
inovatif untuk mengembangkan pembelajaran. Gejalan ini akan berjalan apabila
didukung dengan infrastruktur dan sarana prasarana pendidikan yang berbasis
teknologi informasi dan komunikasi yang selaras dengan revolusi industri 4.0
(Hutapea, 2019).
B.
Pengembangan SDM Kunci Sukses di Era Revvolusi 4.0
Pengembangan
SDM menjadi faktor penting dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Untuk
memiliki SDM yang berkualitas, diperlukan pendidikan sebagai bekal agar SDM
tersebut mampu bersaing dengan ketat. Selain itu, pendidikan seseorang juga
berpengaruh pada kesempatan yang diperoleh untuk bisa bekerja di berbagai
bidang, baik tingkat nasional maupun global, sehingga bisa mengubah hidupnya
menjadi lebih baik dan setara dengan SDM di negara lain.
Menurut
Bill Gates Internet adalah gelombang besar. Ia akan menyapu habis industry
computer dan banyak industry yang lain. Ia akan menenggelamkan mereka yang
tidak belajar berenang di tengah gelombangnya (Dryden, 2001). Lebih lanjut dikatakan bahwa perusahaan yang
berhasil pada decade mendatang adalah yang menggunakan sarana digital untuk
menemukan kembali cara kerja mereka.
Bagi
Negara-negara Asia seperti: Singapura, Taiwan, Korea Selatan telah sejak akhir
abad ke-20 telah menyadari pentingnya SDM. Ketiga Negara ini berusaha membujuk
para warga negaranya yang telah selesai belajar di Amerika Serikar dan atau
sedang bekerja pada perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat untuk
kembali ke negaranya, mereka direkrut oleh perusahaan swasta yang mendapat
subsidi dari Negara, dan hasilnya dalam waktu yang tidak begitu lama ketiga
Negara ini tampil sebagai Negara industry baru di Asia (Naisbitt, 1997). Demi
kesinambungan kemajuan teknologi tersebut, di lembaga-lembaga pendidikan mereka
dilakukan penelitian dan pengembangan yang melahirkan beberapa inovasi
teknologi, termasuk teknologi pendidikan/pembelajaran.
Meskipun
demikian tidak sedikit kemajuan Negara tersebut didorong oleh spirit budaya,
seperti: teori
Z yang dikembangkan oleh William G.
Ouchi menyatakan bahwa orang Jepang terbiasa hidup berdekatan secara harmonis
dengan tetangga. Karena itu orang Jepang memiliki kehidupan yang lebih terbuka
sehingga sedikit sekali rahasia kehidupan pribadi yang tersembunyi. Budaya
inilah yang menjadi faktor penyebab orang Jepang cepat maju, sesuai dengan
kemampuan dan peluang masing-masing, dapat bekerja sama dengan orang lain
secara harmonis, dan dapat menekan sekecilmungkin terjadinya benturan antar
kepentingan masing-masing individu atau kelompok. Sosial budaya masyarakat
Jepang memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan pembangunan bangsanya.
Di negara Industri baru Korea Selatan
muncul Teori W yang dikembangkan oleh Myon-Woo Lee. Teori ini menekankan bahwa
pengembangan budaya teknologi dan industri khusus Korea Selatan, untuk
mengantarkan negara ini menjadi salah satu adidaya ekonomi dunia. Ia
menyarankan perlunya upaya mengoptimalkan penggunaan budaya, keunggulan
geografis, karakteristik penduduk, sumber daya alam, dan kreativitas masyarakat
dalam menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu pusat ekonomi paling maju di
dunia (Sudjana, 2000).
C. Pengaruh Revolusi Industri 4.0 Dalam Pendidikan di Indonesia
Dampak
Revolusi Industri 4.0 terhadap Pendidikan di Indonesia
pada era modern ini, informasi dan teknologi mempengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah dan aksesibel bagi siapa saja yang membutuhkannya. Pendidikan mengalami disrupsi yang sangat cepat sekali, sehingga peran guru yang selama ini sebagai satu-satunya penyedia ilmu pengetahuan bergeser menjauh darinya. Di masa mendatang, peran dan kehadiran guru di ruang kelas akan semakin menantang dan membutuhkan kreativitas yang sangat tinggi.
Industri 4.0 adalah nama tren dari sistem otomatisasi industri, dimana terdapat pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistim siber fisik, internet untuk segala aktifitas, komputasi kognitif dan aktifitas lain berbasis jaringan. Revolusi industri 4.0 ditandai dengan kemunculan: super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa awak, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia dapat mengoptimalkan fungsi otak.
pada era modern ini, informasi dan teknologi mempengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah dan aksesibel bagi siapa saja yang membutuhkannya. Pendidikan mengalami disrupsi yang sangat cepat sekali, sehingga peran guru yang selama ini sebagai satu-satunya penyedia ilmu pengetahuan bergeser menjauh darinya. Di masa mendatang, peran dan kehadiran guru di ruang kelas akan semakin menantang dan membutuhkan kreativitas yang sangat tinggi.
Industri 4.0 adalah nama tren dari sistem otomatisasi industri, dimana terdapat pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistim siber fisik, internet untuk segala aktifitas, komputasi kognitif dan aktifitas lain berbasis jaringan. Revolusi industri 4.0 ditandai dengan kemunculan: super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa awak, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia dapat mengoptimalkan fungsi otak.
Era
revolusi industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi guru Indonesia. Mengutip
dari Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan
adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dengan
menekankan sikap dan ketermpilan, maka 30 tahun mendatang kita akan mengalami
kesulitan besar. Pendidikan dan pembelajaran yang selama ini sarat dengan muatan
pengetahuan, dan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan, maka akan
menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin. Dominasi
pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran harus diubah agar kelak anak-anak
muda Indonesia mampu mengungguli kecerdasan mesin sekaligus mampu bersikap
bijak dalam menggunakan mesin untuk kemaslahatan.
Sistem
pendidikan membutuhkan gerakan kebaruan untuk merespon era industri 4.0. Salah
satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi baru
sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru
yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama, yaitu: (1) literasi
digital, (2) literasi teknologi, dan (3) literasi manusia (Aoun, 2018). Tiga
keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan pada
masa depan atau di era industri 4.0.
Pertama, Literasi digital bertujuan peningkatan kemampuan membaca,
menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), Kedua, literasi teknologi bertujuan
untuk memberikan pemahaman pada cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan Ketiga, literasi manusia diarahkan pada
peningkatan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017).
Literasi baru yang diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif
dengan menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan
kemampuan membaca, menulis, dan matematika. Adaptasi gerakan literasi baru
dapat diintegrasikan dengan melakukan penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran
sebagai respon terhadap era industri 4.0 (Yahya, 2018).
D. Guru Sejarah pada Era Pendidikan 4.0
Menghadapi
revolusi industri 4.0, merupakan era inovasi disruptif, di mana inovasi
berkembang sangat pesat, sehingga mampu membantu terciptanya pasar baru.
Inovasi ini juga mampu mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada dan lebih
dahsyat lagi mampu menggantikan teknologi yang sudah ada termasuk menggantikan
tenaga kerja manusia dalam beberapa spesifikasi pekerjaan.
Menghadapi
tantangan yang besar tersebut, maka guru sejarah dituntut untuk berubah lebih
cepat dalam mempersiapkan SDM yang kompetitip, termasuk persiapan materi dan media pendidikan digital.
Era pendidikan yang dipengaruhi oleh revolusi
industri 4.0 merupakan pendidikan yang
bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal
dengan sistem siber (cyber system). Sistem ini mampu membuat proses
pembelajaran sejarah dapat berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan
batas waktu. Untuk mengisi pembelajaran sejarah melalui siber, maka cara paling
tepat untuk mengubah dunia menjadi lebih baik adalah melakukan pengamatan sendiri,
mengartikulasikan, mengungkapkan dan mencatat pengamatan (sejarah local).
Ketika melakukan pengamatan, persepsi, pemikiran dan gagasan akan mencuat tak
terduga dan akan berkembang luar biasa (Wenger, 2004).
Indonesia
tergolong lambat dalam merespon revolusi industri 4.0 dibandingkan negara
tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sistem pendidikan 4.0 baru bergaung kencang dalam 3
tahun terakhir ini. Oleh karena itu, guru sejarah harus menyediakan fasilitas
yang memadai dalam menyongsong era Pembelajaran pada era 4.0.
Sebagai
garda terdepan dalam dunia pendidikan, guru
harus meng-upgrade kompetensi dalam menghadapi era Pendidikan 4.0. Peserta
didik yang dihadapi guru saat ini merupakan generasi milenial
yang tidak asing lagi dengan dunia digital. Peserta didik sudah terbiasa dengan
arus informasi dan teknologi industri 4.0. Ini menunjukkan bahwa produk sekolah
yang diluluskan harus mampu menjawab tantangan industri 4.0.
Mengingat
tantangan yang besar tersebut, maka guru
harus terus belajar meningkatkan kompetensi sehingga mampu menghadapi peserta
didik generasi milenial. Jangan sampai timbul istilah, peserta didik era
industri 4.0, belajar dalam ruang industri 3.0, dan diajarkan oleh guru
industri 2.0 atau bahkan 1.0. Jika ini terjadi, maka pendidikan kita akan terus tertinggal
dibandingkan negara lain yang telah siap menghadapi perubahan besar ini.
Kualitas guru harus sesuai dengan performa guru
yang dibutuhkan dalam era industri 4.0.
Dunia
industri telah mencanangkan standarisasi sejak awal abad ke-20 dipelopori oleh
Henry Ford yang menstandarisasi produksi mobil Ford, yang kemudian menyebabkan
industry mobil berkembang dengan sangat pesat (Tilaar, 2006). Standarisasi
merupakan suatu pengejawantahan dari paham all
can be measured segala sesuatu dapat diukur. Karena segala sesuatu dapat
diukur, maka akan tercapai efisiensi dan diketahui kualitas suatu benda atau
pun suatu kayanan. Belajar dari dunia industry tersebut, maka dunia pendidikan
juga telah menerapkan standarisasi diantaranya melalui Badan Akreditasi
Nasional sekolah/madrasah, dan BAN Pendidikan Tinggi.
Guru harus mengurangi dominasi pengetahuan dalam
pembelajaran dengan harapan peserta didik mampu mengungguli kecerdasan mesin.
Pendidikan yang diimbangi dengan karakter dan literasi dapat menjadikan peserta
didik akan sangat bijak dalam menggunakan mesin untuk umat manusia.
Bagaimana
menjadi guru sejarah yang bisa eksis pada era Revulisi
Industri 4.0? Pertanyaan ini sangat penting dijawab, agar guru
sejarah mampu meningkatkan kompetensi profesionalnya menuju industri 4.0. Guru Sejarah
di era 4.0 memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik anak memiliki inspirasi untuk siap
menghadapi dan memenangkan kompetisi di era Revolusi Industri 4.0. Guru yang
dapat eksis di era 4.0 merupakan guru yang mampu menguasai
dan memanfaatkan teknologi digital dalam pembelajaran.
Revolusi
industri 4.0 ditandai oleh hadirnya 4 hal, yaitu: komputer super, kecerdasan
buatan (artificial intelligency), sistem siber (cyber system), dan kolaborasi
manufaktur. Dengan demikian dibutuhkan kompetensi yang mampu
mengimbangi kehadiran keempat hal itu dalam era 4.0.
Guru
Sejarah harus mampu membiasakan siswa belajar nyaman dan menyenangkan (DePorter
dan Hernacki, 2002). Kompetensi yang dibutuhkan guru untuk dapat menciptakan
pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan dalam era Industri 4.0 adalah: Pertama, keterampilan berpikir kritis
dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving skill). Kompetensi
ini sangat penting dimiliki peserta didik dalam pembelajaran abad 21. Guru 4.0
harus mampu meramu pembelajaran sehingga dapat mengeksplor kompetensi dini dari
diri peserta didik.
Kedua, keterampilan komunikasi dan
kolaboratif (communication and collaborative skill). Sebagai satu kompetensi
yang sangat dibutuhkan dalam abad 21, keterampilan ini harus mampu dikonstruksi
dalam pembelajaran sejarah. Model pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
komunikasi harus diterapkan guru guna mengkonstruksi
kompetensi komunikasi dan kolaborasi.
Ketiga, keterampilan berpikir kreatif
dan inovasi (creativity and innovative skill). Revolusi industri 4.0
mengharuskan peserta didik untuk selalu berpikir dan bertindak kreatif dan
inovatif. Tindakan ini perlu dilakukan agar peserta didik mampu bersaing dan
menciptakan lapangan kerja berbasis industri 4.0. Dunia Industri yang menghadapai
kempetisi yang semakin ketat, merasakan adanya kebutuhan mendesak untuk
melakukan otomatisasi. Implikasinya begitu mendalam bagi pembelajaran, cara
belajar dan bagi dunia pendidikan pada umumnya, sehingga perlu dicermati cara
belajar cepat pada abad XXI (Rose dan Nicholl, 2006). Kondisi ini diperlukan
mengingat sudah banyak korban revolusi industri 4.0. Misalnya, banyak profesi
yang tergantikan oleh mesin digital robot. Contoh: buruh bongkar-muat
digantikan oleh mesin. Sistem ini telah memaksa pengelola pelabuhan untuk
memberhentikan tenaga kerja yang selama ini digunakan di setiap bongkar muat.
Keempat, literasi teknologi informasi
dan komunikasi (information and communication
technology literacy). Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
menjadi kewajiban bagi guru 4.0. Literasi TIK
harus dilakukan agar tidak tertinggal dengan peserta didik. Literasi TIK
merupakan dasar yang harus dikuasai guru
sejarah agar mampu menghasilkan peserta didik yang siap bersaing dalam
menghadapi revolusi industri 4.0.
Kelima, contextual learning skill. Pembelajaran kontekstual merupakan
pembelajaran yang sangat tepat diterapkan guru
di era 4.0 (Muatan Lokal/Sejarah Lokal).
Jika guru sudah menguasai literasi TIK, maka
pembelajaran kontekstual lebih mudah
dilakukan (mengintegrasikan materi sejarah local dalam pembelajaran sejarah).
Kondisi saat ini TIK merupakan salah satu konsep kontekstual yang harus
dikenalkan oleh guru. Materi pembelajaran banyak
kontekstualnya berbasis TIK sehingga guru
4.0 sangat tidak siap jika tidak memiliki literasi TIK. Materi sulit yang bersifat
abstrak mampu disajikan menjadi lebih riil dan kontekstual menggunakan TIK.
Keenam, literasi informasi dan media
(information and media literacy). Banyak media informasi bersifat sosial yang
digandrungi peserta didik. Media sosial seolah menjadi media komunikasi yang
ampuh digunakan peserta didik dan guru. Media sosial menjadi
salah satu media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan guru
4.0. Kehadiran kelas digital bersifat media sosial dapat dimanfaatkan guru,
agar pembelajaran berlangsung tanpa batas ruang dan waktu (Darmawan, 2018).
Menurut Douch (1967) ada tiga bentuk
integrasi muatan sejarah local dalam kurikulu/pembelajaran sejarah. Pertama, guru sejarah hanya mengambil
contoh dari kejadian lokal untuk memberi ilustrasi yang lebih hidup dari uraian
sejarah nasional maupun sejarah dunia yang sedang diajarkan.
Kedua, bentuk
kegiatan penjelajahan lingkungan. Di sini sudah ada usaha memberi porsi yang
lebih nyata dari kegiatan belajar murid dengan aktivitas kesejarahan di luar
kelas. Dalam bentuk ini murid diharapkan selain belajar sejarah di kelas, juga
diajak ke lingkungan sekitar sekolah untuk mengamati langsung sumber-sumber
sejarah serta mengumpulkan data sejarah.
Ketiga, studi khusus
yang cukup mendalam tentang berbagai aspek kesejarahan di lingkungan murid. Ini
biasanya diorganisir dan dilaksanakan dengan cara-cara seperti studi sejarah
profesional. Murid diharapkan mengikuti prosedur seperti yang dilakukan para
peneliti profesional, mulai dari pemilihan topik, membuat perencanaan kegiatan,
cara-cara membuat analisis sampai pada penyusunan laporan hasil studi.
Guru
harus siap menghadapi era pendidikan 4.0
meskipun disibukkan oleh beban kurikulum dan administratif yang sangat padat.
Jika tidak, maka generasi muda kita akan terus tertinggal dan efeknya tidak
mampu bersaing menghadapi implikasi Revolusi Industri 4.0.
Guru
Sejarah harus mampu menciptakan suasana pembelajaran seperti digambarkan oleh
Tony Stockwell bahwa untuk mempelajari sesuatu dengan cepat dan efektif, maka
pembelajar harus melihatnya, mendengarnya, dan merasakannya (Dryden, 2001).
Lebih lanjut David Perry dalam Dryden (2001) menyatakan bahwa yang bisa
mengajar jadilah pengajar, dan yang tidak bias mengajar, belajarlah.
Di
sisilain banyak ahli menganjurkan untuk kembali melihat indigenous lerning system sistem belajar asli dari setiap etnis.
Akhir-akhir ini dalam berbagai artikel dikenal dengan etnopedagogi atau pembelajaran berbasis etnik (Hafid, 2008). Etnopedagogi merupakan sistem pewarisan
pengetahuan, nilai, dan keterampilan dalam berbagai etnis. Fenomena tersebut ditemukan pada etnis Tolaki yang mempertahankan
nilai karakter yang bersumber dari sistem pertanian. Chen Jingpan dalam (Dryden
(2001) mengungkapkan bahwa Confusius 2.500 tahun lalu menyatakan: (1) gabungkan
yang baik dari yang baru dengan yang terbaik dari yang lama, (2) belajarlah
melalui praktik, (3) gunakan dunia sebagai ruang kelas, (4) gunakan music dan
puisi untuk pembelajaran, (5) padukan kegiatan akademik dan fisik, (6)
bangunlah nilai dan perilaku terpuji.
E.
Penutup
Revolusi
industri saat ini memasuki fase keempat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sangat pesat memberikan dampak yang besar terhadap kehidupan
manusia. Banyak kemudahan dan inovasi yang diperoleh dengan adanya dukungan teknologi
digital. Layanan menjadi lebih cepat dan efisien serta memiliki jangkauan
koneksi yang lebih luas dengan sistem online. Hidup menjadi lebih mudah dan
murah. Namun demikian, digitalisasi program juga membawa dampak negatif. Peran
manusia setahap demi setahap diambil alih oleh mesin otomatis. Akibatnya,
jumlah pengangguran semakin meningkat. Hal ini akan menambah beban masalah
lokal maupun nasional. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan peluang dan menjawab
tantangan revolusi industri 4.0, para pemangku kepentingan wajib memiliki
kemampuan literasi data, teknologi dan manusia.
Dalam
mengarungi Era Revolusi Industri 4.0 di bidang pendidikan, motivasi saja tidak
cukup dalam mewujudkan cita cita bangsa Indonesia, tetapi harus ada wujud konkret dan usaha yang keras dari
pemerintah di bidang pendidikan dan masyarakat khususnya dalam penyediaan
sarana dan prasarana pendidikan serta penyediaan pendidik yang menguasai
teknologi digital. Pendidik harus berani menghadapi tantangan dalam setiap
transisi inovasi dan teknologi. Guru harus belajar mempersiapkan peserta didik
yang siap bersaing dalam era Industri 4.0, jika guru tidak siap, maka generasi
yang akan dating akan tenggelam tergilas arus teknologi digital.
DAFTAR PUSTAKA
Andran, C. (2014). Sistem
Pendidikan. Retrieved from https://www.kompasiana.
com/andreancan/54f76a90a33311b0368b47ea/sistempendidikan.
Anwar;
Suardika, I Ketut; Mursidin T; Suleiman,
Abdul Rauf & Syukur, Muhammad. 2018.
“Kalosara Revitalization as an Ethno-Pedagogical Media in the Development of
Character of Junior High School Students”.
International Education Studies;
Vol. 11, No. 1; 2018 (Page. 172-183).
Darmawan, Jon. 2018.
Serambinews.com “Menjadi Guru Era Pendidikan 4.0,
https://aceh.tribunnews.com/2018/11/27/menjadi-guru-era-pendidikan-40. Akses, 12
November 2019.
DePorter,
Bobbi dan Hernacki, Mike. 2002. Quantum
Learniing. Bandung: Kaifa.
Dryden,
Gordon dan Vos, Jeanette. 2001. Revolusi
Cara Belajar. Bagian II. Bandung: Kaifa.
Douch, Robert.
1967. Local History and the Teacher. London:
Routledge and Kegan Pau
Hafid, Anwar, dkk. 2009. Sejarah Penyebaran Islam di Sulawesi
Tenggara. Kendari: UMK Press.
Hafid,
Anwar. 2019. “Pendidikan di Era-Industri 4.0 dalam Mengembangkan Mutu Sumber Daya
Manusia di Konawe Kepulauan”. Makalah Disajikan pada Seminar Pendidikan
Era-Industri 4.0 Dalam Mengembangkan Mutu Sumber Daya Manusia Di Konawe Kepulauan
yang
dilaksanakan di Langara pada, 15 November 2019.
Hutapea,
Erwin. 2019. News Edukasi Hadapi Revolusi
Industri 4.0, Pendidikan Jadi Kunci Pengembangan Diri Kompas.com - 03/07/2019,
19:14 WIB. Akses, 12 November 2019.
Hutapea,
Erwin. 2019. Sejarah dan Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0. 16 Februari 2019 20:03 Diperbarui: 7 Oktober 2019
16:15 23501 0 0. https://www.rfpage.com. Akses, 12 November 2019.
Intan, A. 2018. Proses Pembelajaran
Digital dalam Era Revolusi Industri 4.0. Retrieved from.http://belmawa.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2018/08/Panduan-Program-SAPDA-Revolusi-Industri-4.0.pdf.
Naisbitt,
John. 1997. Megatrends Asia. Jakarta:
Gramdea Pustaka Utama.
Risdianto, E. (n.d.). Analisis
Pendidikan Indonesia Di Era Revolusi Industri 4.0. Retrieved from http://fkip.ums.ac.id/wp-content/uploads/sites/43/2018/12/Revolusi-Industri-4.0-dan-Dampaknya-terhadap-Pendidikan-di-Indonesia-Dr.-Sukartono.doc
Rose,
Colin dan Nicholl, Malcolm J. 2006. Accelerated
Learning for the 21ST Century. Bandung: Nuansa.
Satya, V. E. (2018). Strategi
Indonesia Menghadapi Industri 4.0. Retrieved From
Shaepudin, B. S. (n.d.). Revolusi
Industri 4.0 , Apakah Itu? Dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Pendidikan. Retrieved
from http://disdikkbb.org/?news=revolusi-industri-4-0-apakah-itu-dan-pengaruhnya-terhadap-dunia-pendidikan.
Sudjana,
D. 2000. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan
Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah
Production.
Tilaar,
H. A. R. 2006. Stadarisasi Pendidikan
Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
Wenger.
2004. Beyond Teaching and Learning.
Bandung: Nuansa.
PEMBELAJARAN SEJARAH PADA ERA
ROVOLUSI INDUSTRI 4.0
Oleh:
Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.
Ketua Badan
Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Provinsi Sulawesi Tenggara
Ketua Masyarakat
Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sulawesi Tenggara
&
Guru Besar pada
Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP
Universitas Halu
Oleo
Makalah
Disajikan pada Seminar
Nasional Tantangan dan Masa Depan Pembelajaran
Sejarah di Era-Revolusi Industri 4.0 yang dilaksanakan di Kendari pada
tanggal 2 Maret 2020 di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Tenggara
PANTIA SEMINAR
NASIONAL
ASOSIASI GURU
SEJARAH INDONESIA (AGSI)
PROVINSI
SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar