Minggu, 28 Juni 2020

PEMBELAJARAN SEJARAH PADA ERA ROVOLUSI INDUSTRI 4.0


PEMBELAJARAN SEJARAH PADA ERA ROVOLUSI INDUSTRI 4.0
Oleh: Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.

A.    Pendahuluan
Seiring berjalannya waktu dan zaman semakin berkembang, terjadi perubahan pada tingkah laku dan perilaku manusia berubah dari masa ke masa. Fenomena ini  turut mengubah alur sistem pendidikan di manapun. Uraian ini mengacu pada konsep pendidikan menurut UU No. 2003 yaitu: usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Perkembangan pendidikan di dunia tidak lepas dari adanya perkembangan dari revolusi industri yang terjadi pada dunia ini, karena secara tidak langsung perubahan tatanan ekonomi turut mengubah tatanan pendidikan.
Sebelum revolusi industri terjadi ada namanya zaman pra revolusi, dimana semua kegiatan dilakukan oleh tangan manusia tanpa bantuan tenaga mesin atau yang disebut dengan pra industrial. Revolusi industri 1.0 terjadi  pada abad 17 sampai awal abad ke-18, terjadi perubahan industri dari tenaga manusia ke mesin akibat penemuan tenaga uap oleh para ilmuwan James Watt. 
Revolusi industri 1.0 menandai hadirnya industri manufaktur dalam skala masif. Pabrik-pabrik yang memproduksi benda kebutuhan kita seperti sabun, motor, hingga lemari bisa ada sekarang karena adanya revolusi industri ini. Revolusi industri 2.0 terjadi pada pertengahan abad ke-18 dimana revolusi ini ditandai dengan pemanfaatan tenaga listrik untuk mempermudah serta mempercepat proses produksi, distribusi, dan perdagangan. 
Simbol penting yang menandai era ini adalah produksi berjalan yang dimulai oleh pabrik mobil Ford. Akibatnya banyak pabrik mobil tutup karena kalah bersaing dari 250 perusahaan menjadi 20 perusahaan. Pabrik-pabrik manufacturing di Indonesia sampai saat ini masih menggunakan prinsip ban berjalan.
Revolusi industri 3.0 ini disebut sebagai revolusi informasi dimana terjadi ledakan informasi digital. Berawal dari ditemukannya PLC (Programmable Logic Controller) sehingga mesin industri dapat berjalan sendiri dan menyebabkan biaya produksi makin murah.  Selain itu, terjadi perubahan dalam segi informasi digital. Saat ini, kita sudah tidak beli kaset jika mau mendengar music, tetapi cukup lewat musik digital. Dalam dunia fotografi juga, ambil foto lebih mudah karena sudah ada kamera digital tidak perlu memakai kertas film sebagai medianya. Revolusi ini dimulai pada tahun 1960 an hingga 2010. Personal computer, internet, smartphone menjadi penanda revolusi 3.0
Revolusi industry 4.0 ini ditandai dengan Robot, artificial intelligence, machine learning, biotechnology, blockchain, internet of things (IoT), driverless vehicle. Para karyawan pembuat mobil akan digantikan oleh robot. supir taksi digantikan oleh driverless car, jasa pengiriman barang (kurir) akan digantikan drone, Bank akan digantikan smartphone dan blockchain, lalu artificial intelligence akan membantu anda memesan makan siang via go food atau sejenisnya, dan ada juga aplikasi yang bisa mencarikan anda pacar kalau anda ingin cari pasangan hidup (suami/istri) (Hutapea, 2019).
Revolusi Industri 4.0 merupakan salah satu pelaksanaan proyek strategi teknologi modern Jerman 2020 (Germany High-Tech Strategy 2020). Strategi tersebut diimplementasikan melalui peningkatan teknologi sektor manufaktur (industri), penciptaan kerangka kebijakan strategis yang konsisten, serta penetapan prioritas tertentu dalam menghadapi kompetisi global.
Revolusi industri 4.0 telah mengubah hidup dan kerja manusia secara fundamental. Berbeda dengan revolusi industri sebelumnya, revolusi industri generasi ke-4 ini memiliki skala, ruang lingkup dan kompleksitas yang lebih luas. Kemajuan teknologi baru yang mengintegrasikan dunia fisik, digital dan biologis telah mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi, industri dan pemerintah (Hutapea, 2019).
Pendidikan 4.0 adalah fenomena yang merespon kebutuhan revolusi industri keempat dimana manusia dan mesin di selaraskan untuk mendapatkan solusi, memecahkan masalah dan tentu saja menemukan kemungkinan inovasi baru. Pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan tantangan dan kebutuhan pada era sekarang ini. Kurikulum yang membuka akses bagi generasi milenial mendapatkan ilmu dan pelatihan untuk menjadi pekerja yang produktif dan kompetitif.
Revolusi industri 4.0 dan kaitannya dengan pendidikan adalah hal yang utama dan sentral untuk mengikuti arus revolusi industri ini, karena akan mencetak dan menghasilkan generasi-generasi berkualitas yang akan mengisi revolusi industri 4.0. Pendidikan di era revolusi industri 4.0 berupa perubahan dari cara belajar, pola berpikir serta cara bertindak para peserta didik dalam mengembangkan inovasi kreatif dalam berbagai bidang. 
Pergerakan dinamika pendidikan, diharapkan dapat menekan angka pengangguran di Indonesia khususnya dalam persaingan pasar globalRevolusi industri 4.0 tidak hanya menyediakan peluang, tetapi juga tantangan bagi generasi milineal. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai pemicu revolusi indutri juga diikuti dengan implikasi lain seperti kompetisi manusia vs mesin, dan tuntutan kompetensi yang semakin tinggi.
Inovasi teknologi di bidang pendidikan menajdi suatu keharusan, guna mendukung peningkatan kualitas SDM yang bisa memenangkan persaingan di kancah global, maka diperlukan lembaga-lembaga pendidikan yang maju dan guru yang kreatif dan inovatif untuk mengembangkan pembelajaran. Gejalan ini akan berjalan apabila didukung dengan infrastruktur dan sarana prasarana pendidikan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang selaras dengan revolusi industri 4.0 (Hutapea, 2019).

B.     Pengembangan SDM Kunci Sukses di Era Revvolusi 4.0
Pengembangan SDM menjadi faktor penting dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Untuk memiliki SDM yang berkualitas, diperlukan pendidikan sebagai bekal agar SDM tersebut mampu bersaing dengan ketat. Selain itu, pendidikan seseorang juga berpengaruh pada kesempatan yang diperoleh untuk bisa bekerja di berbagai bidang, baik tingkat nasional maupun global, sehingga bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik dan setara dengan SDM di negara lain.
Menurut Bill Gates Internet adalah gelombang besar. Ia akan menyapu habis industry computer dan banyak industry yang lain. Ia akan menenggelamkan mereka yang tidak belajar berenang di tengah gelombangnya (Dryden, 2001).  Lebih lanjut dikatakan bahwa perusahaan yang berhasil pada decade mendatang adalah yang menggunakan sarana digital untuk menemukan kembali cara kerja mereka.
Bagi Negara-negara Asia seperti: Singapura, Taiwan, Korea Selatan telah sejak akhir abad ke-20 telah menyadari pentingnya SDM. Ketiga Negara ini berusaha membujuk para warga negaranya yang telah selesai belajar di Amerika Serikar dan atau sedang bekerja pada perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat untuk kembali ke negaranya, mereka direkrut oleh perusahaan swasta yang mendapat subsidi dari Negara, dan hasilnya dalam waktu yang tidak begitu lama ketiga Negara ini tampil sebagai Negara industry baru di Asia (Naisbitt, 1997). Demi kesinambungan kemajuan teknologi tersebut, di lembaga-lembaga pendidikan mereka dilakukan penelitian dan pengembangan yang melahirkan beberapa inovasi teknologi, termasuk teknologi pendidikan/pembelajaran.
Meskipun demikian tidak sedikit kemajuan Negara tersebut didorong oleh spirit budaya, seperti: teori Z  yang dikembangkan oleh William G. Ouchi menyatakan bahwa orang Jepang terbiasa hidup berdekatan secara harmonis dengan tetangga. Karena itu orang Jepang memiliki kehidupan yang lebih terbuka sehingga sedikit sekali rahasia kehidupan pribadi yang tersembunyi. Budaya inilah yang menjadi faktor penyebab orang Jepang cepat maju, sesuai dengan kemampuan dan peluang masing-masing, dapat bekerja sama dengan orang lain secara harmonis, dan dapat menekan sekecilmungkin terjadinya benturan antar kepentingan masing-masing individu atau kelompok. Sosial budaya masyarakat Jepang memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan pembangunan bangsanya.
Di negara Industri baru Korea Selatan muncul Teori W yang dikembangkan oleh Myon-Woo Lee. Teori ini menekankan bahwa pengembangan budaya teknologi dan industri khusus Korea Selatan, untuk mengantarkan negara ini menjadi salah satu adidaya ekonomi dunia. Ia menyarankan perlunya upaya mengoptimalkan penggunaan budaya, keunggulan geografis, karakteristik penduduk, sumber daya alam, dan kreativitas masyarakat dalam menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu pusat ekonomi paling maju di dunia (Sudjana, 2000).

C.    Pengaruh Revolusi Industri 4.0 Dalam Pendidikan di Indonesia

Dampak Revolusi Industri 4.0 terhadap Pendidikan di Indonesia
pada era modern ini, informasi dan teknologi mempengaruhi aktivitas sekolah dengan sangat masif. Informasi dan pengetahuan baru menyebar dengan mudah dan aksesibel bagi siapa saja yang membutuhkannya. Pendidikan mengalami disrupsi yang sangat cepat sekali, sehingga peran guru yang selama ini sebagai satu-satunya penyedia ilmu pengetahuan bergeser menjauh darinya. Di masa mendatang, peran dan kehadiran guru di ruang kelas akan semakin menantang dan membutuhkan kreativitas yang sangat tinggi.
Industri 4.0 adalah nama tren dari sistem otomatisasi industri, dimana terdapat pertukaran data terkini dalam teknologi pabrik. Istilah ini mencakup sistim siber fisik, internet untuk segala aktifitas, komputasi kognitif dan aktifitas lain berbasis jaringan. Revolusi industri 4.0 ditandai dengan kemunculan: super komputer, robot pintar, kendaraan tanpa awak, editing genetik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia dapat mengoptimalkan fungsi otak.
Era revolusi industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi guru Indonesia. Mengutip dari Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dengan menekankan sikap dan ketermpilan, maka 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar. Pendidikan dan pembelajaran yang selama ini sarat dengan muatan pengetahuan, dan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan, maka akan menghasilkan peserta didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin. Dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran harus diubah agar kelak anak-anak muda Indonesia mampu mengungguli kecerdasan mesin sekaligus mampu bersikap bijak dalam menggunakan mesin untuk kemaslahatan.
Sistem pendidikan membutuhkan gerakan kebaruan untuk merespon era industri 4.0. Salah satu gerakan yang dicanangkan oleh pemerintah adalah gerakan literasi baru sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama, yaitu: (1) literasi digital, (2) literasi teknologi, dan (3) literasi manusia (Aoun, 2018). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan pada masa depan atau di era industri 4.0.
Pertama, Literasi digital bertujuan peningkatan kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data), Kedua, literasi teknologi bertujuan untuk memberikan pemahaman pada cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan Ketiga, literasi manusia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain (Aoun, 2017). Literasi baru yang diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan matematika. Adaptasi gerakan literasi baru dapat diintegrasikan dengan melakukan penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran sebagai respon terhadap era industri 4.0 (Yahya, 2018).

D.    Guru Sejarah pada Era Pendidikan 4.0

Menghadapi revolusi industri 4.0, merupakan era inovasi disruptif, di mana inovasi berkembang sangat pesat, sehingga mampu membantu terciptanya pasar baru. Inovasi ini juga mampu mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada dan lebih dahsyat lagi mampu menggantikan teknologi yang sudah ada termasuk menggantikan tenaga kerja manusia dalam beberapa spesifikasi pekerjaan.
Menghadapi tantangan yang besar tersebut, maka guru sejarah dituntut untuk berubah lebih cepat dalam mempersiapkan SDM yang kompetitip, termasuk persiapan materi dan media pendidikan digital. Era pendidikan yang dipengaruhi oleh revolusi industri 4.0 merupakan pendidikan yang bercirikan pemanfaatan teknologi digital dalam proses pembelajaran atau dikenal dengan sistem siber (cyber system). Sistem ini mampu membuat proses pembelajaran sejarah dapat berlangsung secara kontinu tanpa batas ruang dan batas waktu. Untuk mengisi pembelajaran sejarah melalui siber, maka cara paling tepat untuk mengubah dunia menjadi lebih baik adalah melakukan pengamatan sendiri, mengartikulasikan, mengungkapkan dan mencatat pengamatan (sejarah local). Ketika melakukan pengamatan, persepsi, pemikiran dan gagasan akan mencuat tak terduga dan akan berkembang luar biasa (Wenger, 2004).
Indonesia tergolong lambat dalam merespon revolusi industri 4.0 dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Sistem pendidikan 4.0 baru bergaung kencang dalam 3 tahun terakhir ini. Oleh karena itu, guru sejarah harus menyediakan fasilitas yang memadai dalam menyongsong era Pembelajaran pada era 4.0.
Sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan, guru harus meng-upgrade kompetensi dalam menghadapi era Pendidikan 4.0. Peserta didik yang dihadapi guru saat ini merupakan generasi milenial yang tidak asing lagi dengan dunia digital. Peserta didik sudah terbiasa dengan arus informasi dan teknologi industri 4.0. Ini menunjukkan bahwa produk sekolah yang diluluskan harus mampu menjawab tantangan industri 4.0.
Mengingat tantangan yang besar tersebut, maka guru harus terus belajar meningkatkan kompetensi sehingga mampu menghadapi peserta didik generasi milenial. Jangan sampai timbul istilah, peserta didik era industri 4.0, belajar dalam ruang industri 3.0, dan diajarkan oleh guru industri 2.0 atau bahkan 1.0. Jika ini terjadi, maka pendidikan kita akan terus tertinggal dibandingkan negara lain yang telah siap menghadapi perubahan besar ini. Kualitas guru harus sesuai dengan performa guru yang dibutuhkan dalam era industri 4.0.
Dunia industri telah mencanangkan standarisasi sejak awal abad ke-20 dipelopori oleh Henry Ford yang menstandarisasi produksi mobil Ford, yang kemudian menyebabkan industry mobil berkembang dengan sangat pesat (Tilaar, 2006). Standarisasi merupakan suatu pengejawantahan dari paham all can be measured segala sesuatu dapat diukur. Karena segala sesuatu dapat diukur, maka akan tercapai efisiensi dan diketahui kualitas suatu benda atau pun suatu kayanan. Belajar dari dunia industry tersebut, maka dunia pendidikan juga telah menerapkan standarisasi diantaranya melalui Badan Akreditasi Nasional sekolah/madrasah, dan BAN Pendidikan Tinggi.
Guru  harus mengurangi dominasi pengetahuan dalam pembelajaran dengan harapan peserta didik mampu mengungguli kecerdasan mesin. Pendidikan yang diimbangi dengan karakter dan literasi dapat menjadikan peserta didik akan sangat bijak dalam menggunakan mesin untuk umat manusia.
Bagaimana menjadi guru sejarah yang bisa eksis pada era Revulisi Industri 4.0? Pertanyaan ini sangat penting dijawab, agar guru sejarah mampu meningkatkan kompetensi profesionalnya menuju industri 4.0. Guru Sejarah di era 4.0 memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mendidik anak memiliki inspirasi untuk siap menghadapi dan memenangkan kompetisi di era Revolusi Industri 4.0. Guru yang dapat eksis di era 4.0 merupakan guru yang mampu menguasai dan memanfaatkan teknologi digital dalam pembelajaran.
Revolusi industri 4.0 ditandai oleh hadirnya 4 hal, yaitu: komputer super, kecerdasan buatan (artificial intelligency), sistem siber (cyber system), dan kolaborasi manufaktur. Dengan demikian dibutuhkan kompetensi yang mampu mengimbangi kehadiran keempat hal itu dalam era 4.0.
Guru Sejarah harus mampu membiasakan siswa belajar nyaman dan menyenangkan (DePorter dan Hernacki, 2002). Kompetensi yang dibutuhkan guru untuk dapat menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan dalam era Industri 4.0 adalah: Pertama, keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah (critical thinking and problem solving skill). Kompetensi ini sangat penting dimiliki peserta didik dalam pembelajaran abad 21. Guru 4.0 harus mampu meramu pembelajaran sehingga dapat mengeksplor kompetensi dini dari diri peserta didik.
Kedua, keterampilan komunikasi dan kolaboratif (communication and collaborative skill). Sebagai satu kompetensi yang sangat dibutuhkan dalam abad 21, keterampilan ini harus mampu dikonstruksi dalam pembelajaran sejarah. Model pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi harus diterapkan guru guna mengkonstruksi kompetensi komunikasi dan kolaborasi.
Ketiga, keterampilan berpikir kreatif dan inovasi (creativity and innovative skill). Revolusi industri 4.0 mengharuskan peserta didik untuk selalu berpikir dan bertindak kreatif dan inovatif. Tindakan ini perlu dilakukan agar peserta didik mampu bersaing dan menciptakan lapangan kerja berbasis industri 4.0. Dunia Industri yang menghadapai kempetisi yang semakin ketat, merasakan adanya kebutuhan mendesak untuk melakukan otomatisasi. Implikasinya begitu mendalam bagi pembelajaran, cara belajar dan bagi dunia pendidikan pada umumnya, sehingga perlu dicermati cara belajar cepat pada abad XXI (Rose dan Nicholl, 2006). Kondisi ini diperlukan mengingat sudah banyak korban revolusi industri 4.0. Misalnya, banyak profesi yang tergantikan oleh mesin digital robot. Contoh: buruh bongkar-muat digantikan oleh mesin. Sistem ini telah memaksa pengelola pelabuhan untuk memberhentikan tenaga kerja yang selama ini digunakan di setiap bongkar muat.
Keempat, literasi teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology literacy). Literasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menjadi kewajiban bagi guru 4.0. Literasi TIK harus dilakukan agar tidak tertinggal dengan peserta didik. Literasi TIK merupakan dasar yang harus dikuasai guru sejarah agar mampu menghasilkan peserta didik yang siap bersaing dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
Kelima, contextual learning skill. Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang sangat tepat diterapkan guru di era 4.0 (Muatan Lokal/Sejarah Lokal). Jika guru sudah menguasai literasi TIK, maka pembelajaran kontekstual  lebih mudah dilakukan (mengintegrasikan materi sejarah local dalam pembelajaran sejarah). Kondisi saat ini TIK merupakan salah satu konsep kontekstual yang harus dikenalkan oleh guru. Materi pembelajaran banyak kontekstualnya berbasis TIK sehingga guru 4.0 sangat tidak siap jika tidak memiliki literasi TIK. Materi sulit yang bersifat abstrak mampu disajikan menjadi lebih riil dan kontekstual menggunakan TIK.
Keenam, literasi informasi dan media (information and media literacy). Banyak media informasi bersifat sosial yang digandrungi peserta didik. Media sosial seolah menjadi media komunikasi yang ampuh digunakan peserta didik dan guru. Media sosial menjadi salah satu media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan guru 4.0. Kehadiran kelas digital bersifat media sosial dapat dimanfaatkan guru, agar pembelajaran berlangsung tanpa batas ruang dan waktu (Darmawan, 2018).
Menurut Douch (1967) ada tiga bentuk integrasi muatan sejarah local dalam kurikulu/pembelajaran sejarah. Pertama, guru sejarah hanya mengambil contoh dari kejadian lokal untuk memberi ilustrasi yang lebih hidup dari uraian sejarah nasional maupun sejarah dunia yang sedang diajarkan.
Kedua, bentuk kegiatan penjelajahan lingkungan. Di sini sudah ada usaha memberi porsi yang lebih nyata dari kegiatan belajar murid dengan aktivitas kesejarahan di luar kelas. Dalam bentuk ini murid diharapkan selain belajar sejarah di kelas, juga diajak ke lingkungan sekitar sekolah untuk mengamati langsung sumber-sumber sejarah serta mengumpulkan data sejarah.
Ketiga, studi khusus yang cukup mendalam tentang berbagai aspek kesejarahan di lingkungan murid. Ini biasanya diorganisir dan dilaksanakan dengan cara-cara seperti studi sejarah profesional. Murid diharapkan mengikuti prosedur seperti yang dilakukan para peneliti profesional, mulai dari pemilihan topik, membuat perencanaan kegiatan, cara-cara membuat analisis sampai pada penyusunan laporan hasil studi.
Guru harus siap menghadapi era pendidikan 4.0 meskipun disibukkan oleh beban kurikulum dan administratif yang sangat padat. Jika tidak, maka generasi muda kita akan terus tertinggal dan efeknya tidak mampu bersaing menghadapi implikasi Revolusi Industri 4.0.
Guru Sejarah harus mampu menciptakan suasana pembelajaran seperti digambarkan oleh Tony Stockwell bahwa untuk mempelajari sesuatu dengan cepat dan efektif, maka pembelajar harus melihatnya, mendengarnya, dan merasakannya (Dryden, 2001). Lebih lanjut David Perry dalam Dryden (2001) menyatakan bahwa yang bisa mengajar jadilah pengajar, dan yang tidak bias mengajar, belajarlah.
Di sisilain banyak ahli menganjurkan untuk kembali melihat indigenous lerning system sistem belajar asli dari setiap etnis. Akhir-akhir ini dalam berbagai artikel dikenal dengan etnopedagogi atau pembelajaran berbasis etnik (Hafid, 2008). Etnopedagogi merupakan sistem pewarisan pengetahuan, nilai, dan keterampilan dalam berbagai etnis. Fenomena tersebut ditemukan pada etnis Tolaki yang mempertahankan nilai karakter yang bersumber dari sistem pertanian. Chen Jingpan dalam (Dryden (2001) mengungkapkan bahwa Confusius 2.500 tahun lalu menyatakan: (1) gabungkan yang baik dari yang baru dengan yang terbaik dari yang lama, (2) belajarlah melalui praktik, (3) gunakan dunia sebagai ruang kelas, (4) gunakan music dan puisi untuk pembelajaran, (5) padukan kegiatan akademik dan fisik, (6) bangunlah nilai dan perilaku terpuji.

E.     Penutup
Revolusi industri saat ini memasuki fase keempat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat memberikan dampak yang besar terhadap kehidupan manusia. Banyak kemudahan dan inovasi yang diperoleh dengan adanya dukungan teknologi digital. Layanan menjadi lebih cepat dan efisien serta memiliki jangkauan koneksi yang lebih luas dengan sistem online. Hidup menjadi lebih mudah dan murah. Namun demikian, digitalisasi program juga membawa dampak negatif. Peran manusia setahap demi setahap diambil alih oleh mesin otomatis. Akibatnya, jumlah pengangguran semakin meningkat. Hal ini akan menambah beban masalah lokal maupun nasional. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan revolusi industri 4.0, para pemangku kepentingan wajib memiliki kemampuan literasi data, teknologi dan manusia.
Dalam mengarungi Era Revolusi Industri 4.0 di bidang pendidikan, motivasi saja tidak cukup dalam mewujudkan cita cita bangsa Indonesia, tetapi  harus ada wujud konkret dan usaha yang keras dari pemerintah di bidang pendidikan dan masyarakat khususnya dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan serta penyediaan pendidik yang menguasai teknologi digital. Pendidik harus berani menghadapi tantangan dalam setiap transisi inovasi dan teknologi. Guru harus belajar mempersiapkan peserta didik yang siap bersaing dalam era Industri 4.0, jika guru tidak siap, maka generasi yang akan dating akan tenggelam tergilas arus teknologi digital.

DAFTAR PUSTAKA

Andran, C. (2014). Sistem Pendidikan. Retrieved from https://www.kompasiana. com/andreancan/54f76a90a33311b0368b47ea/sistempendidikan.
Anwar; Suardika, I Ketut;  Mursidin T; Suleiman, Abdul Rauf & Syukur, Muhammad.  2018. “Kalosara Revitalization as an Ethno-Pedagogical Media in the Development of Character of Junior High School Students”.  International Education Studies; Vol. 11, No. 1; 2018 (Page. 172-183).
Darmawan, Jon. 2018. Serambinews.com “Menjadi Guru Era Pendidikan 4.0, https://aceh.tribunnews.com/2018/11/27/menjadi-guru-era-pendidikan-40. Akses, 12 November 2019.
DePorter, Bobbi dan Hernacki, Mike. 2002. Quantum Learniing. Bandung: Kaifa.
Dryden, Gordon dan Vos, Jeanette. 2001. Revolusi Cara Belajar. Bagian II. Bandung: Kaifa.
Douch, Robert. 1967. Local History and the Teacher. London: Routledge and Kegan Pau
Hafid, Anwar, dkk. 2009. Sejarah Penyebaran Islam di Sulawesi Tenggara. Kendari: UMK Press.
Hafid, Anwar. 2019. “Pendidikan di Era-Industri 4.0 dalam Mengembangkan Mutu Sumber Daya Manusia di Konawe Kepulauan”. Makalah Disajikan pada Seminar Pendidikan Era-Industri 4.0 Dalam Mengembangkan Mutu Sumber Daya Manusia Di Konawe Kepulauan yang dilaksanakan di Langara pada, 15 November 2019.
Hutapea, Erwin. 2019. News Edukasi Hadapi Revolusi Industri 4.0, Pendidikan Jadi Kunci Pengembangan Diri Kompas.com - 03/07/2019, 19:14 WIB. Akses, 12 November 2019.
Hutapea, Erwin. 2019. Sejarah dan Pendidikan Era Revolusi Industri 4.0. 16 Februari 2019   20:03 Diperbarui: 7 Oktober 2019   16:15 23501 0 0. https://www.rfpage.com. Akses, 12 November 2019.
Intan, A. 2018. Proses Pembelajaran Digital dalam Era Revolusi Industri 4.0. Retrieved from.http://belmawa.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2018/08/Panduan-Program-SAPDA-Revolusi-Industri-4.0.pdf.
Naisbitt, John. 1997. Megatrends Asia. Jakarta: Gramdea Pustaka Utama. 
Risdianto, E. (n.d.). Analisis Pendidikan Indonesia Di Era Revolusi Industri 4.0. Retrieved from http://fkip.ums.ac.id/wp-content/uploads/sites/43/2018/12/Revolusi-Industri-4.0-dan-Dampaknya-terhadap-Pendidikan-di-Indonesia-Dr.-Sukartono.doc
Rose, Colin dan Nicholl, Malcolm J. 2006. Accelerated Learning for the 21ST Century. Bandung: Nuansa.
Satya, V. E. (2018). Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0. Retrieved From
Shaepudin, B. S. (n.d.). Revolusi Industri 4.0 , Apakah Itu? Dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Pendidikan. Retrieved from http://disdikkbb.org/?news=revolusi-industri-4-0-apakah-itu-dan-pengaruhnya-terhadap-dunia-pendidikan.
Sudjana, D. 2000.  Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production.
Tilaar, H. A. R. 2006. Stadarisasi Pendidikan Nasional.  Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
Wenger. 2004. Beyond Teaching and Learning. Bandung: Nuansa.



PEMBELAJARAN SEJARAH PADA ERA ROVOLUSI INDUSTRI 4.0










Oleh:
Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.
Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah Provinsi Sulawesi Tenggara
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Sulawesi Tenggara
&
Guru Besar pada Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP
Universitas Halu Oleo






Makalah
Disajikan pada Seminar Nasional Tantangan dan Masa Depan Pembelajaran Sejarah di Era-Revolusi Industri 4.0 yang dilaksanakan di Kendari pada tanggal 2 Maret 2020 di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Tenggara











PANTIA SEMINAR NASIONAL
ASOSIASI GURU SEJARAH INDONESIA (AGSI)
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar