PELESTARIAN
SEJARAH DAN BUDAYA DI KABUPATEN
KOLAKA
UTARA
Oleh:
Anwar Hafid
A.
Pendahuluan
Keberagaman kebudayaan daerah merupakan
kekayaan dan identitas bangsa yang sangat diperlukan untuk memajukan Kebudayaan
Nasional Indonesia di tengah dinamika perkembangan dunia bahwa untuk memajukan
Kebudayaan Nasional Indonesia, diperlukan langkah strategis berupa upaya
Pemajuan Kebudayaan melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan
Pembinaan guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaulat secara politik,
berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam Kebudayaan;
Pasal 30 UU No. 5 tahun 2017 menyatakan
bahwa (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah harus melakukan
pengembangan objek pemajuan kebudayaan, (2) setiap orang dapat melakukan
pengembangan objek pemajuan kebudayaan, (3) pengembangan objek pemajuan
kebudayaan dilakukan dengan cara: (a) penyebarluasan, (b) pengkajian, dan (c)
pengayaan keberagaman.
Selanjutnya
beberapa istilah yang terkait dengan pemajuan kebudayaan diuraikan dalam
undang-undang tersebut. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat. Kebudayaan Nasional Indonesia
adalah keseluruhan proses dan hasil interaksi antar-Kebudayaan yang hidup dan
berkembang di Indonesia. Pemajuan Kebudayaan adalah upaya meningkatkan
ketahanan budaya dan kontribusi budaya Indonesia di tengah peradaban dunia
melalui Pelindungan, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan.
Pelindungan
adalah upaya menJaga keberlanjutan Kebudayaan yang dilakukan dengan cara
inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, penyelamatan, dan publikasi.
Pengembangan adalah upaya menghidupkan ekosistem kebudayaan serta meningkatkan,
memperkaya, dan menyebarluaskan Kebudayaan. Pemanfaatan adalah upaya
pendayagunaan Objek Pemajuan Kebudayaan untuk menguatkan ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan dalam mewujudkan tujuan
nasional.
Pembinaan
adalah upaya pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kebudayaan, lembaga Kebudayaan,
dan pranata Kebudayaan dalam meningkatkan dan memperluas peran aktif dan
inisiatif masyarakat. Objek Pemajuan Kebudayaan adalah unsur kebudayaan yang
menjadi sasaran utama pemajuan kebudayaan.
Pokok
Pikiran Kebudayaan Daerah adalah dokumen yang memuat kondisi faktual dan
permasalahan yang dihadapi daerah dalam upaya Pemajuan Kebudayaan beserta
usulan penyelesaiannya. Strategi Kebudayaan adalah dokumen tentang arah
Pemajuan Kebudayaan yang berlandaskan pada potensi, situasi, dan kondisi
Kebudayaan Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional. Setiap Orang adalah
orang perseorangan, kelompok orang, orgamsasi masyarakat, dan/atau badan usaha
yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum.
Berdasarkan
pemikiran tersebut, maka nilai-nlai yang terdapat pada budaya Patowonua
mengandung nilai persatuan, nilai tenggang rasa, dan nilai
menghargai prestasi. Nilai-nilai tersebut dapat dijumpai bersama 18 nlai
karakter yang dikembangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dewasa
ini.
Pelestarian dan pengembangan senia budaya tersebut,
menajdi suata keharusan bagi orang tua, tokoh masyarakat, dan guru, yang ada di
Kabupaten Kolaka
Utara, jika generasi muda di daerah ini diharapkan tidak
tercabut dari akar budayanya yang penuh persatuan, kedamaian, dan kretativitas.
B.
Nasionalisme
Budaya
Beberapa orang berpendapat bahwa dewasa ini terjadi
proses nasionalisme budaya. Makna kata tersebut bahwa semakin kita hidup dalam
zaman global dan menjadi saling bergantung secara ekonomi, tetapi kitapun
semakin bertindak manusiawi, semakin menegaskan kekhasan kita, semakin ingin
mempertahankan bahasa kita, dan berpegang teguh pada akar dan kebudayaan kita.
Menurut Dryden dan Vos (2000) walaupun orang Eropa bergabung secara ekonomi,
tetapi bangsa Jerman akan semakin Jerman, dan bangsa Perancis semakin Perancis.
Kenyataannya, bahwa semakin berkembangnya teknologi, semakin subur pula upaya
melestarikan warisan budaya dalam berbagai jenisnya. Dalam komunitas individual
yang mengilhami arah baru masyarakat Patowonua, khususnya di antara
kelompok-kelompok masyarakat, kita akan melihat prakarsa budaya yang akan
berkembang dan peningkatan harga diri yang luar biasa.
Telah disadari banyak pihak bahwa salah satu prinsip
manajemen dalam menghadapi polarisasi adalah berpola pada budaya. Para manajer
dalam era modern makin memahami pentingnya budaya dalam pengembangan sumber
daya manusia. Namun harus diakui bahwa perubahan budaya tidak dihasilkan secara
langsung melalui upaya untuk mengubah budaya itu sendiri, tidak pula melalui
pelatihan budaya, pencatatan sejumlah nilai dan keyakinan, atau perintah kepada
orang lain untuk berbudaya. Suatu hal yang pasti bahwa nilai-nilai budaya harus
mampu diinternalisasikan dalam setiap aktivitas sosial masyarakat, sehingga
dapat dengan mudah diadopsi oleh anak sebagai peserta didik atau generasi
pelanjut yang akan mengembangkan kebudayaan itu baik dalam bentuk invensi
maupun melalui proses akulturasi.
Secara
sosio-psikologis, budaya masyarakat Patowonua dewasa ini memiliki ciri-ciri
umum, yang berpotensi besar sebagai pendorong pembangunan daerah. Ciri-ciri itu,
adalah:
1.
Memiliki
naluri untuk hidup bertetangga secara baik
2.
Mempunyai
keinginan dan sikap kerja sama dalam bentuk gotong royong.
3.
Memiliki
sikap kekerabatan yang dicerminkan dalam solidaritas dan tenggang rasa terhadap
sesama.
4.
Rukun
dalam kehidupan, mau bermusyawarah untuk mencapai kesepakatan.
5.
Memiliki semangat
juang, ulet, tahan uji, dan penyabar.
6.
Menghormati
orang lain yang memiliki status sosial yang lebih tinggi di masyarakat atau
lingkungan kerjanya.
Timbul pertanyaan: apakah ciri-ciri yang
diangkat dari budaya Masyarakat Patowonua pada masa transisi 2019 ini dapat
digunkan dalam kehidupan modern? Bagaimana cara mentransformasikannya dalam
kehidupan Masyarakat Patowonua pada tata pergaulan berbangsa dan pergaulan
antar bangsa dalam era global?
Jawabannya bisa dijelaskan dengan
mencoba meminjam pada kenyataan hidup masyarakat Cina Perantauan seperti
dikatakan oleh Naisbitt (1997) yaitu bekerja keras dan hemat sebagai ciri
menonjol dalam diri orang-orang Cina. Mereka
bekerja dengan menggantungkan diri pada keberanian, keahlian, dan jiwa
wirausaha. Salah seorang Cina Perantauan dari Malaysia Robert Kuok, menyatakan:
sebagai anak-anak kami belajar nilai-nilai moral, terutama nilai moral
Konfusian. Istilah seperti: integritas bisnis, kehormatan, kata-katamu adalah
ikatanmu, sering digunakan oleh orang tua dan mengendap dalam dada generasi
muda. Demikian pula moralitas mulut, harus dijaga, yaitu: tidak boleh berbicara
buruk mengenai orang lain.
Jika
kesamaan ciri budaya Cina tersebut yang ada pada unsur-unsur budaya Patownua
dapat diaplikasikan, bukan suatu hal yang naif jika kemajuan masyarakat Patowonua
2030 dapat terwujud, yang pasti bahwa unsur-unsur budaya inovatif telah
terintegrasi dalam beberapa budaya 4 Mokole yang ada di Kolaka Utara, yaitu:
Orang Rahambuu/Lelewawo melekat jiwa agraris-maritim, Orang Waworuo/Latou
melekat jiwa petualangnya, Orang Kodeoha melekat jiwa patriotis dalam
mengembangkan budaya, dan Wonua Watunohu melekat jiwa agraris.
Potensi
inovatif dari masing-masing komunitas yang ada di Patowonua saat ini, harus
dipandang sebagai suatu potensi dan peluang, bukan tantangan dan hambatan
pembangunan menuju kesejahteraan Masyarakat Kolaka Utara 2030.
Selain adanya
ciri-ciri tersebut, Masyarakat Patowonua di era 2019 dipengruhi pula oleh
sifat-sifat atau budaya seperti digambarkan oleh Teori X dan Teori Y. Di antara
individu Masyarakat Patowonua dewasa ini, terdapat sikap malas, tidak
bertanggung jawab, tidak kreatif, dan hanya bekerja sekedar untuk hidup. Pada
sisi lain ciri Teori Y dapat dijumpai seperti bekerja sebagai suatu kesenangan
atau permainan (works is a play), bertanggung jawab, kreatif, dan bekerja tidak
hanya untuk mencari kepuasan fisik, melainkan juga sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri (Sudjana, 2000).
Dalam memposisikan budaya Masyarakat
Patowonua dewasa ini untuk dijadikan landasan menuju kemajuan, maka tidak
berlebihan kiranya melihat teori Z yang muncul menyertai pembangunan ekonomi
Jepang. Teori ini dikembangkan oleh William G. Ouchi antara lain menyatakan
bahwa orang Jepang terbiasa hidup berdekatan secara harmonis dengan tetangga.
Karena itu orang Jepang memiliki kehidupan yang lebih terbuka sehingga sedikit
sekali rahasia kehidupan pribadi yang tersembunyi. Budaya inilah yang menjadi
faktor penyebab orang Jepang cepat maju, sesuai dengan kemampuan dan peluang
masing-masing, dapat bekerja sama dengan orang lain secara harmonis, dan dapat
menekan sekecilmungkin terjadinya benturan antar kepentingan masing-masing
individu atau kelompok. Sosial budaya masyarakat Jepang memberikan kontribusi
positif terhadap kemajuan pembangunan bangsanya.
Ciri yang dimiliki masyarakat Jepang
dapat dijumpai dalam budaya masyarakat di Wilayah Patowonua dewasa ini, seperti
terlihat dari keragaman suku bangsa yang ada di Wilayah Patowonua merupakan
suatu penanda adanya sikap keterbukaan masyarakat setempat menerima orang luar
bersama dengan budayanya. Selama ini, tidak ditemukan benturan sosial yang berarti
baik antar kelompok-kelompok masyarakat setempat maupun dengan kelompok
masyarakat pendatang. Kondisi ini, merupakan salah satu indikator yang dapat
berpengaruh positif terhadap kemajuan pembangunan daerah di masa depan.
Pertanyaannya sekarang: bagaimana memanfaatkan kondisi ini secara efektif dan
efisien dalam pembangunan masyarakat Kolaka Utara yang maju dan berbudaya.
Di negara Industri baru Korea Selatan
muncul Teori W yang dikembangkan oleh Myon-Woo Lee. Teori ini menekankan bahwa
pengembangan budaya teknologi dan industri khusus Korea Selatan, untuk
mengantarkan negara ini menjadi salah satu adidaya ekonomi dunia. Ia
menyarankan perlunya upaya mengoptimalkan penggunaan budaya, keunggulan
geografis, karakteristik penduduk, sumber daya alam, dan kreativitas masyarakat
dalam menjadikan Korea Selatan sebagai salah satu pusat ekonomi paling maju di
dunia.
Ciri yang menjadi dasar kemajuan Korea
Selatan jika dikaji dari unsur-unsur budaya masyarakat Patowonua dapat
ditemukan beberapa persamaan. Budaya dari berbagai suku bangsa merupakan
potensi besar memiliki unsur-unsur inovatif untuk memacu percepatan pembangunan
daerah, penduduk yang memiliki latar belakang sosial budaya yang berbeda
didukung oleh sikap toleransi yang tinggi merupakan modal besar untuk
mewujudkan suatu perpaduan unsur-unsur budaya yang dapat melahirkan budaya
besar seperti halnya yang terjadi di Mesir Kuno, dan Yunani Kuno. Sumber daya
alam baik di darat dan di laut merupakan daya dukung yang cukup strategis
didukung pula oleh adanya potensi untuk mengembangkan sikap kreativitas yang
telah dimiliki oleh sebagaian individu dan kelompok masyarakat seperti
ditunjukkan oleh para perajin dan petani dari berbagai komunitas yang ada.
Beberapa
kendala kultural dalam Masyarakat Patowonua antara lain:
1.
Rendahnya disiplin
dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Kreativitas masih
rendah terutama dalam bidang IPTEK
3.
Kurang tegas dalam
bersikap terhadap sesuatu sehingga sulit membedakan antara yang baik dan tidak
baik, setuju dan tidak setuju.
4.
Fluralitas
masyarakat Patowonua dalam sosial budaya (dialek bahasa dan adat-istiadat)
5.
Munculnya
gejala penurunan sikap solidaritas sosial dalam kehidupan masyarakat.
6.
Menurunnya
rasa percaya diri kepada orang lain.
Tantangan sosial
budaya dalam bentuk pluralitas masyarakat Patowonua, tidak hanya berkaitan
dengan budaya, tetapi juga dimensi sosial, politik dan ekonomi. Meskipun
kesatuan social budaya telah terbentuk ratusan tahun, pluralitas masyarakat
kurang dimanfaatkan sebagai potensi yang dapat didinamisasikan untuk memacu
pembangunan. Kebijakan pembangunan selama ini termasuk pembangunan daerah
justru terkesan menjadikan masyarakat yang majemuk menjadi suatu masyarakat
yang mengarah pada bentuk uniformitas. Dampak dari kebijakan tersebut, adalah
meningkatnya semangat egosentrisme.
Gejala ini
terjadi karena masyarakat kurang begitu percaya pemimpin dari daerah lain akan
dapat membawa kesejahteraan bagi diri dan daerahnya. Rasa saling tidak percaya
ini, telah menjadi kendala yang serius dalam mewujudkan kesejahteraan yang
didukung oleh manusia-manusia yang melek teknologi dan industry.
C.
Upaya Pemajuan
dan Pengembangan Budaya Daerah
Dewasa ini upaya pemajuan
kebudayaan dipandang sangat penting dalam rangka mempertahankan identitas
budaya dan jati diri sebagai suatu etnis atau sub-etnis. Bagi masyarakat
Patowonua sebagai suatu kelompok etnis yang memiliki sub-etnis wajib
melestarikan dan mengembangkan budayanya sesuai UU No. 5 tahun 2017, yang bertujuan
untuk:
1.
Mengembangkan
nilai-nilai luhur budaya bangsa;
2.
Memperkaya
keberagaman budaya;
3.
Memperteguh
jati diri bangsa;
4.
Memperteguh
persatuan dan kesatuan bangsa;
5.
Mencerdaskan
kehidupan bangsa;
6.
Meningkatkan
citra bangsa;
7.
Mewujudkan
masyarakat madani;
8.
Meningkatkan
kesejahteraan rakyat;
9.
Melestarikan
warisan budaya bangsa; dan
10.
Mempengaruhi
arah perkembangan peradaban dunia, sehingga kebudayaan menjadi haluan
pembangunan nasional.
Masyarakat Patowonua yang meliputi empat
Mokole atau tersebar pada empat kelompok komunitas (Lelewawo, Waworuo/Latou,
Kodeoha, dan Watunohu). Keempat Mokole
ini menyimpan peninggalan sejarah dan budaya dari jejak para leluhurnya. Jejak
serjarah dan budaya tersebut dapat menjadi objek pemejuan kebudayaan
sebagaimana amanah UU No. 5 tahun 2017, yang mengidentifikasi objek pemajuan kebudayaan
meliputi:
a.
Tradisi
lisan;
b.
Manuskrip;
c.
Adat
istiadat;
d.
Ritus;
e.
Pengetahuan
tradisional;
f.
Teknologi
tradisional;
g.
Seni;
h.
Bahasa;
i.
Permainan
rakyat; dan
j.
Olahraga
tradisional.
Bagi Masyarakat Patowonua dapat
diidentifikasi obyek pemajuan kebudayaan, meliptui: Adat istiadat, ritus,
pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan permainan
rakyat.
1.
Adat
istiadat, meliputi: adat perkawinan,
2.
Ritus,
meliputi: Mosehe Wonua, Pembukaan Lahan/pertanian, Upacara Pascapanen.
3.
Gambar 1. Suasana Upacara Mosehe Wonua
4.
Pengetahuan
tradisional, meliputi: Sistem perladangan, pertanian sawa, perkebunan coklat,
pengetahuan astronomi, tanaman obat dan pengobatan tradisional.
Sukora adalah ilmu
ramalan dukun dalam memberi diagnosis terhadap
penderita penyakit untuk mengetahui berbagai hal tentang sipenderita (lihat
gambar).
Gambar 2. Sukora
Keterangan:
1.
Tanda + Posisi Matahari
2.
Tanda –
Posisi
Bulan
3.
Tanda Petunjuk
Arah
Perhitungan.
Seorang
penderita yang mulai jatuh sakit pada terbit bulan di langit:
1.
1,
10, 19, 28 Simbolnya
adalah Akoi (Ino’akoi) artinya cara pengobatannya adalah
dengan upacara sesajen pada roh halus, jin dan setan
yang diduga mengganggunya sehingga yang bersangkutan jatuh sakit.
2. 2, 11, 20, 29 Simbolnya adalah Pepeowai
artinya cara pengobatannya harus kepada Dukun.
3. 3, 12, 21, 30 Simbolnya adalah Elengua
artinya penyakit sipenderita akan semakin bertambah parah kemungkinan tidak tertolong.
4. 4, 13, 22 Simbolnya adalah Kedadoha
artinya sipenderita akan semakin parah akibat ada tambahan penyakit lain.
5. 5, 14, 23 Simbolnya adalah Waraka
artinya sipenderita akan segera sembuh dari penyakit.
6.
6,
15, 24 Simbolnya
adalah Gaugaura artinya sihir orang .
7.
7,
16, 25 Simbolnya
adalah Mondudali artinya kesetanan.
8. 8, 17, 26 Simbolnya adalah Rarambate
artinya penyakit tidak terlalu parah hanya saja sipenderita terlalu manja.
9. 9, 18, 27 Simbolnya adalah Bara’asala
artinya menginjak
sihir secara tidak sengaja yang disimpan
seseorang untuk orang lain (Al-Ashur, 2000).
Bilangari biasanya terbuat dari
lempengan kayu tipis berukuran kecil yang khusus dibuat, di dalamnya terdapat
35 kotak kecil berukuran sama yang pembuatannya dengan cara digores menggunakan
ujung pisau yang tajam. Semua kotak yang tersedia, ada yang berisi gambar, dan ada pula yang kosong, masing-masing
mempunyai arti sendiri-sendiri. Kegunaannya adalah pedoman untuk menentukan
hari/jam yang baik untuk bepergian, perang, pindah rumah, berburu, mencari
orang yang hilang dan menagih piutang.
Gambar 3. Bilangari
Gambar 3. Bilangari
Model B (Umum)
Keterangan:
Bilangari jenis ini digunakan semua aliran sebagai kalender harian
dalam seminggu selama 12 jam sehari, dengan penjelasan sebagai berikut:
1: Jum’at, 2: Sabtu, 3:
Ahad, 4: Senin 5:
Selasa 6: Rabu 7: Kamis
Lima jenis
gambar/lambang, masing-masing berarti:
1.
Lambang Kosong/bersih
2. Lambang Berisi
3. Lambang + Hidup/Umur Panjang
4.
Lambang Mayat
5. Lambang = Pulang Pokok
Terdapat 12 Jam dalam sehari yang dipedomani (khusus pagi sampai dengan sore hari), yaitu:
A.
Jam 06.00-08.00
B.
Jam 08.01-11.00
C.
Jam 11.01-12.59
D.
Jam 13.00-15.00
E.
Jam 15.01-18.00
(Tarimana, 1985; Al-Ashur, 2000).
k.
Teknologi
tradisional, meliputi: pengolahan sagu, pengolahan sawa, pembuatan perahu,
pembuatan alat tangkap ikan (pancing, bubu, jarring/pukat), pembuatan atap,
pembuatan wadah dari kayu yang berukir (Topi dan Soronga).
Senjata tradisional
Masyarakat Patowonua yang paling utama adala ta’awu (parang panjang), kanta (perisai/ penangkis senjata), karada (tombak), kasai (tombak berkait). Alat-alat senjata ini khusus dipakai oleh
kaum pria. Senjata untuk kaum wanita adalah o
piso (pisau). Adapun keris juga dipakai untuk senjata, tetapi alat ini
bukan hasil memandai masyarakat Patowonua. Mereka membelinya dari luar masyarakat Patowonua.
SENI, MELIPUTI:
SENI SUARA, SENI TARI, SENI UKIR
HASA, meliputi:
Bahasa Tolaki (Dialek Rahambuu, Bahasa Tolaki Dialek Kodeoha)
Sebagai evidensi kekeluargaan rumpun
bahasa
Tolaki, maka berikut diberikan contoh beberapa perbandingan kata:
Tabel 1
Perbandingan Bahasa
Melayu/Indonesia dengan Rumpun Bahasa Tolaki
No
|
Bahasa Melayu/ Indonesia
|
Bahasa Tolaki/ Konawe
|
Bahasa Tolaki/ Mekongga
|
Bahasa Tolaki/ Kodeoha
|
Bahasa Tolaki
/Rahambuu
|
1
2
3
4
5
|
Lalat
Kutu
Asu
Ikan
Kerbau
|
O’lale
O’kutu
O’dahu
O’ika
Kiniku
|
Lale
Timo
Dahu
Wete
Karambau
|
O lale
O kutu
O dahu
O wete
Karabau
|
O kake
O kutu
O ahu
O wete
Karambau
|
6
7
8
9
10
|
Pisang
Pepaya
Mangga
Asam
Pinang
|
O’pundi
Kapaya
Taipa
Sambalu
Inea
|
Pundi
Kappaea
Taipa
Sambalaki
O wua
|
O pudi
Kaliki
Taipa
Posukai
Niwule
|
O pundi
Kaliki
Taipa
Po’oloi
Niwule
|
11
12
13
14
15
|
Menahan
Memukul
Memikul
Mendorong
Menjunjung
|
Mo-ndaha
Molanggu
Morongo
Mebusu
Moso’u
|
Mondaa
Mowanggu
Molemba
Mesoro
Mosou
|
Modaha/Patahae
Mosaga/Meposaga
Moleba
Mosoro/busuge
Mosou
|
Mondaa
Molanggu
Mombooha
Mesuru
Mondanggeulu
|
16
17
18
19
20
|
Makan
Minum
Lari
Duduk
Tidur
|
Mongga
Mo-inu
Loloya
Mererehu
Moiso
|
Monggaa
Moinu
Molasu
Mendotoro
Moturu
|
Moga’
Moinu
Molasu/Lumoloiya
Medotoro
Moiso
|
Mongga
Moinu
Lumoloija
Kototoro
Moturu
|
21
22
23
24
25
|
Manis
Pahit
Asin
Asam
Tawar
|
Momami
Mopahi
Mopa’i
Mosilu
Motewe
|
Mesiu
Mopai
Moahi
Mosilu
Motewe
|
Mesiu
Mopai
Mopege
Mosuka
Motewe
|
Misiu
Mopai
Moahi
Mosilu
Motewe
|
Sumber
Wawancara: Asmuddin (Konawe), Munaser Arifin (Mekongga), Hasrianda (Kodeoha),
dan Hanise (Lelewawo)
Tabel 2
Persebaran Bahasa Bungku Tolaku, Rumpun, Sub-Rumpun, dan Dialek
KETURUNAN
|
FAMILI
|
SUBFAMILI
|
BAHASA/DIALEK
|
BUNGKU TOLAKI
STOCK
|
BUNGKU FAMILI
|
1.
MORONENE
a.
Moronene
b.
Tokotu’a
|
|
|
Kulisusu Subfamili
|
2.
TALOKI
|
|
3.
KULISUSU
|
|||
4.
KORONI
|
|||
|
5.
WAWONII
a.
Wawonii
b.
Menui
|
||
6.
BUNGKU
a.
Landawe
b.
Tulambatu
c.
Waia
d.
Torete
e.
Bungku
f.
Routa
|
|||
MORI FAMILI
|
7.
BAHONSUAI
|
||
|
Mori subfamily
|
8.
MORI BAWAH
Rangkaian Dialek
|
|
9.
PADOE
|
|||
10. MORI ATAS
Rangkain Dialek
|
|||
|
11. TOMADINO
|
||
TOLAKI FAMILI
|
Tolaki Subfamili
|
12. WARU
a.
Waru
b.
Lalomerui
|
|
13. TOLAKI
a.
Asera
b.
Wiwirano
c.
Konawe
d.
Mekongga
Dialek Chain
e.
Laiwui
|
|||
14. RAHAMBUU
|
|||
|
15. KODEOHA
|
Sumber: Mead 1999
PERMAINAN RAKYAT, meliputi: (1) permainan menangkap binatang liar, (2) permainan
ketangkasan fisik, (3) permainan
keseimbangan badan, (4) permainan otot, (5) permainan
otak.
PERMAINAN MENANGKAP BINATANG LIAR
Gambar 30.Berburu
Rusa Menggunakan Kuda Gambar 31. Memasang Jerat
untuk Menangkap Ayam
Hutan/Burung
Gambar 32. Majjaba
Gambar 33.
Mappije
PERMAINAN KETANGKASAN FISIK:
Osuke
Maggale
Mallogo
Massallo
Mappasajang
Mebangnga
Maggecci Mappolo Becceng
Massantok
Maggunrece
Maccobbu/Mahhenggong
Nange
Mabbaguli Mpellung ri Saloe/Tasie
PERMAINAN KESEIMBANGAN TUBUH
Marraga/Maddaga
Maggasing
Mallonggak/Maddonggak Majjekaa
PERMAINAN OTOT
Maddanda Pacuan
Kuda
Massempe Mallanca
Mammenca
Mappatumpu Tedong
PERMAINAN OTAK
Maggalaceng
E. Penutup
Keberadaan kelomok-kellompok masyarakat di wiilayah
Kolaka Utara sejak adanya kativitas manusia di wilayah ini yang dibuktikan
peninggalan materian dan nonmaterial merupakan fakta kepada generasi sekarang
untuk dapat menggali, melesatarikan dan mengembangkan unsur budaya yang
memiluki nilai positif. Keberadaan mereka berdasarkan fakta yang diperoleh
telah cuku tua, namun masih perlu ditelusuri lebih jauh melalui kajian artepak
terutama tinggal-tinggal yang ada dalam gua bersejarah yang bertebaran di
wilayah Kolaka Utara ini.
Perjalanan sejarahnya sejak terbentuknya
kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Patowonua ini, kemudian datangnya
gelombang migrasi selanjutnya pada zaman kerajaan-kerajaan tradisional, sampai
dengan era kemerdekaan yang semakin meningkatkan arus imigrasi di Kolaka Utara,
justru semakin memperkaya dan menumbuh-kembangkan hubungan kekerabatan yang
terjalin melalui perkawinan, dan tidak meninggalkan data tentang adanya gesekan
yang berarti antar etnik yang ada. Kenyataan itu terjadi, karena adanya benang
merah yang darikt/dipintal dari kelompok-kelompok etnik yang ada, sehingga membentuk
rumpun yang memiliki pertalian darah dan perkawinan sehingga merupakan suatu
jalinan etnis besar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
T. dkk. 1999. Membangun Masyarakat Madani
Menuju Indonesia Baru Milenium ke-3. Yogyakarta: Aditya Media.
Capra,
F. 1998. Titik Balik Peradaban: Sains,
Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Dryden,
G dan Vos, J. 2000. Revolusi Cara
Belajar: The Learning Revolution. Bandung: Kaifa.
Hafid, Anwar; Sulaeman, Abdul
Rauf; Ahmad; Hasan, Hasni. 2019. Kajian Pengembangan Kebudayaan di Kabupaten Bombana. Laporan Penelitian
Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Halu Oleo Dengan Pemerintah Kabupaten Bombana.
Naisbitt,
J. 1997. Megantrends Asia: Delapan
Megantren Asia yang Mengubah Dunia. Jakarta: Gramedia.
Sudjana,
D. 2000. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan
Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah
Production.
Tarimana,
A. 1989. “Budaya Kepemimpinan Tolaki dan Sumbangannya terhadap Pembangunan Desa
(Gersamata) di Sulawesi Tenggara”. Makalah
disampaikan dalam Seminar tentang
Kepemimpinan Menurut Budaya Sulawesi Tenggara dan Kaitannya dengan Pembangunan
Daerah/Nasional. Kendari: FISIP-Unsultra, 23 November 1989.
Tilaar,
H.A.R. 1999a. Pendidikan, Kebudayaan, dan
Masyarakat Madani. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tilaar,
H.A.R. 1999b. Beberapa Agenda Reformasi
Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera.
Toynbee,
A.J. 196. A Study of History. London:
Oxpord University Press.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017. Tentang Pemajuan Kebudayaan. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
Wertheim,
W.F. 1999. Masyarakat Indonesia dalam
Transisi: Studi Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacara.
PELESTARIAN
SEJARAH DAN BUDAYA
DI
KABUPATEN KOLAKA UTARA
Oleh:
Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.
Ketu Umum Masyarakat
Sejarawan Indonesia (MSI)
Cabang Sulawesi
Tenggara/Guru Besar pada Jurusan Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Halu Oleo
Makalah
Disajikan
pada Seminar
Adat Budaya Mokole Kolaka Utara Tahun 2019 yang dilaksanakan pada Hari
Kamis, 24 Oktober 2019 di Gedung IslamicCenter Lasusua
PANTIA SEMINAR
ADAT BUDAYA
MOKOLE KOLAKA UTARA
LASUSUA
2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar