Rabu, 03 Juni 2020

SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM

DI INDONESIA

 

 

 

 

 

 

Oleh:

Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.

 

 

 

 

 

Makalah

Disajikan pada Musyawarah Guru Mata Pelajaran dalam rangka Penyusunan Kurikulum Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kendari, tanggal 18 Juli 2013.

 

 


 

 

 

PANITIA PELAKSANA

MGMP MADRASAH ALIYAH NEGERI 1

KENDARI

2013







SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM

DI INDONESIA

Oleh: Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.


A.Pengertian Kurikulum
Dalam banyak literatur, kurikulum diartikan sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Pengertian  kualitas pendidikan di sini mengandung makna bahwa kurikulum sebagai dokumen merencanakan kualitas hasil belajar dan proses pendidikan yang harus dimiliki dan dialami peserta didik. Kurikulum dalam bentuk fisik iniseringkali menjadi fokus utama dalam setiap proses pengembangan kurikulum karena menggambarkan ide atau pemikiran para pengambil keputusan yang digunakan sebagai dasar bagi pengembangan kurikulum sebagai suatu pengalaman.
Aspek yang tidak terungkap secara jelas tetapi tersirat dalam definisi kurikulum sebagai dokumen adalah bahwa rencana yang dimaksudkan dikembangkan berdasarkan suatu pemikiran tertentu tentang kualitas pendidikan yang diharapkan. Perbedaan pemikiran atau ide akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kurikulum yang dihasilkan, baik sebagai dokumen maupun sebagai pengalaman belajar Pengertian kurikulum berdasarkan UU No 20 tahun 2003 pasal 19 ayat 1 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B.Sejarah Kurikulum Indonesia
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia sering mengalami perubahan setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang ideal. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan sebanyak 10 kali, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013.
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkanlandasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945.Berikut kurikulum-kurikulum yang pernah dan sedang diterapkan di dalam sistem pendidikan di indonesia.

1.  Rentjana Peladjaran 1947
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah leer plan. Dalam bahasa Belanda, artinya rencana pelajaran, lebih popular ketimbang curriculum (bahasa Inggris). Perubahan kisi-kisi pendidikan lebih bersifat politis: dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Rencana Pelajaran 1947 baru dilaksanakan sekolah-sekolah pada 1950. Sejumlah kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, plus garis-garis besar pengajaran. Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikiran. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
Saat itu kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Peladjaran 1947 yakni sebutan kurikulum saat itu merupakan pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan, maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dengan bangsa.  Pendidikan berubah dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Rentjana Peladjaran 1947 baru dilaksanakan di sekolah pada 1950.
Bentuknya memuat dua hal pokok, yaitu: (1)  Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya,  serta (2) garis-garis besar pengajaran.
Rentjana Peladjaran 1947 mengutamakan: pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.

2. Rentjana Peladjaran Terurai 1952
Setelah Rentjana Peladjaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan yang diberi nama Rentjana Peladjaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional, lebih merinci dan silabus mata pelajarannya jelas sekali. Ciri yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran yang disebut Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. seorang guru mengajar satu mata pelajaran”.

3.Rentjana Pendidikan 1964
Di penghujung era Presiden Soekarno, muncul Rencana Pendidikan 1964 atau Kurikulum 1964. Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: (1) moral, (2) kecerdasan, (3) emosional/artistik, (4) keprigelan (keterampilan), dan (5) jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah penekanan pada pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana.

4. Rencana Pendidikan 1968 atau Kurikulum 1968
Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis:  mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok saja. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap jenjang pendidikan.
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterapilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
Kurikulum 1968 bertujuan membentuk manusia pancasila sejati yang menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran kelompok  pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.

5.Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. “Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: Petunjuk Umum, Tujuan nstitusional,  Tujuan Kurikuler, Tujuan Instruksional Umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Dalam kurikulum ini menggunakan pendekatan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), mengarah kepada tercapainya tujuan spesifik, yang dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa. Dalam pelaksanaannya banyak menganut psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon dan latihan.
Pada kurikulum 1975 fokus pelajaran pada matematika, pancasila dan kewarganegaraan. Menurut kurikulum ini, dalam menyusun kurikulum, perlu memperhatikan Tujuan Instruksional Umum (TIU), dan Tujuan Instruksional Khusus, baru kemudian langkah pembelajaran dan isi pelajaran yang mau diajarkan. Dalam merumuskan TIK, harus sampai pada kemampuan siswa untuk dapat melakukan sesuatu setelah mereka mempelajari bahan tertentu.
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itulah pada tahun 1984 pemerintah menetapkan pergantian kurikulum 1975.

6.Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA. Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Pendekatan CBSA di dalam kelas terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara aktif). Hanya saja kadar keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat inidikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa.Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Paraguru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuaidengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
1.    Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkanterbentuknya pengetahuan.
2.    Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkanterbentuknya keterampilan
3.    Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan
Pendekatan CBSA sangat mempengaruhi bagaimana para guru merencanakan pembelajaran dan juga menyajikan pelajaran di kelas. Yang khas pada zaman itu adalah dalam mengajarkan, siswa harus diajak aktif, melakukan aktivitas yang nyata. Maka model siswa melakukan eksperimen, mengerjakan soal, melakukan proyek bersama sangat menonjol. Dalam mengajarkan suatu teori, guru perlu membantu siswa untuk mencermati proses terjadinya. Proses menemukan teori inisangat penting karena dengan demikian siswa diharapkan sungguhmengerti secara mendalam. Kesulitan yang kadang muncul adalah seringguru membiarkan siswa bergulat dengan proses, dan tidak membantusiswa sampai menemukan yang dicari. Maka banyak siswa tidak mencapai kompetensi yang diharapkan sehingga muncul sindiran, CBSA= cah bodo saya akeh (anak yang bodoh semakin banyak).

7. Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya.  Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984.  Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah materi.
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
1.    Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan, diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
2.    Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
3.    Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
4.    Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
5.    Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa.
6.    Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
7. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul permasalahan. Kurikulum 1994 yang berorientasi pada isi, menekankan pada banyaknya bahan yang diajarkan di SMA. Oleh karena bahan yang diajarkan sangat banyak, dan waktunya sering tidak cukup, maka muncullah model pembelajaran ceramah ketat dan hafalan. Meskipun bahan selesei, tetapi siswa tetap tidak mengetahui bahan itu.
Permasalahan ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1999. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan  prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu;
1.    Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsiyang tepat antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
2.    Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaransubstansi materi pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
3.    Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan, materi, proses pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasaranatermasuk buku pelajaran.

8.Kurikulum 2004
Kurikukum yang dikembangkan pada tahun 2004 diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah dan sekaligus menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.
Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dasar  pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut:
a.  Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatudalam berbagai konteks. 
b.    Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
c.    Kompeten merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
d.   Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. KBK memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individualmaupun klasikal.
2.    Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes ) dan keberagaman.
3.    Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan danmetode yang bervariasi.
4.    Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnyayang memenuhi unsur edukatif.
5.    Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.
6.    Struktur kompetensi dasar KBK ini dirinci dalam komponen aspek,kelas dan semester.
7.    Pernyataan hasil belajar ditetapkan untuk setiap aspek rumpun pelajaran pada setiap level.
8.    Setiap hasil belajar memiliki seperangkat indikator.
9.    Guru akan menggunakan indikator sebagai dasar untuk menilai apakahsiswa telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan.
Contoh: Dalam bidang fisika, kurikulum juga disusun dengan pertama-tama memperhatikan kompetensi fisika apa yang perlu dikuasai siswa dalammempelajari topik fisiska tertentu. Setelah ditentukan kompetensi yang perlu dipunyai siswa, barulah dicari indikator pencapaiannya, dan dipilih bahan yang sesuai. Jadi perencanaan kurikulum fisika bukan mulei dari bahannya apa, tetapi dari kompetensi yang diharapkan apa. Dari pemerintah pusat telah dibuatkan standar kompetensi belajar fisika di SMA, guru tinggal mempelajari, memperluas, dan mengajarkannya. Yang menarik pada saat itu adalah munculnya buku-buku teks fisika lama, yang dengan cepat diganti model kompetensi. Maka siswa harus berganti buku teks yang baru. Oleh karena buku-buku lain juga diganti model KBK,maka siswa SMA harus membeli buku teks macam-macam yang banyak. Maka mulai ada keluhan tentang mahalnya buku teks di SMA.



9. Kurikulum 2006 ( Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Awal 2006 KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaandengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan Karangka Dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) di awah koordinasi dan supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor   19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun pelajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah.
Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006  tentang  Pelaksanaan SI dan SKL. Pemberlakuan KTSP,  sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain, pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional. Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite sekolah serta bila perlu para ahli dari  perguruan tinggi setempat. Dengan keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat.

10. Kurikulum 2013
a. Karakteristik kurikulum berbasis kompetensi 2013 adalah:
1) Isi atau konten kurikulum adalah kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) mata pelajaran dan dirinci lebih lanjut ke dalam Kompetensi Dasar (KD).
2) Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorial mengenai kompetensi yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas, dan mata pelajaran
3) Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari peserta didik untuk suatu mata pelajaran di kelas tertentu.
4) Penekanan kompetensi ranah sikap, keterampilan kognitif, keterampilan psikomotorik, dan pengetahuan untuk suatu satuan pendidikan dan mata pelajaran ditandai oleh banyaknya KD suatu mata pelajaran. Untuk SD pengembangan sikap menjadi kepedulian utama kurikulum.
5) Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris kompetensi bukan konsep, generalisasi, topik atau sesuatu yang berasal dari pendekatan “disciplinary–based curriculum” atau “content-based curriculum”.
6) Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat dan memperkaya antar mata pelajaran.
7) Proses pembelajaran didasarkan pada upaya menguasai kompetensi pada tingkat yang memuaskan dengan memperhatikan karakteristik konten kompetensi dimana pengetahuan adalah konten yang bersifat tuntas (mastery). Keterampilan kognitif dan psikomotorik adalah kemampuan penguasaan konten yang dapat dilatihkan. Sedangkan sikap adalah kemampuan penguasaan konten yang lebih sulit dikembangkan dan memerlukan proses pendidikan yang tidak langsung.
8)  Penilaian hasil belajar mencakup seluruh aspek kompetensi, bersifat formatif dan hasilnya segera diikuti dengan pembelajaran remedial untuk memastikan penguasaan kompetensi pada tingkat memuaskan (Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM dapat dijadikan tingkat memuaskan).

b. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
1) Kurikulum satuan pendidikan atau jenjang pendidikan bukan merupakan daftar mata pelajaran. Atas dasar prinsip tersebut maka kurikulum sebagai rencana adalah rancangan untuk konten pendidikan yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya di satu satuan atau jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum sebagai proses adalah totalitas pengalaman belajar peserta didik di satu satuan atau jenjang pendidikan untuk menguasai konten pendidikan yang dirancang dalam rencana. Hasil belajar adalah perilaku peserta didik secara keseluruhan dalam menerapkan perolehannya di masyarakat.
2) Standar kompetensi lulusan ditetapkan untuk satu satuan pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan. Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai Wajib Belajar 12 Tahun maka Standar Kompetensi Lulusan yang menjadi dasar pengembangan kurikulum adalah kemampuan yang harus dimiliki peserta didik setelah mengikuti proses pendidikan selama 12 tahun. Selain itu sesuai dengan fungsi dan tujuan jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta fungsi dan tujuan dari masing-masing satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan maka pengembangan kurikulum didasarkan pula atas Standar Kompetensi Lulusan pendidikan dasar dan pendidikan menengah serta Standar Kompetensi satuan pendidikan.
3) Model kurikulum berbasis kompetensi ditandai oleh pengembangan kompetensi berupa sikap, pengetahuan, keterampilan berpikir, dan keterampilan psikomotorik yang dikemas dalam berbagai mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk pengetahuan dikemas secara khusus dalam satu mata pelajaran. Kompetensi yang termasuk sikap dan ketrampilan dikemas dalam setiap mata pelajaran dan bersifat lintas mata pelajaran dan diorganisasikan dengan memperhatikan prinsip penguatan (organisasi horizontal) dan keberlanjutan (organisasi vertikal) sehingga memenuhi prinsip akumulasi dalam pembelajaran.
4) Kurikulum didasarkan pada prinsip bahwa setiap sikap, keterampilan dan pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum berbentuk Kemampuan Dasar dapat dipelajari dan dikuasai setiap peserta didik (mastery learning) sesuai dengan kaedah kurikulum berbasis kompetensi.
5) Kurikulum dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan perbedaan dalam kemampuan dan minat. Atas dasar prinsip perbedaan kemampuan individual peserta didik, kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memiliki tingkat penguasaan di atas standar yang telah ditentukan (dalam sikap, keterampilan dan pengetahuan). Oleh karena itu beragam program dan pengalaman belajar disediakan sesuai dengan minat dan kemampuan awal peserta didik.
6) Kurikulum berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik berada pada posisi sentral dan aktif dalam belajar.
7) Kurikulum harus tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni berkembang secara dinamis. Oleh karena itu konten kurikulum harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, teknologi, dan seni; membangun rasa ingin tahu dan kemampuan bagi peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat hasil-hasil ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
8) Kurikulum harus relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pendidikan tidak boleh memisahkan peserta didik dari lingkungannya dan pengembangan kurikulum didasarkan kepada prinsip relevansi pendidikan dengan kebutuhan dan lingkungan hidup. Artinya, kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari permasalahan di lingkungan masyarakatnya sebagai konten kurikulum dan kesempatan untuk mengaplikasikan yang dipelajari di kelas dalam kehidupan di masyarakat.
9) Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pemberdayaan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat dirumuskan dalam sikap, keterampilan, dan pengetahuan dasar yang dapat digunakan untuk mengembangkan budaya belajar.
10) Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dikembangkan melalui penentuan struktur kurikulum, Standar Kemampuan/SK dan Kemampuan Dasar/KD serta silabus. Kepentingan daerah dikembangkan untuk membangun manusia yang tidak tercabut dari akar budayanya dan mampu berkontribusi langsung kepada masyarakat di sekitarnya. Kedua kepentingan ini saling mengisi dan memberdayakan keragaman dan kebersatuan yang dinyatakan dalam Bhinneka Tunggal Ika untuk membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia.
11) Penilaian hasil belajar ditujukan untuk mengetahui dan memperbaiki pencapaian kompetensi. Instrumen penilaian hasil belajar adalah alat untuk mengetahui kekurangan yang dimiliki setiap peserta didik atau sekelompok peserta didik. Kekurangan tersebut harus segera diikuti dengan proses perbaikan terhadap kekurangan dalam aspek hasil belajar yang dimiliki seorang atau sekelompok peserta didik.

c. Struktur Kurikulum SMA
Untuk menerapkan konsep kesamaan antara SMA dan SMK maka dikembangkan kurikulum Pendidikan Menengah yang terdiri atas Kelompok mata pelajaran Wajib dan Mata pelajaran Pilihan. Mata pelajaran wajib sebanyak 9 (Sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 18 jam per minggu. Konten kurikulum (Kompetensi Inti/KI dan KD) dan kemasan konten serta label konten (mata pelajaran) untuk mata pelajaran wajib bagi SMA dan SMK adalah sama. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan minatnya.
Mata pelajaran pilihan terdiri atas pilihan akademik (SMA) serta pilihan akademik dan vokasional (SMK). Mata pelajaran pilihan ini memberikan corak kepada fungsi satuan pendidikan dan di dalamnya terdapat pilihan sesuai dengan minat peserta didik. Beban belajar di SMA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit.

C. Kurikulum PAI Di Madrasah Awal Pertumbuhan
1.  Periode Sebelum  Kemerdekaan
Pada periode ini system pendidikan dan  pengajaran agama islam Al-qur’an dan pengajian kitab yang diselenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren, dan lain-lain pada perkembangan selanjutnya mengalami perubahan bentuk baik dari segi kelembagaan, materi pengajaran atau kurikulum, metode maupun strutur organisasinya sehingga melahirkan suatu bentuk baru yang disebut madrasah.
2. Periode Setelah Kemerdekaan
Pada periode ini setelah Indonesia merdeka, maka dibentuklah Departemen Agama yang akan mengurus masalah keberagamaan di Indonesia termasuk di dalamnya pendidikan, khusunya madrasah. Namun pada perkembangan selanjutnya, mdrasah walaupunsudah berada di bawah naungan departemen agama tetapi hanya sebatas pembinaan dan pengawasan.
            Sungguh pun pendidikan islam telah berjalan lama dan mempunyai jalan panjang. Namun dirasakan pendidikan islam masih tersisih dari sitem pendidikan nasional. Keadaan ini berlangsung sampai dikeluarkanya SKB 3 Menteri.
3. Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah pada Masa SKB 3 Menteri
Setelah diterbitkanya SKB 3 Menteri itu bertujuan antara lain untuk meningkatkan mutu pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan Islam, SKB 3 Menteri ini dikeluarkan pada 24 Maret 1975, yang berusaha mengembalikan ketertinggalan pendidikan islam untuk memasuki mainstream pendidikan nasional, kebijakan ini menjadikan madrasah setara dan sederajat dengan sekolah umum lainya.  Guna memenuhi tuntutan SKB 3 Menteri pelu diadakan pembinaan serta pembaharuan kurikulum secara menyeluruh, untuk itu telah diadakan berbagai usaha, penyusunan metode mengajar, standarisasi buku-buku madrasah dan alat-alat pelajaran.
4.   Pengembangan Kurikulum PAI di Madrasah Pasca UU No. 20/2003 dan UU No. 2 Tahun 1989
            Setelah lahirnya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Berbeda dengan Undang-undang kependidikan sebelumnya, Undang-undang ini mencakup ketentuan tentang semua jalur  dan jenis pendidikan. Jika pada Undang-undang pendidikan Nasional bdertumpu pada sekolah, maka dalam UUSBN ini pendidikan nasional mencakup jalur sekolah dan luar sekolah, serta meliputi jenis-jenis pendidikan akademik, pendidikan profesional, pendidikan kejuruan dan pendidikan agama.
            Dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di Madrasah adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Tingkat Satuan Pendidikan di Madrasah ada tiga tingkat yaitu: Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Madrasah terdiri atas empat, yaitu: Al-Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqh, Tarikh (Sejarah) Kebudayaan Islam.
1. Pengertian tiap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Madrasah
a.  Madrasah Ibtidaiyah.
1) Al-Qur’an-Hadits, adalah mata pelajaran PAI yang menekankan pada kemampuan membaca dan menulis al-Qur’an dan hadits dengan benar, serta hafalan terhadap surat-surat pendek dalam al-Qur’an, pengenalan arti atau makna secara sederhana dari surat-surat pendek tersebut dan hadits-hadits tentang akhlak terpuji untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari melalui keteladanan dan pembiasaan.
2)      Akidah-Akhlak, adalah mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang rukun iman yang dikaitkan dengan pengenalan dan penghayatan terhadap al-asma’ al-husna, serta penciptaan suasana keteladanan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan adab Islami melalui pemberian contoh-contoh perilaku dan cara mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3)      Fiqih, Mata pelajaran Fiqih adalah mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang fiqih ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta fiqh muamalah yang menyangkut pengenalan dan pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, qurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
4)      Sejarah Kebudayaan Islam Sejarah adalah mata pelajaran PAI yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau, mulai dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam, sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, sampai masa Khulafaurrasyidin.
b. Madrasah Tsanawiyah.
1)      Al-Qur’an-Hadis, Mata pelajaran Al-Qur’an-Hadis MTs ini merupakan kelanjutan dan kesinambungan dengan mata pelajaran Al-Qur’an-Hadis pada jenjang MI dan MA, terutama pada penekanan kemampuan membaca al-Qur’an-hadis, pemahaman surat-surat pendek, dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.
2)      Akidah-Akhlak adalah mata pelajaran PAI yang merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari oleh peserta didik di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah Dasar. Peningkatan tersebut dilakukan dengan cara mempelajari tentang rukun iman mulai dari iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, sampai iman kepada Qada dan Qadar yang dibuktikan dengan dalil-dalil naqli dan aqli, serta pemahaman dan penghayatan terhadap al-asma’ al-husna dengan menunjukkan ciri-ciri/tanda-tanda perilaku seseorang dalam realitas kehidupan individu dan sosial serta pengamalan akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.
3)      Fikih Fikih, adalah mata pelajaran yang memahami tentang pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikankan dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan syariat Islam secara kaaffah (sempurna).
4)      Sejarah Kebudayaan Islam, adalah mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau, mulai dari perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaurrasyidin, Bani ummayah, Abbasiyah, Ayyubiyah sampai perkembangan Islam di Indonesia.
c.  Madrasah Aliyah.
1)      Al-Qur’an-Hadis Mata pelajaran Al-Quran Hadis di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari Al-Quran Hadis yang telah dipelajari oleh peserta didik di MTs/ SMP
2)      Akidah-Akhlak Mata pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari oleh peserta didik di Madrasah Tsanawiyah/ SMP
3)       Fikih Mata pelajaran Fikih adalah mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari fikih yang telah dipelajari oleh peserta didik di MTs/ SMP.
4)      Sejarah Kebudayaan Islam Sejarah Kebudayaan Islam mata pelajaran yang menelaah tentang sal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/ peradaban Islam di masa lampau, mulai dari dakwah Nabi Muhammad pada periode Makkah dan periode Madinah, kepemimpinan umat setelah Rasulullah SAW wafat, sampai perkembangan Islam periode klasik (zaman keemasan) pada tahun 650 M – 1250 M, abad pertengahan/ zaman kemunduran (1250 M – 1800 M), dan masa modern/ zaman kebangkitan (1800 – sekarang), serta perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Sejarah-Perkembangan-Kurikulum. http://malikabdulkarim.blogspot.com/ 2011/05/.html. Akses, 16 Juli 2013.
Idi, Abdullah. 2011. Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Arruz Media.
Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar