Minggu, 28 Juni 2020

PERISTIWA 19 NOVEMBER 1945 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERJUANGAN RAKYAT KOLAKA MELAWAN BELANDA 1945-1949


PERISTIWA 19 NOVEMBER 1945 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERJUANGAN RAKYAT KOLAKA MELAWAN BELANDA 1945-1949
Prof. Dr. H. Anwar hafid, M. Pd.
MSI Sulawesi Tenggar

A. Pendahuluan
Mempelajari rangkaian sejarah perjuangan bangsa Indonesia merupakan suatu kaharusan bagi generasi sekarang untuk memilih dan menganalisis peristiwa-peristiwa sekarang dalam upaya menentukan arah yang akan dituju pada masa yang akan datang. Sejalan dengan itu Toynbee menyatakan bahwa mempelajari sejarah adalah untuk membuat sejarah (to study history is to build history).
Berdasaran pemikiran tersebut, maka mempelajari sejarah perjuangan bangsa sendiri sangat besar manfaatnya bagi kita semua untuk kehidupan kita dalam menata bangsa sekarang dan merencanakan pengembangan bangsa masa depan.  Untuk mengantar kita dalam pemahaman komprehensif tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia, maka akan diperikan periodisasi perjuangan tersebut.
Segera setelah kemerdekaan kekhawatiran para pemuda akan kedatangan sekutu bersama Belanda menjadi kenyataan. Proklamasi yang telah diikrarkan mendapat ronrongan dari Sekutu/Belanda (NICA), mereka memcap proklamasi Indonesia buatan Jepang, hal ini tentu saja tidak dapat diterima oleh segenap lapisan masyarakat Indonesia. Tampillah para pahlawan pejuang dengan bermodalkan semangat yang dilengkapi senjata sedanya terutama bambu runcing berhadapan dengan senjata moderan milik Sekutu dan Belanda.
Upacara pengibaran bendera merah putih di Kolaka dilaksanakan pada tanggal 17 September 1954 diiringi lagu Indonesia Raya, dipimpin oleh Andi Kasim Petor (Kepala Pemerintahan) Kolaka, didampingi oleh anggota Swapraja, yaitu: Sulewatang Indumo, Bokeo Puwatu, Guru Kapitan, Sapati Baso Umar Daeng Marakka, selanjutnya mengumumkan bahwa Kolaka dan sekitarnya adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia (Mendong, 2007: 1). Pengibaran bendera Merah Putih oleh Kepala Pemerintahan di Kolaka (Andi Kasim) dihadiri dan disaksikan Pula oleh Kabasima Taico Komandan Tentara Jepang di Pomalaa.
Pengibaran Merah Putih di Lasusua pada tanggal 5 Oktober 4945 yang dihadiri oleh Kepala Distrik Patampanua dan beberapa pimpinan Pemuda Republik Indonesia dari Luwu. Di Wawotobi kota kedua terbesar dalam wilayah Kerajaan Laiwoi  dan tempat kediaman Raja II Laiwoi  bendera Merah Putih dikibarkan pada Akhir Oktober 1945 oleh para pemuda setempat atas dorongan utusan Pemuda Kolaka dan pemuda Luwu yang saat itu berkunjung ke sana. Pengibaran bendera merah putih dilakukan pula di Bupinang pada akhir November 1945 atas dorongan Pemuda Kolaka/Luwu dihadiri oleh Kepala Distrik (Gunco) setempat (Hafid, 2009: 137).
Sekutu menyerahkan kekusaannya kepada Belanda dan bukan kepada Indonesia, terjadilan perlawanan baik kepada Sekutu seperti yang terjadi di Surabaya yang dikenal peristiwa 10 November 1945 oleh Arek-Arek Suroboyo, dan di beberapa belahan daerah lainnya termasuk di Sulawesi Tenggara yang dikenal dengan peristiwa 10 November 1945 di Kolaka  (Bhurhanuddin, 1980: 26).
Perjuangan rakyat Sulawesi Tenggara tidak berakhir setelah proklamasi, karena pada masa revolusi fisik perlawanan semakin gencar dilakukan oleh para pemuda baik secara pribadi maupun melalui organisasi kelaskaran. Berita proklamasi segera diterima oleh rakyat di daerah ini, dimulai dengan kedatangan pelayar Wakatobi yang memperoleh berika proklamasi di Pulau Jawa dan Makassar. Disusul dengan pengibaran bendera merah putih pertama kali di Kolaka dipimpin oleh Kepala Pemerintahan Kolaka Andi Kasim 17 September 1945, di Lasusua 5 Oktober 1945, di Wawotobi Akhir Oktober 1945 dipelopori oleh pemuda yang mendapat dukuang Raja II Laiwoi La Sandara, di Kota Kendari dilakukan penempelan pamplet berita proklamai yang dlakukan oleh para pemuda, diantaranya Mahaseng, di Bupinang pengibaran merah putih dilakukan akhir November 1945.
Para pemuda pejuang melakukan taktik perang gerilya untuk menghadapi Belanda NICA. Puncak perlawanan terhadap NICA di Sultra terjadi pada tanggal 19 November 1945 ketika para pemuda pejuang di Kolaka yang mendapat dukungan penuh dari pemimpim pemerintahan Andi Kasim melakukan penyerangan terhadap ekspedisi NICA di pinggir Kota Kolaka.

B. Rumusan Masalah
1.   Bagaimana latar belakang terjadinya Peristiwa 19 November 1945 di Kolaka?
2.   Bagaimana dampak peristiwa 19 November 1945 terhadap perjuangan Rakyat Kolaka melawan Belanda?
3.   Bagaimana strategi dan taktik perjuangan Rakyat Kolaka dalam masa revolusi fisik?
4.   Bagaimana peran para tokoh dalam perjuangan melawan Belanda?

C.    Tujuan Penelitian
1.      Mendeskripsikan latar belakang terjadinya Peristiwa 19 November 1945 di Kolaka.
2.      Menguraikan dampak peristiwa 19 November 1945 terhadap perjuangan Rakyat Kolaka melawan Belanda.
3.      Menguraikan strategi dan taktik perjuangan Rakyat Kolaka dalam masa revolusi fisik
4.      Mendeskripsikan peran para tokoh dalam perjuangan melawan Belanda.

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi pemerintah dapat memanfaatkan sebagai bahan referensi dlam rangka pengembangan pembangunan di Kolaka yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai historis.
2.      Kalangan akademisi dapat dijadikan sebagai salah satu referensi penelitian pada topik yang sama.
3.      Masyarakat luas terutama masyarakat Koalaka dan Sulawesi Tenggara dapat melestarikan peninggalan sejarah yang ada di lingkungannya.
4.      Dunia pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan literature dalam pelajaran muatan lokal di sekolah, sehingga generasi muda dapat melestarikan dan mengembangkan dalam kehidupan sehari-hari.

E.     Gambaran Singkat Perjuangan
Tokoh tokoh masyarakat dan pemuda di Kolaka pada bulan Juni 1945 memlih untuk membentuk Gerakan Kebangunan Rakyat (GKR) yang merupakan badan persiapan untuk menyambut kemerdekaan yang dijanjikan. Namun janji ini tidak dapat diwujudkan karena Jepang telah menyerah 2 bulan kemudian yaitu tanggal 14-8-1945.
Susunan Pengurus GKR adalah sebagai berikut :
a).  Pelindung                : Kabasima Taico dan Hirai (orang Jepang)
b).  Penasehat                 : Andi Kasim
c). Pengurus Harian      :
1). Pimpinan Umum      : M. Jufri
2) Sekretaris                  : Ch. Pingak
3) Anggota                    : M. Arsyad
                                      M. Agus.
                                     Halide
                                     M. Jasir
                                    Abd. Rasyid
                                    Sidik Bakri
                                    Dg. Massuro
                                    Dg. Paraga
d). Bagian bagian.
I ) Supply                                : Fujiah (Jepang)
2) Penerangan/Propaganda     : Tahrir
3) Hiburan                               : H. Abd- Wahid.
4) Pertahanan GKR               
            Komandan      M. Jufri
            Ajudan I          Abu Baeda
            Ajudan 11       Syamsuddin Opa
            Sekretaris        Sidik Bakri
5). Pasukan GKR
            Pasukan I        Andi Punna
            Pasukanll         Tahrir
            Pasukan III     M. Ali Kamri
            Pasukan IV     H. Abd. Wahid R.
Tokoh GKR adalah masyarakat/pemuda Kolaka yang merupakan kader dari Gerakan perjuanga sebelum perang yaitu tokoh PSII, Muhammadiyah dan PNI di Kolaka yang telah dibubarkan oleh Jepang. PSII dan Muhammadiyah memang mempunyai kader-kader yang militan di Kolak terutama Kolaka Utara (Lasusua).
PETA yang bergerak di bawah tanah setelah Kemerdekaan di Kolaka pada awal September 1945 berhasil merebut beberapa pucuk senjata dari Jepang. Semenjak terbentuknya API pemuda di bawah pimpinan Tahrir dan M. Ali Kamry berhasil mendapat beberapa pucuk karabijn 95, atau senjata yang dibuang Jepang di pelabuhan Pomalaa. Penyelaman senjata ini tidak mendapat rintangan Jepang. Pengibaran sang Merah Putih di Kolaka dan pemyataan sebagai bagian dari Rl dihadiri oleh Kabasima Taico. Demikian pula pengibaran bendera, di Wawotobi yang dlihadiri pula oleh seorang Jepang yaitu Ninomiya Heizo sedangkan rapat pemuda Ke rumah A. Baso juga dihadiri oleh sersan (Heizo) Sibata.
Namun demikian dilihat dari bentuk organisasi. GKR merupakan suatu organisasi massa yang sifatnya menghimpun rakyat dan aspirasi masyarakat. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, PETA dibentuk di Kolaka pada akhir Agustus 1945. Organisasi ini bergerak di bawah tanah dengan maksud menghimpun pemuda militan dengan tekad penuh membela Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dari PETA kemudian bulan September 1945 muncullah API yaitu Angkatan Pemuda Indonesia yang merupakan organisasi massa Pemuda pendukung Proklamasi Kemerdekaan RI. Organisasi Pemuda di Kolaka ini pada tanggal 17 September 1945 berhasil meyakinkan pemerintah setempat sehingga Kolaka dinyatakan sebagai wilayah atau bagian dari RI.
Sebulan kemudian API menjelma menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada tanggal 17 Oktober 1945, yang lebih menonjolkan tekad para pemuda di Kolaka, untuk mendukung RI dan mempertahankan Kolaka sebagai bagian dari RI. Berbeda dengan API dalam organisasi PRI walau pun sifatnya sebagai organisasi massa, diadakan Bagian Keamanan/Pertahanan yang di bawahi oleh H. Abd. Wahid Rahim, Kepolisian oleh Usman Effendi, persenjataan oleh Lappase dan penggalangan potensi oleh M. Jufri. Keadaan ini menggambarkan bahwa kemerdekaan itu memerlukan pertahanan dan perjuangan bersenjata.
Kemudian PRI di Kolaka secara resmi membentuk bagian Kelasykaran yang diberi nama PKR (Pembela Keamanan Rakyat) yang dipimpin oleh M. Josef seorang bekas KNIL yang saat itu dipekerjakan oleh Jepang di Pomalaa bersama-sama dengan Sarilawang, M. Billibao dan J.M. Ohijver. Dalam PKR tergabung bekas KNIL, Heiho dan para Pemuda dari kampung kampung (Seinendan). Mereka diberi latihan kemiliteran di desa Silea. PRI Kolaka yang menjalin kerja sama erat dengan PRI Luwu di Palopo  berusaha melebarkan wilayah pengaruh perjuangannya ke luar Kolaka.
Pemuda Wawotobi ingin menggabungkan diri ke dalam PRI Kolaka dan kemudian datang pula utusan PRI Kolaka ke Wawotobi yaitu Yusuf, M. Jufri dan A. Majid. Sebagai hasil kunjungan tersebut Wawotobi dibentuk “Sinar Pemuda Konawe” yang dipimpin oleh J Muhsin. Sinar Pemuda Konawe tidak dapat mewujudkan organisasi kelasykaran karena tidak lama kemudian Australia/NICA memasuki Wawotobi. Di Kendari Selatan (Andoolo) terbentuk Pemuda Rakyat yang dipimpin oleh M. Ali Silondae. Pemuda Rakyat di Andoolo ini kemudian menjelma menjadi organisasi kelasykaran PKR dan bergabung dengan PKR Kolaka dengan pimpinannya M."Ali Silondae PKR Andolo  merupakan batalion dari brigade PKR Kolaka dan mempunyai kompi yaitu : (1) Andoolo, (2) Palangga, (3) Laea, dan (4) Kolono.
Pembentukan PKR sebagai badan kelasykaran dimatangkan oleh kenyataan Belanda ingin kembali menguasai Sulawesi Tenggara. Tidak ada pilihan lain dari pemuda Sulawesi Tenggara kecuali mengadakan perlawanan bersenjata. Pusat dari pada perlawanan bersenjata adalah Kolaka. PKR Kolaka yang dibentuk dalam tingkat brigade  memperluas diri dengan penggabungan para pemuda dari Andolo dan hulu Sungai Konaweha, di Tawanga dan Tongauna terhadap kompi PKR.
PKR mengorganisir pemuda dan seluruh rakyat sampai ke desa-desa, sehingga PKR sebagai badan kelasykaran resmi, dikenal pula di desa-desa dengan adanya pasukan parang, pasukan tombak dan pasukan panah yang berafiliasi dengan PKR. Pada dasamya perjuangan mempertahankan kemerdekaan adalah perjuangan rakyat semesta.

F.     METODE PENELITIAN
1.      Tempat dan Waktu Penelitian
          Penelitian ini telah dilaksanakan di 17 Kabupaten/Kota dalam wilayah Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilakukan selama enam bulan diawali dari pengumpulan sumber sampai dengan penyusunan hasil penelitian.

2.      Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian  sejarah yang bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan strukturis. Pendekatan strukturis yaitu mempelajari peristiwa dan struktur sebagai satu kesatuan yang saling melengkapi. artinya peristiwa mengandung kekuatan mengubah struktur sosial sedangkan struktur mengandung hambatan atau dorongan bagi tindakan perubahan dalam masyarakat.

3.      Prosedur Peneltian
Prosedur  yang digunakan dalam penelitian ini adalah prosedur sejarah yang dikemukakan oleh Sjamsuddin (2012: 67) yaitu sebagai berikut:
a.      Heuristik
Peneliti berusaha untuk mendapatkan dan menghimpun data yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan sumber yang digunakan mengacu pada pendapat Kasianto (2006: 9) yaitu:
1)      Studi Dokumen yaitu teknik pengumpalan data dengan cara mengkaji dokumen atau arsip-arsip tertulis yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini.
2)      Studi Lisan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara kepada informan yang banyak memiliki informasi. Melalui studi lisan, maka dilakukan wawancara dengan beberapa informan yang penulis anggap mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang perjuangan rakyat Sultra dalam masa revolusi fisik.
3)      Obeservasi,  dilakukan secara langsung dengan mengamati objek atau sumber-sumber sejarah yang ada, seperti: markas pejuang, medan pertempuran,  rumah tokoh-tokoh pejuang, dan museum.
Dalam penelitian ini, digunakan tiga kategori sumber data, seperti diperikan berikut ini:
1)      Sumber Tertulis, yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur dalam bentuk buku dan skripsi, laporan hasil penelitian serta sumber tertulis lainnya yang sesuai dengan kajian penelitian ini. Sumber-sumber tersebut diperoleh dari Perpustakaan/Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, arsip nasional, dan arsip Pemda Sulawesi Selatan.
2)      Sumber Lisan, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan para informan, diantaranya adalah pelaku sejarah, pewaris pejuang, tokoh masyarakat, tokoh agama, yang memahami permasalahan yang diteliti.
3)      Sumber Visual, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengamatan secara langsung mengenai beberapa bentuk peninggalan perjuangan masa revolusi fisik.

b.      Kritik Sumber
Pada tahap ini, penulis melakukan penelitian terhadap sumber data yang telah terkumpul, khususnya data yang masih diragukan otentitas dan kredibilitasnya. Untuk medeskripsikan Otentitas (keaslian) dan Kredibilitas (kebenaran) data yang telah terkumpul tersebut maka peneliti melakukan analisis kritik sejarah, baik kritik Eksternal maupun kritik Internal.
1)      Kritik eksternal yakni kritik yang dilakukan untuk medeskripsikan otentitas sumber data yang didapatkan. Dalam hal ini dilakukan analisis terhadap sumber data dengan cara meneliti sifat-sifat luarnya sehingga diperoleh data yang lebih akurat. Sjamsuddin (2012: 105) mengemukakan bahwa kritik eksternal adalah suatu penelitian atas sasal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin dan untuk medeskripsikan apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak.
2)      Kritik Internal yakni kebalikan dari kritik eksternal, kritik internal sebagaimana disarankan oleh istilahnya menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber. Setelah fakta kesaksian maka tiba giliran peneliti untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian itu. Ia harus memutuskan apakah kesaksian itu dapat diandalkan atau tidak, apakah sumber itu dapat dipercaya kebenaranya. sehingga untuk menguji apakah sumber itu dapat dipercaya atau kebenarannya dan ketepatannya maka dapat dilakukan melalui 4 aspek yaitu: (1) kemampuan menyatakan kebenaran, (2) kemauan menyatakan kebenaran, (3) keakuratan pelaporan dan (4) adanya dukungan secara bebas dari orang lain yang juga menyaksikan peristiwa secara langsung mengenai isi laporan yang disampaikan (Sjamsuddin, 2012: 112).

c.       Penafsiran (Interpretasi)
Setelah melakukan penilaian data melalui kritik ekstern dan kritik intern, maka data tentang perjuangan masa revolusi fisik diinterpretasi atau ditafsirkan dengan mengacu pada konsep yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pada bagian interpretasi ini otentitas dan kredibilitas sumber data yang sudah ditetapkan melalui kritik selanjutnya dihubungkan antara data yang satu dengan yang lainnya sehingga didapatkan fakta sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya secara ilmiah yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1)      Analisis yaitu proses menguraikan sumber-sumber data, karena kadang-kadang sebuah sumber mengandung beberapa kemungkinan, mana sumber yang asli dan bukan.
2)      Sintesis yaitu proses menyatukan berapa data yang terkumpul yang dianggap saling berhubungan dan relevan dengan penelitian yang dikaji.

d.      Historiografi
Historiografi sejarah merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan untuk menyusun dan mendeskripsikan sebuah kisah sejarah dalam bentuk karya tulis ilmiah secara sistematis berdasarkan data dan informasi yang diperoleh, serta lolos dari kritik dan interpretasi,  sehingga menjadi karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggung jawabakan. Adapun tahap-tahap dalam penulisan sejarah mencakup:
1)      Penjelasan (Eksplanasi), setelah dilakukan penafsiran maka tahapan berikutnya adalah penjelasan (Sjamsuddin, 2012: 148). Dalam tahap ini dijelaskan sumber-sumber yang berhubungan dengan masalah penelitian.
2)      Penyajian (Ekspose), setelah dilakukan penafsiran dan penjelasan maka tahap selanjutnya adalah penyajian. Dalam penyajian ini dilakukan secara kronologis dan sistematis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

G.    TIM PELAKSANA
Ketua                    : Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.
Sekretaris              : Dr. La Ode Ali Basri, S. Pd, M. Si.
Bendahara             : Dra. Hj. Nurhayati
Anggota                : Drs. H. Abd. Rauf Suleiman, M. Hum.       
    



KEPUSTAKAAN


Alisjahbana, S.T. 1977.  Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Jurusan Nilai-Nilai. Jakarta: Idayu Press
Anonim. 1976. Monografi Daerah Sulawesi Tenggara. Kendari: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anonim. 1982. Dokumentasi DPRD -Tk.I Sulawesi Tenggara. Kendari: Sekreariat DPRD Tk. I.
Bhurhanuddin, B. dkk. 1978. Sejarah Daerah Sulawesi Tenggara. Kendari: Proyek IDKD.
Bhurhanuddin, B., dkk. 1979. Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah Sulawesi Tenggara. Jakarta: Depdikbud.
Brotosoehendro, S., dkk. 1988. Pedoman Umum Pelestarian Jiwa, Semangat, dan Nilai-nilai 45. Jakarta: Dewan Harian Nasional Angkatan-45.
Chalik,  Husen, A 1978. Beberapa Catatan Bahan Sejarah Daerah Kendari. Kendari: Proyek Penelitian dan Percatatan Nilai-nilai Budaya Sultra.
Hafid, Anwar, dkk. 2009. Sejarah Daerah Kolaka. Bandung: Humaniora Utama Press.
Ismail, A., dkk. 1999.  Pengetahuan, Keyakinan, Sikap dan Perilaku Generasi Muda Berkenaan Dengan Tata Krama di Kendari Sulawesi Tenggara. Ujung Pandang: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Sulawesi Selatan.
Kansil, C.S.T dan Julianto. 1986. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indoensia. Jakarta: Erlangga.
Kasianto. 2006.  Pedoman Penulisan Sejarah lokal. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Praiwisata.
Mattulada. 1985. “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional Kini dan Masa Datang”. Makalah Disajikan dalam Seminar Regional Peranan dan Eksistensi Haluoleo dalam Perspektif Sejarah Lokal  Sulawesi Tenggara. Kendari, 7-8 Agustus 1995.
Mededeelingen Van de Afdeeling Bestuurs-zaken Der Buitengewesten van het Depaaartement Van Binnenlandsch Bestuur. 1929. Serie A. No: 3, Afdeeling Bestuurszaken Der Buitengewesten, Landsdrukkerj, Weltevreden.
Pringgodigdo, A.K. 1984. Sejarah Pergerakan Rakyat Indoensia. Jakarta: Dian Rakyat.
Sagimun, M.D. dkk. 1986. Perlawanan dan Pengasingan Pejuang Pergerakan Nasional. Jakarta: Inti Idayu Press.
Sjamsuddi, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Jakarta: Ombak.
Soedjito. 1986.  Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Industri.  Tiara Wacana, Yokyakarta.
Subagya, R.  1981. Agama Asli Indonesia.  Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka, Jakarta.
Tamburakan, R., dkk. 1999. Sejarah Sulawesi Tenggara. Kendari: Sekretarait Daerah Propinsi Sultra.
Tarimana, Abdurrauf. 1989. Kebudayaan Tolaki. Jakarta: Balai Pustaka.


SEJARAH PERJUANGAN RAKYAT
SULAWESI TENGGARA PADA MASA REVOLUSI FISIK














Oleh:
Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M.Pd.
MSI Cabang Sulawesi Tenggara





MASYARAKAT SEJARAWAN INDONESIA
CABANG SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar