PERISTIWA 19 NOVEMBER 1945 DAN DAMPAKNYA TERHADAP
PERJUANGAN RAKYAT KOLAKA MELAWAN BELANDA 1945-1949
Prof. Dr. H.
Anwar hafid, M. Pd.
MSI Sulawesi
Tenggar
A. Pendahuluan
Mempelajari
rangkaian sejarah perjuangan bangsa Indonesia merupakan suatu kaharusan bagi
generasi sekarang untuk memilih dan menganalisis peristiwa-peristiwa sekarang
dalam upaya menentukan arah yang akan dituju pada masa yang akan datang.
Sejalan dengan itu Toynbee menyatakan bahwa mempelajari sejarah adalah untuk
membuat sejarah (to study history is to
build history).
Berdasaran
pemikiran tersebut, maka mempelajari sejarah perjuangan bangsa sendiri sangat
besar manfaatnya bagi kita semua untuk kehidupan kita dalam menata bangsa
sekarang dan merencanakan pengembangan bangsa masa depan. Untuk mengantar kita dalam pemahaman
komprehensif tentang sejarah perjuangan bangsa Indonesia, maka akan diperikan
periodisasi perjuangan tersebut.
Segera
setelah kemerdekaan kekhawatiran para pemuda akan kedatangan sekutu bersama
Belanda menjadi kenyataan. Proklamasi yang telah diikrarkan mendapat ronrongan
dari Sekutu/Belanda (NICA), mereka memcap proklamasi Indonesia buatan Jepang,
hal ini tentu saja tidak dapat diterima oleh segenap lapisan masyarakat
Indonesia. Tampillah para pahlawan pejuang dengan bermodalkan semangat yang
dilengkapi senjata sedanya terutama bambu runcing berhadapan dengan senjata
moderan milik Sekutu dan Belanda.
Upacara pengibaran bendera merah putih di Kolaka
dilaksanakan pada tanggal 17 September 1954 diiringi lagu Indonesia Raya,
dipimpin oleh Andi Kasim Petor (Kepala Pemerintahan) Kolaka, didampingi oleh
anggota Swapraja, yaitu: Sulewatang Indumo, Bokeo Puwatu, Guru Kapitan, Sapati
Baso Umar Daeng Marakka, selanjutnya mengumumkan bahwa Kolaka dan sekitarnya
adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia (Mendong, 2007: 1). Pengibaran
bendera Merah Putih oleh Kepala Pemerintahan di Kolaka (Andi Kasim) dihadiri
dan disaksikan Pula oleh Kabasima Taico Komandan Tentara Jepang di
Pomalaa.
Pengibaran
Merah Putih di Lasusua pada tanggal 5 Oktober 4945 yang dihadiri oleh Kepala
Distrik Patampanua dan beberapa pimpinan Pemuda Republik Indonesia dari Luwu. Di Wawotobi kota kedua terbesar dalam wilayah Kerajaan
Laiwoi dan tempat kediaman Raja II Laiwoi bendera Merah Putih dikibarkan pada Akhir
Oktober 1945 oleh para pemuda setempat atas dorongan utusan Pemuda Kolaka dan
pemuda Luwu yang saat itu berkunjung ke sana. Pengibaran bendera merah putih
dilakukan pula di Bupinang pada akhir November 1945 atas dorongan Pemuda
Kolaka/Luwu dihadiri oleh Kepala Distrik (Gunco) setempat (Hafid, 2009: 137).
Sekutu
menyerahkan kekusaannya kepada Belanda dan bukan kepada Indonesia, terjadilan
perlawanan baik kepada Sekutu seperti yang terjadi di Surabaya yang dikenal
peristiwa 10 November 1945 oleh Arek-Arek Suroboyo, dan di beberapa belahan
daerah lainnya termasuk di Sulawesi Tenggara yang dikenal dengan peristiwa 10
November 1945 di Kolaka (Bhurhanuddin, 1980: 26).
Perjuangan
rakyat Sulawesi Tenggara tidak berakhir setelah proklamasi, karena pada masa
revolusi fisik perlawanan semakin gencar dilakukan oleh para pemuda baik secara
pribadi maupun melalui organisasi kelaskaran. Berita proklamasi segera diterima
oleh rakyat di daerah ini, dimulai dengan kedatangan pelayar Wakatobi yang
memperoleh berika proklamasi di Pulau Jawa dan Makassar. Disusul dengan
pengibaran bendera merah putih pertama kali di Kolaka dipimpin oleh Kepala
Pemerintahan Kolaka Andi Kasim 17 September 1945, di Lasusua 5 Oktober 1945, di
Wawotobi Akhir Oktober 1945 dipelopori oleh pemuda yang mendapat dukuang Raja
II Laiwoi La Sandara, di Kota Kendari dilakukan penempelan pamplet berita
proklamai yang dlakukan oleh para pemuda, diantaranya Mahaseng, di Bupinang
pengibaran merah putih dilakukan akhir November 1945.
Para
pemuda pejuang melakukan taktik perang gerilya untuk menghadapi Belanda NICA.
Puncak perlawanan terhadap NICA di Sultra terjadi pada tanggal 19 November 1945
ketika para pemuda pejuang di Kolaka yang mendapat dukungan penuh dari pemimpim
pemerintahan Andi Kasim melakukan penyerangan terhadap ekspedisi NICA di pinggir
Kota Kolaka.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
latar belakang terjadinya Peristiwa 19 November 1945 di Kolaka?
2.
Bagaimana
dampak peristiwa 19 November 1945 terhadap perjuangan Rakyat Kolaka melawan
Belanda?
3.
Bagaimana
strategi dan taktik perjuangan Rakyat Kolaka dalam masa revolusi fisik?
4.
Bagaimana peran para tokoh dalam perjuangan melawan Belanda?
C. Tujuan
Penelitian
1.
Mendeskripsikan latar belakang terjadinya
Peristiwa 19 November 1945 di Kolaka.
2.
Menguraikan dampak peristiwa 19 November 1945 terhadap
perjuangan Rakyat Kolaka melawan Belanda.
3.
Menguraikan strategi dan taktik perjuangan
Rakyat Kolaka dalam masa revolusi fisik
4.
Mendeskripsikan peran para tokoh dalam perjuangan melawan Belanda.
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi
pemerintah dapat memanfaatkan sebagai bahan referensi dlam rangka pengembangan
pembangunan di Kolaka yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai historis.
2.
Kalangan
akademisi dapat dijadikan sebagai salah satu referensi penelitian pada topik
yang sama.
3.
Masyarakat
luas terutama masyarakat Koalaka dan Sulawesi Tenggara dapat melestarikan
peninggalan sejarah yang ada di lingkungannya.
4.
Dunia
pendidikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan literature dalam pelajaran muatan
lokal di sekolah, sehingga generasi muda dapat melestarikan dan mengembangkan
dalam kehidupan sehari-hari.
E. Gambaran Singkat Perjuangan
Tokoh tokoh masyarakat dan pemuda di
Kolaka pada bulan Juni 1945 memlih untuk membentuk Gerakan Kebangunan Rakyat
(GKR) yang merupakan badan persiapan untuk menyambut kemerdekaan yang dijanjikan.
Namun janji ini tidak dapat diwujudkan karena Jepang telah menyerah 2 bulan
kemudian yaitu tanggal 14-8-1945.
Susunan Pengurus GKR adalah sebagai
berikut :
a).
Pelindung :
Kabasima Taico dan Hirai (orang Jepang)
b).
Penasehat : Andi Kasim
c). Pengurus Harian :
1). Pimpinan Umum : M. Jufri
2) Sekretaris : Ch. Pingak
3) Anggota : M. Arsyad
M.
Agus.
Halide
M. Jasir
Abd.
Rasyid
Sidik
Bakri
Dg.
Massuro
Dg.
Paraga
d). Bagian bagian.
I ) Supply : Fujiah (Jepang)
2) Penerangan/Propaganda : Tahrir
3) Hiburan : H. Abd- Wahid.
4) Pertahanan GKR
Komandan M. Jufri
Ajudan
I Abu Baeda
Ajudan
11 Syamsuddin Opa
Sekretaris Sidik Bakri
5). Pasukan GKR
Pasukan
I Andi Punna
Pasukanll Tahrir
Pasukan
III M. Ali Kamri
Pasukan
IV H. Abd. Wahid R.
Tokoh GKR adalah masyarakat/pemuda
Kolaka yang merupakan kader dari Gerakan perjuanga sebelum perang yaitu tokoh
PSII, Muhammadiyah dan PNI di Kolaka yang telah dibubarkan oleh Jepang. PSII
dan Muhammadiyah memang mempunyai kader-kader yang militan di Kolak terutama
Kolaka Utara (Lasusua).
PETA yang bergerak di bawah tanah
setelah Kemerdekaan di Kolaka pada awal September 1945 berhasil merebut
beberapa pucuk senjata dari Jepang. Semenjak terbentuknya API pemuda di bawah
pimpinan Tahrir dan M. Ali Kamry berhasil mendapat beberapa pucuk karabijn 95,
atau senjata yang dibuang Jepang di pelabuhan Pomalaa. Penyelaman senjata ini
tidak mendapat rintangan Jepang. Pengibaran sang Merah Putih di Kolaka dan
pemyataan sebagai bagian dari Rl dihadiri oleh Kabasima Taico. Demikian pula
pengibaran bendera, di Wawotobi yang dlihadiri pula oleh seorang Jepang yaitu
Ninomiya Heizo sedangkan rapat pemuda Ke rumah A. Baso juga dihadiri oleh
sersan (Heizo) Sibata.
Namun demikian dilihat dari
bentuk organisasi. GKR merupakan suatu organisasi massa yang sifatnya
menghimpun rakyat dan aspirasi masyarakat. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, PETA
dibentuk di Kolaka pada akhir Agustus 1945. Organisasi ini bergerak di bawah
tanah dengan maksud menghimpun pemuda militan dengan tekad penuh membela
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dari PETA kemudian bulan September 1945
muncullah API yaitu Angkatan Pemuda Indonesia yang merupakan organisasi massa
Pemuda pendukung Proklamasi Kemerdekaan RI. Organisasi Pemuda di Kolaka ini
pada tanggal 17 September 1945 berhasil meyakinkan pemerintah setempat sehingga
Kolaka dinyatakan sebagai wilayah atau bagian dari RI.
Sebulan kemudian API
menjelma menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada tanggal 17 Oktober 1945,
yang lebih menonjolkan tekad para pemuda di Kolaka, untuk mendukung RI dan
mempertahankan Kolaka sebagai bagian dari RI. Berbeda dengan API dalam organisasi
PRI walau pun sifatnya sebagai organisasi massa, diadakan Bagian
Keamanan/Pertahanan yang di bawahi oleh H. Abd. Wahid Rahim, Kepolisian oleh
Usman Effendi, persenjataan oleh Lappase dan penggalangan potensi oleh M.
Jufri. Keadaan ini menggambarkan bahwa kemerdekaan itu memerlukan pertahanan
dan perjuangan bersenjata.
Kemudian PRI di Kolaka
secara resmi membentuk bagian Kelasykaran yang diberi nama PKR (Pembela
Keamanan Rakyat) yang dipimpin oleh M. Josef seorang bekas KNIL yang saat itu
dipekerjakan oleh Jepang di Pomalaa bersama-sama dengan Sarilawang, M. Billibao
dan J.M. Ohijver. Dalam PKR tergabung bekas KNIL, Heiho dan para Pemuda dari
kampung kampung (Seinendan). Mereka diberi latihan kemiliteran di desa Silea.
PRI Kolaka yang menjalin kerja sama erat dengan PRI Luwu di Palopo berusaha melebarkan wilayah pengaruh
perjuangannya ke luar Kolaka.
Pemuda Wawotobi ingin menggabungkan
diri ke dalam PRI Kolaka dan kemudian datang pula utusan PRI Kolaka ke Wawotobi
yaitu Yusuf, M. Jufri dan A. Majid. Sebagai hasil kunjungan tersebut Wawotobi
dibentuk “Sinar Pemuda Konawe” yang dipimpin oleh J Muhsin. Sinar Pemuda Konawe
tidak dapat mewujudkan organisasi kelasykaran karena tidak lama kemudian
Australia/NICA memasuki Wawotobi. Di Kendari Selatan (Andoolo) terbentuk Pemuda
Rakyat yang dipimpin oleh M. Ali Silondae. Pemuda Rakyat di Andoolo ini
kemudian menjelma menjadi organisasi kelasykaran PKR dan bergabung dengan PKR
Kolaka dengan pimpinannya M."Ali Silondae PKR Andolo merupakan batalion dari brigade PKR Kolaka
dan mempunyai kompi yaitu : (1) Andoolo, (2) Palangga, (3) Laea, dan (4)
Kolono.
Pembentukan PKR sebagai badan
kelasykaran dimatangkan oleh kenyataan Belanda ingin kembali menguasai Sulawesi
Tenggara. Tidak ada pilihan lain dari pemuda Sulawesi Tenggara kecuali
mengadakan perlawanan bersenjata. Pusat dari pada perlawanan bersenjata adalah
Kolaka. PKR Kolaka yang dibentuk dalam tingkat brigade memperluas diri dengan penggabungan para
pemuda dari Andolo dan hulu Sungai Konaweha, di Tawanga dan Tongauna terhadap
kompi PKR.
PKR mengorganisir pemuda dan seluruh
rakyat sampai ke desa-desa, sehingga PKR sebagai badan kelasykaran resmi,
dikenal pula di desa-desa dengan adanya pasukan parang, pasukan tombak dan
pasukan panah yang berafiliasi dengan PKR. Pada dasamya perjuangan
mempertahankan kemerdekaan adalah perjuangan rakyat semesta.
F.
METODE
PENELITIAN
1.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini telah dilaksanakan di 17
Kabupaten/Kota dalam wilayah Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilakukan selama
enam bulan diawali dari pengumpulan sumber sampai dengan penyusunan hasil
penelitian.
2.
Jenis
dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini
merupakan penelitian sejarah yang
bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan strukturis. Pendekatan
strukturis yaitu mempelajari peristiwa dan struktur sebagai satu kesatuan yang
saling melengkapi. artinya peristiwa mengandung kekuatan mengubah struktur
sosial sedangkan struktur mengandung hambatan atau dorongan bagi tindakan
perubahan dalam masyarakat.
3.
Prosedur
Peneltian
Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah
prosedur sejarah yang dikemukakan oleh
Sjamsuddin (2012: 67) yaitu sebagai berikut:
a.
Heuristik
Peneliti berusaha untuk
mendapatkan dan menghimpun data yang relevan dengan permasalahan dalam
penelitian ini. Adapun teknik pengumpulan sumber yang digunakan mengacu pada
pendapat Kasianto (2006: 9) yaitu:
1) Studi
Dokumen yaitu teknik pengumpalan data dengan cara mengkaji dokumen atau
arsip-arsip tertulis yang ada hubungannya dengan masalah penelitian ini.
2) Studi
Lisan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara kepada informan yang banyak memiliki
informasi. Melalui studi lisan, maka dilakukan wawancara dengan beberapa
informan yang penulis anggap mempunyai pemahaman dan pengetahuan tentang perjuangan
rakyat Sultra dalam masa revolusi fisik.
3) Obeservasi,
dilakukan secara langsung dengan mengamati
objek atau sumber-sumber sejarah yang ada, seperti: markas pejuang, medan
pertempuran, rumah tokoh-tokoh pejuang,
dan museum.
Dalam penelitian ini, digunakan
tiga kategori sumber data, seperti diperikan berikut ini:
1) Sumber
Tertulis, yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur dalam bentuk buku
dan skripsi, laporan hasil penelitian serta sumber tertulis lainnya yang sesuai
dengan kajian penelitian ini. Sumber-sumber tersebut diperoleh dari Perpustakaan/Arsip Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara, arsip nasional, dan arsip Pemda Sulawesi Selatan.
2) Sumber
Lisan, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan para informan,
diantaranya adalah pelaku sejarah, pewaris pejuang, tokoh masyarakat, tokoh
agama, yang memahami permasalahan yang diteliti.
3) Sumber
Visual, yaitu data yang diperoleh dari hasil pengamatan secara langsung
mengenai beberapa bentuk peninggalan perjuangan masa revolusi fisik.
b.
Kritik
Sumber
Pada tahap ini, penulis
melakukan penelitian terhadap sumber data yang telah terkumpul, khususnya data
yang masih diragukan otentitas dan kredibilitasnya. Untuk medeskripsikan
Otentitas (keaslian) dan Kredibilitas (kebenaran) data yang telah terkumpul
tersebut maka peneliti melakukan analisis kritik sejarah, baik kritik Eksternal
maupun kritik Internal.
1) Kritik
eksternal yakni kritik yang dilakukan untuk
medeskripsikan otentitas sumber data yang didapatkan. Dalam hal ini dilakukan analisis terhadap sumber data dengan cara
meneliti sifat-sifat luarnya sehingga diperoleh data yang lebih akurat.
Sjamsuddin (2012: 105) mengemukakan bahwa kritik eksternal adalah suatu
penelitian atas sasal-usul dari sumber, suatu pemeriksaan atas catatan atau
peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan semua informasi yang mungkin dan
untuk medeskripsikan apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber itu telah
diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak.
2) Kritik
Internal yakni kebalikan dari kritik eksternal, kritik internal sebagaimana
disarankan oleh istilahnya menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber.
Setelah fakta kesaksian maka tiba giliran peneliti untuk mengadakan evaluasi
terhadap kesaksian itu. Ia harus memutuskan apakah kesaksian itu dapat
diandalkan atau tidak, apakah sumber itu dapat dipercaya kebenaranya. sehingga
untuk menguji apakah sumber itu dapat dipercaya atau kebenarannya dan
ketepatannya maka dapat dilakukan melalui 4 aspek yaitu: (1) kemampuan
menyatakan kebenaran, (2) kemauan menyatakan kebenaran, (3) keakuratan
pelaporan dan (4) adanya dukungan secara bebas dari orang lain yang juga
menyaksikan peristiwa secara langsung mengenai isi laporan yang disampaikan
(Sjamsuddin, 2012: 112).
c.
Penafsiran
(Interpretasi)
Setelah melakukan
penilaian data melalui kritik ekstern dan kritik intern, maka data tentang perjuangan
masa revolusi fisik diinterpretasi atau ditafsirkan dengan mengacu pada konsep
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Pada bagian interpretasi ini
otentitas dan kredibilitas sumber data yang sudah ditetapkan melalui kritik
selanjutnya dihubungkan antara data yang satu dengan yang lainnya sehingga
didapatkan fakta sejarah yang dapat dipercaya kebenarannya secara ilmiah yang
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Analisis
yaitu proses menguraikan sumber-sumber data, karena kadang-kadang sebuah sumber
mengandung beberapa kemungkinan, mana sumber yang asli dan bukan.
2) Sintesis
yaitu proses menyatukan berapa data yang terkumpul yang dianggap saling
berhubungan dan relevan dengan penelitian yang dikaji.
d.
Historiografi
Historiografi sejarah
merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukan
untuk menyusun dan mendeskripsikan sebuah kisah sejarah dalam bentuk karya
tulis ilmiah secara sistematis berdasarkan data dan informasi yang diperoleh,
serta lolos dari kritik dan interpretasi,
sehingga menjadi karya tulis ilmiah yang dapat dipertanggung jawabakan.
Adapun tahap-tahap dalam penulisan sejarah mencakup:
1) Penjelasan
(Eksplanasi), setelah dilakukan penafsiran maka tahapan berikutnya adalah
penjelasan (Sjamsuddin, 2012: 148). Dalam tahap ini dijelaskan sumber-sumber
yang berhubungan dengan masalah penelitian.
2) Penyajian
(Ekspose), setelah dilakukan penafsiran dan penjelasan maka tahap selanjutnya
adalah penyajian. Dalam penyajian ini dilakukan secara kronologis dan
sistematis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
G. TIM PELAKSANA
Ketua : Prof. Dr. H.
Anwar
Hafid, M. Pd.
Sekretaris : Dr. La Ode Ali Basri, S. Pd, M. Si.
Bendahara : Dra. Hj. Nurhayati
Anggota : Drs. H. Abd. Rauf Suleiman, M.
Hum.
KEPUSTAKAAN
Alisjahbana, S.T. 1977.
Perkembangan Sejarah Kebudayaan
Indonesia Dilihat dari Jurusan Nilai-Nilai. Jakarta: Idayu Press
Anonim. 1976. Monografi
Daerah Sulawesi Tenggara. Kendari: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anonim. 1982.
Dokumentasi DPRD -Tk.I Sulawesi Tenggara.
Kendari: Sekreariat DPRD Tk. I.
Bhurhanuddin,
B. dkk. 1978. Sejarah Daerah Sulawesi
Tenggara. Kendari: Proyek IDKD.
Bhurhanuddin, B., dkk.
1979. Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah
Sulawesi Tenggara. Jakarta: Depdikbud.
Brotosoehendro, S.,
dkk. 1988. Pedoman Umum Pelestarian Jiwa,
Semangat, dan Nilai-nilai 45. Jakarta: Dewan Harian Nasional Angkatan-45.
Chalik, Husen, A 1978. Beberapa Catatan Bahan Sejarah Daerah Kendari. Kendari: Proyek
Penelitian dan Percatatan Nilai-nilai Budaya Sultra.
Hafid, Anwar,
dkk. 2009. Sejarah Daerah Kolaka.
Bandung: Humaniora Utama Press.
Ismail, A., dkk. 1999.
Pengetahuan, Keyakinan, Sikap dan
Perilaku Generasi Muda Berkenaan Dengan Tata Krama di Kendari Sulawesi Tenggara.
Ujung Pandang: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Sulawesi
Selatan.
Kansil, C.S.T dan
Julianto. 1986. Sejarah Perjuangan
Pergerakan Kebangsaan Indoensia. Jakarta: Erlangga.
Kasianto.
2006. Pedoman Penulisan Sejarah lokal. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan
Praiwisata.
Mattulada. 1985.
“Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional Kini dan Masa Datang”. Makalah Disajikan dalam Seminar Regional Peranan dan Eksistensi Haluoleo dalam Perspektif
Sejarah Lokal Sulawesi Tenggara.
Kendari, 7-8 Agustus 1995.
Mededeelingen
Van de Afdeeling Bestuurs-zaken Der Buitengewesten van het Depaaartement Van
Binnenlandsch Bestuur. 1929. Serie A. No: 3, Afdeeling Bestuurszaken Der
Buitengewesten, Landsdrukkerj, Weltevreden.
Pringgodigdo, A.K.
1984. Sejarah Pergerakan Rakyat
Indoensia. Jakarta: Dian Rakyat.
Sagimun, M.D. dkk.
1986. Perlawanan dan Pengasingan Pejuang
Pergerakan Nasional. Jakarta: Inti Idayu Press.
Sjamsuddi, Helius. 2012. Metodologi Sejarah. Jakarta: Ombak.
Soedjito. 1986. Transformasi Sosial Menuju Masyarakat
Industri. Tiara Wacana, Yokyakarta.
Subagya, R. 1981. Agama Asli Indonesia. Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka,
Jakarta.
Tamburakan, R., dkk.
1999. Sejarah Sulawesi Tenggara.
Kendari: Sekretarait Daerah Propinsi Sultra.
Tarimana,
Abdurrauf. 1989. Kebudayaan Tolaki. Jakarta: Balai Pustaka.
SEJARAH
PERJUANGAN RAKYAT
SULAWESI
TENGGARA PADA MASA REVOLUSI FISIK
Oleh:
Prof. Dr. H.
Anwar Hafid, M.Pd.
MSI Cabang Sulawesi Tenggara
MASYARAKAT
SEJARAWAN INDONESIA
CABANG
SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar