Rabu, 03 Juni 2020

PENDAMPINGAN GURU DALAM PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF BERBASIS SOSIAL BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER ANAK PADA TAMAN-KANAK-KANAK DI KOTA KENDARI



ARTIKEL

PENDAMPINGAN GURU DALAM PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF BERBASIS SOSIAL BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER ANAK PADA TAMAN-KANAK-KANAK DI KOTA KENDARI

Oleh: Prof. Dr. H. Anwar, M. Pd., Dr. H. Mursidin T, M. Pd., Dra. Hj. Aisyah, M. Pd.


ABSTRAK

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh pengelola/Guru TK adalah:  1) kurangnya alat permainan yang dimiliki oleh lembaga, 2) terbatasnya sumber dana bila dibanding dengan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, 3) dana iuran dari peserta didik sangat terbatas, karena 2 TK sasaran program ini umumnya peserta didiknya berasal dari keluarga menengah ke bawah, 4) para guru kurang mampu mengembangkan alat permainan berbasis sosial budaya yang ada di sekitar tempat tinggal peserta didik, 5) Kedua TK yang menjadi sasaran program memiliki latar sosial budaya dan alam berbeda, yaitu: (a) TK Aisyiah Bustanul Atfal 1 terletak di wilayah pusat perkotaan, namun umumnya anak didiknya (berjumlah 49 orang) dari keluarga menengah ke bawah (para buruh) dari berbagai etnis (Tolaki, Muna, Bugis, Jawa, Buton, Moronene), (b) TK Diah Pertiwi terletak di pinggiran kota pada wilayah pantai, sehingga umumnya anak didiknya (berjumlah 45 orang) berasal dari anak keluarga nelayan tradisional Suku Bajo yang berpenghasilan rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka poin yang paling mendesak untuk dapat dipecahkan adalah pengadaan alat permainan karena ini merupakan bahan belajar utama peserta didik, sehingga kekurangan alat permainan dapat dipecahkan melalui pelatihan pengembangan alat permainan edukatif berbasis potensi sosial budaya lokal, dan bimbingan teknis pemanfaatan kepada peserta didik. Pemecahan masalah yang digunakan dalam program ini adalah: (1) sosialisasi terhadap kelompok sasaran tentang beberapa jenis APE yang telah dikembangkan sebelumnya oleh tim ini melalui penelitian yang melibatlan 4 Kober, yaitu ada 10 jenis APE, (2) memberikan pelatihan cara membuat APE ada 2 jenis APE yang dilatihkan yaitu: (1) Cugol, dan (2) tinggo, (3) pengembangan secara mandiri oleh Guru masing-masing minimal 3 APE. Hasil yang dicapai adalah kedua TK telah mengembangkan masing-masing 9 jenis APE yang telah diaplikasikan dalam pembelajaran, yaitu: Cugol (Cukke Golo/Cukke Gol), tinggo ulo, tinggo kasu, bola keranjang, galaceng, sanadale mendaa, gacci, patolele, dan mehule. Secara edukatif alat permainan yang dikembangkan mudah diperoleh dan mengandung nilai-nilai karakter positif (kejujuran, kepatuhan terhadap aturan-aturan social, tanggung jawab, kedisiplinan, percaya diri, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kepedulian terhadap lingkungan, kepemimpinan, menghargai karya dan prestasi orang lain, serta tolong-menolong), sekaligus meningkatkan kreativitas guru. Pengembangan alat permainan edukatif ini disambut baik oleh orang tua dan Guru karena dapat mengembalikan masa lalu mereka, dan ternyata sangat disenangi oleh anak didik, bahkan mereka senang memainkannya dan melombakan diantara mereka, budaya yang nyaris dilupakan kembali bangkit, dan kenyataannya dapat berkompetisi dengan budaya lain dari luar berupa alat permainan impor. Alat permainan yang dikembangkan cukup ekonomis, pengadaannya mudah dan murah dibanding dengan alat permainan non-tradisional, dan dapat dikembangkan untuk dijual di pasaran sehingga memberi nilai ekonomi bagi TK yang mengembangkannya. Terbukti bahwa alat permainan yang dikembangkan 2 TK umumnya di buat sendiri oleh Guru dan orang tua, sedangkan Guru TK semua wanita, meskipun demikian alat lain berupa batu/biji diusahakan oleh Guru dan peserta didiknya.

Kata Kunci: Pendampingan, permainan edukatif, berbasis sosial budaya, karakter.



A.    PENDAHULUAN

Layanan pendidikan bagi anak usia dini merupakan bagian dari pencapaian tujuan pendidikan nasional. Salah satu program pendidikan anak dini usia yang telah ada di masyarakat adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Jenis pendidikan ini merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak usia 5-6 tahun yang berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan bagi anak dini usia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta prkembangan selanjutnya, termasuk siap memasuki pendidikan dasar.

Tujuan pendidikan TK mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dasar menyesuaikan diri dengan lingkungannya, termasuk siap memasuki pendidikan dasar. Untuk mencapai tujuan pembelajaran di TK pendekatan harus didasarkan pada kebutuhan anak, menggunakan berbagai media dan sumber belajar baik yang belajar dari sumber belajar yang sengaja disiapkan maupun yang berasal dari lingkungan alam sekitar (Direktorat Padu, 2002: 5). Melalui strategi pembelajaran itu, maka perlu pengembangan metodologi pembelajaran, pengembangan sarana dan bahan belajar, termasuk bacaan anak, pengembangan permainan dan alat permainan, termasuk penggalian permainan tradisional, serta pengembangan evaluasi tumbuh kembang anak dini usia (Anonim, 2014).

Saat ini layanan PAUD di Sulawesi Tenggara masih terbatas baik TK mapun Keompok Bermain (Anonim, 2009: 3). Kenyataannya di Kota Kendari, masih banyak anak usia 5-6 tahun belum memperoleh layanan pendidikan prasekolah. Meskipun sebagian telah dijangkau, tetapi mereka belum memperoleh layanan pendidikan yang standar, karena keterbatasan APE (Alat Permainan Edukatif) sebagai bahan belajar utama. Untuk itu, potensi pelayanan dalam bentuk TK sangat besar, jika dikaitkan dengan pembelajaran yang bersifat kontekstual, karena lingkungan sosial budaya di Sulawesi Tenggara termasuk di Kota Kendari cukup kaya dengan permainan tradisional (Bhurhanuddin, 2007: 14), permainan tersebut dapat dikembangkan menjadi bahan belajar APE di TK, seperti Alat Permainan Edukatif Tradisional (APET) yang telah dikembangkan BPKB Kendari (Umar, 2004: 27). 

Hasil penelitian dalam bentuk pengembangan alat permainan berbasis sosial budaya yang dilakukan oleh Anwar (2009: 14) melibatkan 4 Kober dan berhasil membuat 8 jenis APE. Sebanyak 45 jenis permainan dari 5 kelompok yang ada di Kota Kendari, tidak semua relevan untuk dikembangkan bagi anak TK. Dalam proses diskusi dengan guru TK disepakati perlunya memilih 2 jenis permaian dengan kriteria:  1) Tidak berbahaya bagi anak usia TK, 2) mengandung unsur edukatif yang mengarah pada pengembangan karakter positif (Cinta Tuhan, kejujuran, kemandirian, santun, tolong-menolong, percaya diri, kepemimpinan, rendah hati, dan toleransi), 3) Dasar permainan dari sosial budaya peserta didik/pendidik, 4) Bahan bakunya tersedia di sekitar lingkungan alam peserta didik,  dan dapat meningkatkan kecintaan anak terhadap sosial budaya dan alam sekitar, 5) mudah dibuat dan murah harga bahan bakunya, dan 6) Mudah dimainkan dan melibatkan lebih satu orang untuk permainan yang tersedia.

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh pengelola/Guru TK adalah:  1) kurangnya alat permainan yang dimiliki oleh lembaga, 2) terbatasnya sumber dana bila dibanding dengan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, 3) dana iuran dari peserta didik sangat terbatas, karena 2 TK sasaran program ini umumnya peserta didiknya berasal dari keluarga menengah ke bawah, 4) para guru kurang mampu mengembangkan alat permainan berbasis sosial budaya yang ada di sekitar tempat tinggal peserta didik, 5) Kedua TK yang menjadi sasaran program memiliki latar sosial budaya dan alam berbeda, yaitu: (a) TK Aisyiah Bustanul Atfal 1 terletak di wilayah pusat perkotaan, namun umumnya anak didiknya (berjumlah 32 orang dan dibimbing 6 orang guru) dari keluarga menengah ke bawah (para buruh) dari berbagai etnis (Tolaki, Muna, Bugis, Jawa, Buton, Moronene), (b) TK Diah Pertiwi terletak di pinggiran kota pada wilayah pantai, sehingga umumnya anak didiknya (berjumlah 60 orang dan dibimbing 5 orang guru) berasal dari anak keluarga nelayan tradisional Suku Bajo yang berpenghasilan rendah.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka poin yang paling mendesak untuk dapat dipecahkan adalah pengadaan alat permainan karena ini merupakan bahan belajar utama peserta didik, sehingga kekurangan alat permainan dapat dipecahkan melalui pelatihan pengembangan alat permainan edukatif berbasis potensi sosial budaya lokal, dan bimbingan teknis pemanfaatan kepada peserta didik. 



B.     TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN

Tujuan yang diharpkan dari kegiatan ini adalah produk alat permainan dan buku petunjuk permainan. Selanjutnya diperikan atas beberapa tujuan khusus sebagai berikut: (1) Menghasilkan alat permainan edukatif yang mudah diperoleh dan dapat mengembangkan karakter positif anak, sekaligus meningkatkan kreativitas Guru dalam menyiapkan bahan belajar, (2) Mengembangkan budaya daerah menjadi lebih bermakna dan dapat memupuk semangat kebangsaan dan cinta tanah air, sehingga kelak anak dapat melakukan modifikasi dan akulturasi melalui persenyawahan dengan unsur-unsur budaya luar atau proses invensi, dan (3) Memudahkan pengadaan alat permainan, dan dapat dikembangkan untuk dijual di pasaran sehingga memberi nilai ekonomi bagi TK yang mengembangkannya.

Hasil pelatihan dan bimbingan ini diharapkan memiliki kontribusi, baik dari segi teoretis maupun dari segi praktis. manfaat teoretis, yaitu hasil ini diharapkan memperkaya khasanah pengetahuan Guru TK tentang pengembangan alat permainan edukatif berbasis lingkungan, khususnya dalam upaya menelaah permasalahan dan upaya mencari solusinya secara kreatif dan inovatif.

Dari segi praktis, manfaat yang diharapkan ini adalah: (1) Bagi  Guru TK,  dapat lebih memperkaya pengatahuan dan keterampilannya dalam mengembangkan APE Berbasis Sosial Budaya, sehingga mempermudah bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran, (2) bagi  peserta didik dapat mempermudah pemahaman materi pelajaran baik melalui kegiatan pembelajaran di kelas maupun pembelajaran di rumah, karena semua peserta didik akan memanfaatkan APE yang telah dikembangkan oleh guru. (3) Bagi pihak pengelola TK dapat menyelesaikan suatu masalah yang dihadapi Guru TK dalam pembelajaran.



C.    TINJAUAN PUSTAKA

            Kegiatan bermain merupakan sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesempatan anak beresplorasi, menentukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi dan belajar secara menyenangkan. Selain  itu, kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat di mana ia hidup (Sujiono, 2009: 134). Hal ini terkait dengan fungsi otak bagi manusia. Belahan otak kiri memiliki fungsi, ciri dan respons untuk berfikir logis, teratur dan linier. Sedangkan belahan fungsi otak kanan terutama dikembangkan untuk mampu berfikir holistik, imajinatif dan kreatif (Anwar, 2004a: 37).

Belajar sambil bermain sangat menyenangkan bagi anak peserta didik TK, oleh Semiawan (2002: 22) memberi contoh pembelajaran matematika di TK, melalui permainan. Permainan yang lebih efektif bersumber dari lingkungan sosial budaya peserta didik, karena telah memiliki dasar keterampilan untuk mengembangkannya, sekaligus dapat melibatkan masyarakat dalam upaya mengembangkan alat permainan tradisional menjadi bahan belajar yang potensial dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual.

Sesuai rekomendasi UNESCO bahwa memasuki abad XXI pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran masyarakat sehingga mau belajar (learning know or learning to learn). Bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan suatu pekerjaan alternatif kepada peserta didiknya  (learning to do), dan mampu memberikan motivasi untuk hidup dalam era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be). Pembelajaran harus dilengkapi keterampilan hidup bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan hidup dalam pergaulan antar bangsa dengan semangat kesamaan (leaning to life together) (Delors, 1996).

Pendidikan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Anwar, 2014). VN:F [1.9.10_1130]

please wait...

Ada 3 cara mendidik karakter anak: Pertama, Ubah lingkungannya, melakukan pendidikan karakter dengan cara menata peraturan serta konsekuensi di sekolah dan dirumah. kedua, Berikan pengetahuan, memberikan pengetahuan bagaimana melakukan perilaku yang diharapakan untuk muncul dalam kesehariannya serta diaplikasikan. Ketiga, Kondisikan emosinya, emosi manusia adalah kendali 88% dalam kehidupan manusia. Jika mampu menyentuh emosinya dan memberikan informasi yang tepat maka informasi tersebut akan menetap dalam hidupnya (Anonim, 2012a).

Berikut adalah 25 butir nilai karakter sebagai prioritas penanaman pada anak remaja: (1) Kereligiusan, (2) Kejujuran, (3) Kecerdasan, (4) Tanggung jawab, (5) Kebersihan dan kesehatan, (6) Kedisiplinan, (7) Tolong-menolong, (8) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, (9) Kesantunan, (10) Ketangguhan, (11) Kedemokratisan, (12) Kemandirian, (13) Keberanian mengambil risiko, (14) Berorientasi pada tindakan, (15) Berjiwa kepemimpinan, (16) Kerja keras, (17) Percaya diri, (18) Keingitahuan, (19) Cinta ilmu, (20) Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, (21) Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, (22) Menghargai  karya dan prestasi orang lain, (23) Kepedulian terhadap lingkungan, (24) Nasionalisme, dan (25) Menghargai keberagaman (Anonim, 2011b).

Nilai-nilai tersebut tersebar dan tersirat dalam setiap komunitas, baik lisan maupun tertulis. Bagi komunitas Bajo, nilai-nilai yang dikembangkan sebagian telah ditulis dalam lontarak ini menunjukkan bahwa Etnis Bajo memiliki peradaban yang cukup tinggi, karena sejak dahulu kala telah mampu mengembangkan bahasa tulisan dengan memanfaatkan bahasa dan pilihan kata yang santun. Umumnya pilihan kata yang digunakan dalam lontarak adalah bahasa yang halus (Anwar, 2014).  Karakter negatif tentu harus dihindarkan dalam proses pendidikan, dan sebaliknya karakter positif wajib ditrasformasikan kepada anak didik dan generasi muda bangsa baik dalam bentuk pembelajaran/pelatihan, maupun dalam bentuk keteladanan. Pentingnya keteladanan, makan para orang tua, guru, dan tokoh masyarakat mutlak harus mengembangkan sikap/karakter positif sehingga dapat ditrasformasikan kepada generasi muda dalam bentuk perbuatan dan pembelajaran.



D.    MATERI DAN METODE

Bebarapan alternatif yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut, antara lain: (1) pelatihan tentang manajemen TK, (2) pelatihan tentang model-model pembelajaran, (3) Bimbingan pengembangan alat permainan edukatif berbasis sosial budaya bagi guru TK. Ketiga alternatif tersebut dipilih solusi ketiga berupa bimbingan pengembangan alat permainan edukatif berbasis sosial budaya. Langkah-langkah kegiatan pemecahan masalah yang dipilih adalah sebagai berikut: Identifikasi kebutuhan, meliputi:  (a) kondisi sosial kelompok sasaran, (b) kondisi sosial budaya lingkungan, (c) potensi alat permainan yang dapat dikembangkan, dan (d)  potensi kelembagaan kelompok bermian.

Perencanaan program yang dilakukan secara kolaboratif dengan guru TK sebagai mitra, penyusunan bahan pelatihan dan bimbingan. Pelaksanaan pelatihan, meliputi: (a) bimbingan pemilihan alat permainan yang akan dikembangkan, (b) pelaksanaan pelatihan, dan (c) bimbingan penyusunan juknis permainan. Bimbingan teknis pascapelatihan baik dilakukan secara individual maupun kelompok. Monitoring dan evaluasi program. APE yang dikembangkan menurut kategori Sujiono (2009: 150) yaitu permainan keterampilan. Pentingnya keterampilan jenis ini antara lain: (1) membantu anak menjadi pembangun, (2) dapat mengurangi keputusasaan, (3) mengarah kepada kebergunaan dan kemandiri, (4) mengembangkan keterampilan baru dan kepercayaan diri, serta (5) belajar melalui memegang langsung bahan.

Realisasi pemecahan masalah, yaitu: Sosialisasi kepada 2 TK dengan melibatkan 6 guru (masing-masing 3 orang setiap TK), Pelatihan pembuatan minimal 3 APE kepada 6 orang guru, dan Motivasi pembuatan minimal 3 APE untuk masing-masing TK. Pemecahan masalah yang digunakan dalam program ini adalah: (1) sosialisasi terhadap kelompok sasaran tentang beberapa jenis APE yang telah dikembangkan sebelumnya oleh tim ini melalui penelitian yang melibatlan 4 Kober, yaitu ada 10 jenis APE, (2) memberikan pelatihan cara membuat APE ada 2 jenis APE yang dilatihkan yaitu:  Cugol, dan tinggo ulo, (3) pengembangan secara mandiri oleh guru masing-masing minimal 3 APE.



E.     HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Hasil

Hasil yang dicapai adalah kedua TK telah mengembangkan masing-masing 9 jenis APE yang telah diaplikasikan dalam pembelajaran, yaitu: Cugol (Cukke Golo/Cukke Gol), tinggo ulo, tinggo kasu, bola keranjang, galaceng, sanadale mendaa, gacci, patolele, dan mehule. 



1.    Cugol (Cukke Golo/Cukke Gol)

a.    Latar Belakang

Permainan ini merupakan permainan tradisional masyarakat Mekongga, tetapi kemudian dikembangkan oleh: Israjuddin Thamrin (salah seorang orang tua murid TK Al-Muhajirin Kolaka). secara khusus dikembangkan sebagai APE merupakan prakarsa Guru Kober ini, setelah melalui diskusi dengan Tim ini. Dalam kegiatan ini terdapat modifikasi yang dilakukan oleh guru dan orang tua anak, baik bahan maupun cara memainkannya.



b.   Bahan Baku

1)   Papan dari kayu jenis apa saja yang agak keras, berukuran sepanjng 60 cm lebar 50 cm

2)   Kayu (boneka pemain) berukuran  7cm sebanyak 12 buah (ini dapat ditiadakan)

3)   Gawang 2 buah yang terbuat dari jaring plastik

4)   Stik dari bambu/kayu sebanyak 2 buah

5)    Bola berukuran kelereng besar sebanyak 2 buah dari kertas perak bekas pelapis bungkus rokok (dapat diganti dengan modifikasi bekas tutup botol air mineral dengan menuliskan nomor 1-5 berwarna putih dan nomor 6-10 berwarna merah.



c.    Cara Memainkan

Permainan Cugol ini terbagi 3, yaitu: Cugol Embi (Enam Bidak), Cugol Serbu, dan Cugol Sepak.

1)      Cara Memainkan Cugol Enbi

Susunan pemain (formasi) diawali dengan adu pus (ozam) yang kalah, pertama menyusun bidak disusul pemenang, cara pasang satu persatu dilanjutkan bergantian.

a)   Setelah formasi terbentuk permainan akan mulai setelah pus (ozam) dan pemenang yang akan melakukan cukke sepakan I.

b)      Sepakan/cukke 1 x kemudian berganti.

c)      Sepakan/cukke dilakukan dengan 2 cara :

d)     Sepakan langsung ke gawan lawan atau.

e)      Bola dipantulkan pada tepi medan menuju ke gawan lawan.

f)       Apabila bola memantul ke gawang sendiri maka terjadi gol bunuh diri.

g)      Apabila terjadi gol, maka pemain/penontong dapat meneriakkan kata gool.

h)      Cukkekan/sepakan hanya boleh dilakukan di depan bidak pemain masing-masing yang telah disediakan.

i)   Permainan Cugol dilaksanakan selama 2 babak, 1 babak dilaksanakan selama 17 menit, lama permainan/pertandingan 2 x 17 menit = 34 menit.

j)        Memasuki Babak kedua pengaturan formasi baru yang diawali oleh pihak pemenang.

k)      Apabila 2 x 17 menit skor tetap imbang, maka perpanjangan waktu 5 menit, apabila tetap imbang, maka dilaksanakan adu finalti dari posisi gawang ke gawang.

l)        Terjadi pergantian pemain yang kalah dilanjutkan pemain baru.



2) Cara Memainkan Cogol Serbu

a)      Perubahan formasi (Susunan Pemain) Semua bidak terpakai.

b)      Bola di cukke / disepak dari tengah lingkaran lapangan ke gawang lawan.

c)      Tempat bola berhenti dimulainya kembali cukkekan.

d)     Semua aturan main I (Enbi) terpakai, kecuali, aturan yang menggantikan (Aturan Cugol Serbu).



2) Cara Memainkan Cogol Sepak

a)      Perubahan formasi dengan meniadakan bidak.

b)      Bola disepak dari dalam lingkaran di depan gawan ke gawang lawan sebanyak lima kali secara berturut-turut.

c)      Selanjutnya lawan juga menyepak bola dalam lingkaran di depan gawannya ke gawang lawan sebanyak lima kali secara berturut-turut.

d)     Apabila bola/wadah masuk ke dalam gawan lawang, maka terjadi gol.

e)      Pemenang ditentukan berdasrkan banyaknya bola/wadah yang masuk ke gawang lawan.



2.    Tinggo Ulo

a.    Latar Sejarah

Metinggo adalah salah satu permainan tradisional baik oleh Masyarakat Tolaki maupun oleh Masyarakat Mekongga, Muna, dan Bugis. Permainan ini digemari anak-anak di daerah pedalaman karena sifatnya praktis dan dilakukan secara tatap muka antara lawan. Alat yang digunakan mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal anak berupa tempurung kelapa.



b.    Peralatan Permainan

1)   Belahan tempurung kelapa yang terbelah dua setelah dikupas isinya.

2)   Tali yang terbuat dari akar atau tali dari daun pandan yang telah dipintal



c.    Cara Memainkan

1)   Permainan ini membutuhkan ketangkasan setiap pemain, diawali dengan latihan keseimbangan badan.

2)   Dimulai dengan memegang tali, selanjutnya kedua kali dinaikkan di atas tempurung, kedua jari kaki menjepit tali (seperti halnya memakai sandal jepit), kemudian berjalan seperti biasa. Jika diperlombakan, maka dapat dilakukan dengan berjalan cepat atau berlari.

3)   Manfaat permainan kalego ini selain meningkatkan kecerdasan naturalis anak, juga dapat melatih motorik dalam bentuk ketangkasan badan dan kaki.



3.      Tinggo Kasu

a. Latar Sejarah

Metinggo Kasu adalah salah satu permainan tradisional baik oleh Masyarakat Tolaki maupun oleh Masyarakat Mekongga. Permainan ini digemari anak-anak di daerah pedalaman karena sifatnya praktis dan dilakukan secara tatap muka antara lawan. Alat yang digunakan mudah diperoleh di sekitar tempat tinggal anak berupa kayu/pelepah sagu/bambu.



b.      Peralatan Permainan

1)  Batangan kayu yang berukuran 125 cm, garis tengah 10 cm,kemudian dihaluskan.

2)  Pada ketinggian 50 cm diberi stan kaki yang berfungsi sebagai tempat injakan kaki ketika menggunakan alat ini



c.       Cara Memainkan

1)      Permainan ini membutuhkan ketangkasan setiap pemain, diawali dengan latihan keseimbangan badan.

2)      Tinggo kasu diletakkan di depan pemain, kemudian kaki diangkat perlahan-lahan satu-persatu menuju ke batang tumpuan.

3)      Setelah kedua kaki sudah naik dan berada di stan tumpuan maka diperhatikan keseimbangan badan agar tidak jatuh. Selanjutnya secara perlahan kaki/tinggo kasu diangkat secara bergantian bagaikan berjalan dengan kaki biasa.

4)      Jumlah tim dalam permainan ini terdiri satu orang atau permainan individuan, namun dapat diperlombakan antara satu orang/tim dengan orang/tim lainnya.

5)      Manfaat permainan ini selain meningkatkan kecerdasan naturalis anak, juga dapat melatih motorik dalam bentuk ketangkasan badan dan kaki.



4.    Bola Keranjang

a.    Latar Sejarah.

Bola Keranjang adalah salah satu permainan yang merupakan modifikasi dari tradisional ke permainan modern. Permainan dasarnya adalah raga (bola dari rotan) yang merupakan permainan tradisional masyarakat remaja di Sulawesi, namun dalam kegiatan ini para guru TK memodifikasi dengan menggunakan kertas/Koran bekas (untuk TK Aisyiah) dan daun pisang yang kering (untuk TK Diah Pertiwi) yang dibalut dengan plastic/solasi. Sifatnya  kontekstual, praktis, sederhana dan tidak butuh biaya yang besar karena bahannya tersedia di sekitar tempat pemukiman mereka.



b.   Peralatan Permainan

Peralatan utama permainan ada dua, yaitu: (1) bola (bola yang terbuat dari kertas/Koran bekas, dan atau daun pisang yang kering), dan (2) keranjang bola yang berfungsi sebagai gawang.  Bahan tanaman pisang merupakan suatu bahan alam yang dapat digunakan untuk membuat berbagai ragam alat kebutuhan.



c.    Cara Memainkan

Permainan ini dapat dilakukan satu lawan satu, dan juga secara tim lawan tim. Permainan perindividu satu lawan satu dengan masing-masing anak diberi 6 buah bola untuk dilemparkan masuk ke dalam keranjang rotan. Sedangkan berkelompok masing-masing tim beranggotakan 2 atau 3 orang, setiap tim diberikan 12 buah bola. jika beranggotakan 2 orang, maka setiap anggota memperoleh kesempatan melemparkan 6 buah bola, dan jika setiap tim beranggotakan 3 orang, maka setiap anggota tim memperoleh kesempatan melemparkan 4 buah bola. Skor ditentukan berdasarkan jumlah bola yang masuk dalam keranjang, yang terbanyak memasukkan bola diantara dua kelompok pemain itu yang menjadi pemenangnya.



5.    Galaceng

a.      Latar Sejarah

Galaceng (bahasa Bugis) adalah salah satu permainan tradisional baik oleh masyarakat Mekongga maupun oleh Masyarakat Bugis-Makassar dan Bajo. Pada mulanya wadah berupa 6 pasang lubang kiri-kanan dan satu masing-masing ujung dapat dibuat dengan melubangi tanah dengan memaki kayu dilanjtkan dengan memaki tumit untuk penghalusan lubang.



b.      Peralatan Permainan

1)      Wadah dari kayu yang dilubangi secara berpasangan masing-masing 5 lubang di sebelah kanan dan 5 lubang di sebelah kiri. Lubang besar dibuat masing-masing di ujung kanan dan di ujung kiri.

2)      Perubahan: dalam penelitian ini dibuat dari kayu/papan setebal 3 cm yang lebih dahulu dihaluskan kemudian dilubangi, pemilihan papan karena di sekitar Kelompok Bermain masih terdapat beberapa pohon, sehingga dapat secara natural anak memahami bahan baku alat permainan ini.

3)      Biji-bijian dari batu, kemudian diganti dengan kerang kecil yang jumlahnya sama yaitu 56 biji, karena masing-masing lubang berisi 4 biji.

4)      Perubahan: dalam penelitian ini biji-biji batu diganti dengan kerang kecil yang banyak terdapat di sekitar Kelompok Bermain, sehingga memudahkan pemahaman anak tentang alam sekitarnya yang bersifat natural.



c.         Cara Memainkan

1)      Pemain terdiri dari dua tim, setiap tim terdiri atas 1-2 orang

2)      Teknik Permainan: untuk memulai permainan dilakukan undian atau sut, yang menang memulai permainan dengan mengangkat keempat biji yang ada pada suatu lubang di depannya, kemudian diisi sebiji setiap lubang selanjutnya, jika habis maka isi lubvang terakhir diambil semuanya untuk selanutnya diisi lubang berikutnya, permainan dinyatakan berhenti untuk tim pertama jika pada saat biji terakhir menemui lubang kosong. Selanjutnya dimulai untuk tim kedua, dengan langka yang sama dengan tim pertama.

3)      Pemenang ditentukan berdasarkan kriteria yang paling banyak memperoleh poin

4)      Selain kecerdasan naturalis anak berkembang melalui pengenalan alat permainan dari alam sekitarnya, juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik melalui latihan jari-jari tangan untuk bergerak dan berhitung.



6.      Sandale Mendaa/Sandal Panjang

a.      Latar sejarah

Sandale mendaa adalah berasal dari Bahasa Tolakai, yang merupakan permainan tradisional oleh masyarakat Tolaki yang merupakan penduduk asli Sulawesi Tenggara. Permainan ini banyak digemari kalangan anak-anak karena sifatnya bergembira.



b.      Peralatan Permainan

1)      Kayu panjang 40 cm tebalnya 2 cm

2)      Karet jepitan dari ban dalam bekas

3)      Paku dan seng buat jepitan



c.         Cara Memainkan

1)      Menentukan lokasi permaian

2)      Dua pasang sandale mendaa

3)      Menentukan pemain yang menjadi peserta sandale mendaa dua orang/tiga orang. Posisinya depan, belakang, dan atau tengah sambil memegang pundak teman

4)      Demikian juga pemain kedua dan ketiga

5)      Pasangan pemain melangkah kaki kanan/kiri secara bersamaan dan bergantian.

6)      Pemenang ditentukan berdasarkan kecepatan sampai di garis akhir/pinis.



7.      Gacci

a.    Latar belakang

Magacci atau gacci berasal dari bahasa bugis, berarti melakukan suatu permainan yang menggunakan beberapa biji kerang/biji asam dengan menggunakan papan gacci. Permainan ini dahulu dilakukan di tanah yang lubang, sekarang diganti dengan menggunakan papan. Permainan ini dilakukan/dimainkan sebanyak 1 lawan 1 atau 2 lawan 2 orang/secara bergantian.



b.   Peralatan Permainan

1)   Papan gacci yang terbuat dari papan panjangnya 40 cm tebal 3 cm

2)   Biji kerang/biji asam



c.    Aturan Permainan

Dimainkan oleh anak sebanyak 2 orang atau lebih, permainan diawali dengan undian siapa pemain yang terlebih dahulu berhak main.



d.        Teknik Permainan

Permainan dimulai dengan melakukan undian atau sut. Peserta yang menang berhak memulai permainan seterusnya secara bergantian. Pemain pertama mengambil 10 biji kerang/biji asam dan menghamburnya di atas permainan/papan permainan yang telah disediakan. Kemudian ibu jari pemain diletakkan di atas papan permainan sambil mendorong biji kerang/biji asam yang ada di atas papan permainan tersebut satu persatu sampai habis. Selanjutnya pemain/lawan akan melakukan kegiatan yang sama.



8. Patolele/Suke

a.    Latar Sejarah

Patolele adalah permainan tradisional yang banyak dimainkan oleh anak-anak di pedesaan dalam latar masyarakat Tolaki dan Bugis-Makassar di Kendari pada zaman dahulu kala, namun sekarang ini mulai ditinggalkan seiring dengan munculnya berbagai hiburan melalui TV dan permainan dari luar.



b.      Peralatan Permainan

1)      Tangkai sagu yang biasa disebut dalam bahasa Tolaki Tangge Bondu, bahan untuk membuat alat ini mudah ditemukan dan sangat praktis.

2)      Patolele ini dibuat dalarn dua bagian yaitu pemukulnya (polangguno) induknya dan alat yang akan dipukul (palele). Pemukul alat patolele ini berukuran 4  jengkal tangan atau sekitar 72 cm dan anaknya berukuran 1 jengkal tangan atau sekitar 18 cm.

3)      Permainan ini dimainkan oleh 3 orang atau 5 orang tergantung banyaknya yang akan bermain.

4)      Permainan patolele ini sangat baik bagi anak-anak, selain melatih motorik dasar anak juga melatih kesabaran anak dalain menunggu giliran, dan dalam permainan ini terdapat pelajaran berhitung.

5)      Permainan ini sangat dibutuhkan kedisiplinan. para pemain sebab apabila tidak disiplin dapat menyebabkan kecelakaan kecil (cidera) yang disebabkan oleh anak patolele tersebut.

6)      Patok lele ini sering dimainkan di halamnan. rumah dan dibuat lubang seluas  10 cm dan berbentuk lonjong tidak bulat.



c.         Cara Memainkan

1)      Anak patolele diletakkan di atas lubang yang direntangkan dan pemukulnya dimasukkan ke dalam lubang.

2)      Anak patolele dihentakkan pemukulnya  dengn membuang anak patolele keluar dari lubang dan kemudian lawan berusaha menangkap anak patok lele tersebut sebelum jatuh ke tanah (apabila. anak patolele tersebut ditangkap oleh lawan maka permainan akan berganti posisi lawan yang akan memainkan selanjutnya.

3)      Anak patolele diletakkan paling ujung dari pernukul, terus anak patolele dihentakkan dibuang ke atas secara vertikal sebelum jatuh ke tanah diusahakan secepat mungkin anak patok tersebut di pumukul.

4)      Anak patolele diletakkan ke dalam lubang salah satu ujung menjulur ke depan dan agak muncul kedasar, posisi pernain berdiri dan mernegang pernukul bersiap-siap untuk memukul ujung anak patolele yang muncul ke dasar lubang.

5)      Sistem skor (penilaian) pada masing-masing bagian yakni sebagai berikut:  (1) Bagian pertama, apabila lawan menangkap anak patolele maka lawan akan mendapat skor dengan rincian sebagai berikut apabila lawan menangkap dengan mengunakan satu tangan maka point lawan akan bertambah 100 tetapi apabila dengan kedua tanga maka poinnya hanya akan bertambah 50, (2) Bagian kedua,  penilaiannya sama dengan bagian pertama untuk posisi lawan, apabila pemain memukul ataupun tidak memukul anak patolel yang dilemparkan oleh lawan jauh dari lubang maka perhitungan nilai berdasarkan perhitungan dengan mengunakan tongkat (kelipatan 10) diukur dengan berapa tongkat dari posisi anak patolele tersebut menuju lubang, dan (3) Bagian ketiga, penilaian untuk posisi lawan sama dengan bagian pertarna apabila tertangkap.



9.      Permainan Mehule/Gasing

a.    Latar Sejarah

Mehule adalah permainan gasing sebagai salah satu permainan tradisional baik oleh Masyarakat Tolaki maupun oleh Masyarakat Mekongga dan Masyarakat Muna. Permainan ini digemari anak-anak di daerah pedalaman karena sifatnya praktis dan dilakukan secara individual  yang mengutamakan ketangkasan dan keterampilan.



b.      Peralatan Permainan

1)      Potongan kayu apa saja, namun terdapat kecenderungan memilih kayu nangka karena selain mudah membuatnya, juga hasilnya cukup bagus berputar.

2)      Kayu dibuat dalam bentuk bulat lonjong, menyerupai tempayang.

3)      Untuk menggerakkan dibutuhkan tali yang dililitkan pada leher gasing (Tali terbuat dari kulit kayu atau benang dari daun pandan, kemudian dipintal sesuai kebutuhan dan selera).



c.    Cara Memainkan

1)      Pertama-tama tali dililitkan pada leher gasing, kemudian tali ditarik bersamaan dengan itu gasing dilepas di lantai/tanah untuk menghasilkan putaran yang maksimal.

2)      Pemenang dari permainan ini, ditunjukkan dari lamanya putaran, siapa yang paling lama gasingnya berputar, maka dialah dinyatakan sebagai pemenang.



Karakter yang Dikembangkan

Hasil pengembangan ini dapat mengaplikasikan 15 nilai-nilai karakter positif terhadap anak didik TK, yaitu: (1) Kejujuran, (2) kepatuhan terhadap aturan-aturan social, (3) Kedisiplinan, (4) Percaya diri,  (5) kemandirian, (6) kesantunan, (7) ketangguhan, (8) keberanian mengambil risiko, (9) kecerdasan, (10) berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, (11)kepedulian terhadap lingkungan, (12) menghargai  karya dan prestasi orang lain, (13) tolong-menolong, (14) kepemimpinan, dan (15) tanggung jawab.



Pembahasan

Proses pengembangan alat permainan dalam program ini diawali diskusi antara tim pendamping dengan para Guru TK secara terpisah antara TK Aisyiah Bustanul Atfal 1 dengan TK Diah Pertiwi. Dalam proses diskusi lebih lanjut dengan Guru TK disepakati memilih 2 jenis permaian untuk dilakukan secara langsung yaitu: cugol dan tinggo.

Sejalan dengan itu nilai kejujuran, tolong-menolong, dan percaya diri disepakati Abdillah (2006), Anonim (2011b) sebagai muatan nilai karakter yang terdapat dalam setiap APET yang telah dikembangkan dalam program ini. Alat pelengkap permainan seperti: biji asam untuk permainan dibuat/diadakan sendiri oleh Guru dan atau orang tua peserta didik. Dari hasil diskusi dengan Guru, menunjukkan bahwa para Guru telah berkembang kreativitasnya, beberapa diantara mereka telah mengembangkan bahan belajar kontekstual berasal dari latar sosial budaya dan lingkungan alam sekitar TK. Fenomena tersebut terjadi pada semuan TK (TK Aisyiah Bustanul Atfal 1 dan TK Diah Pertiwi), para Guru berusaha memanfaatkan beberapa hasil alam yang ada di sekitar TK untuk dijadikan sebagai bahan alat permainan.

Temuan tersebut sesuai dengan penekanan Hanurani (2003) bahwa Guru telah melakukan identifikasi lebih jauh tentang kebutuhan peserta didik terhadap potensi lingkungan alam sekitarnya untuk dimodifikasi menjadi bahan belajar kontekstual. Umumnya permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, buah-buahan, batu. Aktivitas tersebut mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu terhadap alam, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan natual anak dan mengembangkan sikap peduli lingkungan.

Pertumbuhan dan perkembangan TK mengharuskan pengembangan APE yang baik dan mendidik kecintaan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya lembaga pendidikan tersebut, baik di pedesaan maupun perkotaan. Menyadari perlunya pengembangan karakter anak melalui landasan budaya sekitarnya, agar anak kelak tidak kehilangan identitas budaya bangsanya, sekaligus meletakkan nilai-nilai karakter positif yang ada dalam permainan tradisional. Terbukti menurut Dryden dan Vos (2000) bahwa dalam menghadapi era globalisasi Bangsa Jerman makin Jerman dan Bangsa Perancis makin Perancis, karena mereka mengembangkan budayanya, untuk dijadikan landasan dalam mengaruhi era global, sehingga tidak larut dalam percaturan budaya global.

Hasil uji coba dalam bentuk lomba permainan secara kontekstual menunjukkan hasil yang positif. Misalnya, saat anak bermain magacci, akan timbul pertanyaan bahwa buah/biji asam yang dijadikan alat kelengkapan permainan apakah sama yang dipakai ibu memasak ikan? Guru menjawab sama. Demikian pula saat anak diajak keluar di sekitar Kober untuk melihat langsung pohon asam, mereka memperhatikan secara cermat, bahkan mereka berusaha memeluk pohon asam, dan selanjutnya mereka mencari buah asam, dan selanjutnya mereka mengupas untuk melihat isi dan biji buah asam.  Dengan demikian timbul karakter peduli lingkungan yaitu anak semakin mencintai lingkungan alam sekitarnya, memelihara lingkungan alam, gemar menanam buah-buahan dan kembang. Dalam hal ini terjadi dampak pengiring yaitu dampak yang tidak merupakan tujuan awal kegiatan ini.

Penanaman wawasan kebangsaan pada anak usia dini melalui APET, diharapkan dapat mempersiapkan mereka kelak sebagai manusia-manusia yang mempunyai identitas di dalam masyarakat lokalnya sekaligus mempunyai visi global untuk membangun dunia bersama. Pendidikan yang dapat mempersiapkan manusia-manusia yang mempunyai identitas di dalam masyarakat lokalnya sekaligus mempunyai visi global untuk membangun dunia bersama sangat diperlukan dalam budaya global (Anwar, 2009).

Efektivitas pengembangan alat permainan ini dapat berdampak terhadap munculnya inovasi dari masyarakat sekitar, berupa pengembangan APE sejenis untuk dipasarkan kepada masyarakat dan bagi anak didik akan memiliki dampak pengiring yang kelak setelah dewasa akan muncul semangat untuk mengembangkan lingsungan social budaya yang memiliki nilai ekonomi, estetika, dan etika. Temuan pengembangan ini dapat menggugah stake holder pendidikan untuk memikirkan isi muatan lokal dan pengembangan diri yang sedang dirancang dan akan diterapkan sebagai bagian dari Kurikulum 2013 mulai dari PAUD sampai dengan SMA/SMAK.



F.     KESIMPULAN DAN SARAN

Secara edukatif alat permainan yang dikembangkan mudah diperoleh dan mengandung nilai-nilai karakter positif (kejujuran, kepatuhan terhadap aturan-aturan social, tanggung jawab, kedisiplinan, percaya diri, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kepedulian terhadap lingkungan, kepemimpinan, menghargai karya dan prestasi orang lain, serta tolong-menolong) yang dapat dikembangkan oleh anak didik TK, sekaligus meningkatkan kreativitas guru.

Pengembangan alat permainan edukatif ini disambut baik oleh orang tua dan Guru karena dapat mengembalikan masa lalu mereka, dan ternyata sangat disenangi oleh anak didik, bahkan mereka senang memainkannya dan melombakan diantara mereka, budaya yang nyaris dilupakan kembali bangkit, dan kenyataannya dapat berkompetisi dengan budaya lain dari luar berupa alat permainan impor.

Alat permainan yang dikembangkan cukup ekonomis, pengadaannya mudah dan murah dibanding dengan alat permainan non-tradisional, dan dapat dikembangkan untuk dijual di pasaran sehingga memberi nilai ekonomi bagi TK yang mengembangkannya. Terbukti bahwa alat permainan yang dikembangkan 2 TK umumnya di buat sendiri oleh Guru dan orang tua, sedangkan Guru TK semua wanita, meskipun demikian alat lain berupa batu/biji diusahakan oleh Guru dan peserta didiknya.

Perlu pelatihan dan bimbingan terhadap guru TK dan pendidik PAUD umumnya dalam jumlah yang lebih besar untuk pengembangan alat permainan baik yang berasal dari budaya tradisional maupun yang merupakan motif baru sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa. Perlu perumusan kurikulum TK dan Kelompok Bermain yang memperhatikan potensi sosial budaya dan lingkungan alam sekitar anak didik. Perlu ditingingkatkan frekuensi lomba permainan APET untuk anak didik PAUD, sehingga semakin berkembang kecintaan terhadap budaya bangsa. Perlu lomba pengembangan APET yang lebih luas dengan melibatkan pendidik PAUD (Kober dan TK), sehingga pendidik semakin kreatif dalam pengadaan bahan belajar baik dalam jumlah maupun kualitas permainan.



DAFTAR PUSTAKA



Abdillah, Masykuri. 2006. Peran Islam dalam Membangun Etika dan Kultur Politik Bangsa. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Membangun Karakter Bangsa Berdasarkan Nilai-nilai Al-Qur’an.  Kendari: 30 Juli 2006.

Anonim. 2009. Laporan Seksi PLS tentang Profil PKBM dan PADU. Kendari: Dinas Diknas Sultra.

Anonim. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter di SMP. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional  Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Anonim. 2012. Kurikulum-Pendidikan-Karakter. http://www.pendidikankarakter.com/kurikulum-pendidikan-karakter/. Akses, 16 September 2012.

Anwar dan Ahmad, Arsyad. 2004a. Pendidikan Anak Dini Usia. Bandung: Alfabeta.

Anwar, Mursidin dan Ibrahim, Husain. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Melalui Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya untuk Meningkatkan Kecerdasan Naturalis pada Anak Didik TK. Kendari: Lemlit Unhalu.

Anwar. 2014. Peranan Naskan Lontarak Asal-Usul Suku Bajo Dalam Pembentukan Karakter Positif Bangsa.  Makalah Disajikan pada Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara (MANASSA) XV, Padang, 18-20 September 2014

Bhurhanuddin, B.,  dkk. 2007. Permainan Anak-anak Daerah Sulawesi Tenggara. Kendari Dinas Diknas Sultra.

Delors, J., et al. 1996. Leraning: The Treasure Within. Paris: UNESCO.

Derektorat Padu. 2002. Acuan Menu Pembelajaran pada TK. Jakarta: Ditjen PLSP Depdiknas.

Dryden, G dan Vos, J. 2000. Revolusi Cara Belajar. Bagian I Keajaiban Pikiran. Diterjemahkan oleh Kaifa. Bandung: Kaifa.

Hanurani, L. 2003. “Beberapa Cara Mengidentifikasi Sumber Belajar dan Kebutuhan Belajar dalam Masyarakat”. Dalam Jurnal Gita Setrai. No. 2 tahun 2003.

Semiawan, C.R. 2002. “Pendidikan Anak Dinis Usia Belajar melalui Bermain” dalam Jurnal Ilmiah Anak Dinis Usia. Edisi 01 April 2002.

Sujiono, Y.N. 2009. Konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

Tim P4TK PKn dan IPS. 2011.  Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa. Makalah disampaiakan pada: “Diklat Pengembangan dan Pembangunan Karakter Bangsa”, tanggal 19-24 Mei 2011 di Grand Palace Hotel.

Umar, M., dkk. 2004. Model Pengembangan Alat Permainan Edukatif Tradisional Anak Usia 3-6 Tahun. Kendari: Balai Pengembangan Kegiatan Belajar.






ARTIKEL

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (IbM)

TAHUN 2014















Picture 081

 





















PENDAMPINGAN GURU DALAM PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF BERBASIS SOSIAL BUDAYA UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER ANAK PADA TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA KENDARI







Tim Pelaksana:

Prof. Dr. H. Anwar, M. Pd.

Dr. H. Mursidin T, M. Pd.

Dra. Hj. Aisyah, S. Pd., M. Pd.











DIBIAYAI OLEH:

DANA DIPA UNIVERSITAS HALU OLEO TAHUN ANGGARAN 2014

DENGAN SURAT PERJANJIAN PENUGASAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

NOMOR: 021/SP2H/KPM/DIT.LITABMAS/V/2014

NOMOR: 232-5/PPK/UHO/IV/2014 TANGGAL 10 JULI 2014

DIPA NOMOR: 023.04.2.208962/2014 TANGGAL 05 DESEMBER 2013











LEMBAGA PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar