A. Pendahuluan
Perjuangan
rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan penuh dengan kepahlawanan. Tanpa
itu tidak mungkin kemerdekaan dapat diproklamasikan, kemudian dibela dan
ditegakkan. Sebab pihak penjajah tidak mau melepaskan kekuasaannya begitu saja,
mereka mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik yang ada di luar
negeri maupun di dalam negeri dari orang-orang Indonesia yang hanya memikirkan
kepentingan pribadi dan golongannnya sendiri. Akan tetapi cukup banyak rakyat
Indonesia tergerak hati nuraninya untuk melawan penjajah guna membela kebenaran
dan keadilan.
Berdiri
dan tetap tegaknya Republik Indonesia adalah karena faktor kepahlawanan itu.
Makam-makam pahlawan tersebar luas di seluruh wilayah Tanah Air Indonesia.
Pahlawan-pahlawan itu telah memberikan sumbangan berharga bagi persiapan
kemerdekaan dan ada pahlawan dalam perjuangan membentuk serta menegakkan
kemerdekaan negara dan bangsa.
Tidak
salah kalau dikatakan bahwa kemerdekaan Indonesia dicapai melalui kepahlawanan
yang tidak sedikit. Ada kepahlawanan yang dilakukan oleh para pejuang
bersenjata dalam pertempuran terhadap penjajah dan pihak-pihak yang tidak
menghendaki Indonesia merdeka. Ada pula kepahlawanan yang dilakukan oleh rakyat
yang dengan penuh semangat melakukan aneka ragam perlawanan terhadap
musuh-musuh Indonesia. Oleh sebab itu hendaknya generasi penerus jangan
menganggap kemerdekaan negara dan bangsa itu satu hal yang lumrah belaka.
Karena itu harus selalu ada dorongan untuk terus membela kemerdekaan itu serta
membuatnya lebih indah lagi dengan menciptakan kondisi negara dan bangsa yang
selalu lebih baik, lebih maju dan sejahtera dari pada sebelumnya.
Di balik hiruk pikuk panggung politik dan semangat pemberantasan korupsi yang menggebu, di tengah masyarakat sedang terjadi penggerusan eksistensi kepahlawanan. Sikap rela berkorban untuk kepentingan yang lebih besar, pengabdian, kegigihan, dan keberanian semakin punah terpancar dari elemen anak bangsa.
Hal yang mengemuka justru sebaliknya, mementingkan diri sendiri, tidak
jujur terhadap diri dan lingkungannya, dan pengecut terhadap tantangan dan
kesulitan. Intinya, publik melihat masyarakat sedang kehilangan sosok pahlawan.
Masyarakat bangsa ini sedang dalam situasi ”paceklik” kepahlawanan atau
keteladanan para pempimpin.
Publik mengharap kemunculan figur pahlawan dalam bentuk sikap mumpuni yang
mampu mengatasi berbagai persoalan krusial bangsa. Figur itu bisa muncul dari
kalangan pemimpin, tetapi bisa juga dari lapisan masyarakat yang mampu
memberikan sumbangsih nyata atas berbagai persoalan mendasar yang kembali
muncul dalam tubuh bangsa ini.
Jawaban publik dalam hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, para kaum
elite yang memegang kekuasaan di negeri ini belum mampu memberikan makna
mendasar bagi kepahlawanan. Saat diajukan pertanyaan, siapakah tokoh yang bisa
dianggap sebagai pahlawan di negeri ini, lebih dari separuh responden menjawab
tidak ada. Tak sampai 10 persen publik yang menjawab figur pahlawan masih ada
atau mulai muncul dengan menyebut beberapa nama seperti Joko Widodo dan Dahlan Iskan.
Ketiadaan tokoh yang bisa disejajarkan dengan jasa pengorbanan para
pahlawan masa lalu itu paralel dengan temuan jajak pendapat pada September 2012
yang mengungkapkan penilaian kinerja kepemimpinan formal negara dalam mengatasi
persoalan bangsa. Semangat kepahlawanan para pemimpin formal negara yang
tercermin dari kinerjanya oleh mayoritas responden justru dinilai minor.
Padahal, kepemimpinan formal negara semestinya menjadi barisan terdepan yang
bisa dijadikan rujukan jiwa kepahlawanan untuk masa kini.
Jiwa kepahlawanan para pimpinan DPR yang mengemban amanat sebagai wakil
rakyat dan pilar demokrasi dinilai masih jauh dari harapan publik. Mayoritas
responden berpendapat, etos kepahlawanan di lembaga tersebut rendah, bahkan
paling rendah dibandingkan dengan pimpinan dari lembaga-lembaga negara lainnya.
Persepsi minor publik itu agaknya tak bisa lepas dari banyaknya pemberitaan
negatif yang melibatkan anggota Dewan, mulai dari kasus korupsi oleh oknum
anggota DPR, keberadaan mafia anggaran, hingga tudingan pemerasan oknum anggota
DPR terhadap BUMN.
Penilaian responden terhadap jajaran penegak hukum yang dipandang sebagai
benteng keadilan di negeri ini pun setali tiga uang. Kasus-kasus hukum yang
muncul di ranah publik justru menempatkan aparat hukum sebagai pelaku
pelanggaran hukum. Tengok saja kasus dugaan mafia perkara di MA dan polisi yang
terjerat kasus narkoba. Demikian pula isu rekening gendut sejumlah oknum
jenderal serta ”setoran” dalam pola rekrutmen ataupun penempatan aparat. Tak
heran, dua pertiga responden menilai rendah semangat kepahlawanan di kepolisian
dan Mahkamah Agung.
Sulit dihindari makna penilaian sifat kepahlawanan terhadap lembaga atau
pemimpin formal erat terkait dengan persepsi publik atas kinerja dan sifat
keberpihakan mereka. Kemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara
normatif pun belum cukup jika tak dilengkapi dengan sikap empati kepada
masyarakat. Dengan kondisi kevakuman keteladanan dan sosok, tak heran publik
tak mampu mengidentifikasi pahlawan saat ini. Siapa sosok pahlawan yang paling
dikagumi akhirnya hanya bisa dijawab dari masa lalu, antara lain figur Presiden
Soekarno.
Pada akhirnya, kevakuman teladan di lapis elite merembes pula di lapis
masyarakat. Tak hanya di level pimpinan negara, melemahnya nilai-nilai
kepahlawanan juga terjadi di ranah publik masyarakat. Jajak pendapat ini
mengungkap, sebanyak 9 dari 10 responden alias nyaris seluruh responden menilai
penghayatan jiwa kepahlawanan di masyarakat saat ini lemah. Semangat rela
berkorban dalam kehidupan nyata dinilai melemah oleh 7 dari 10 responden.
Berbagai konflik horizontal di Tolikara Papua, Makassar (Satpol PP dan
Polri), Sumut, dan daerah lain yang disebabkan persoalan sepele adalah
indikator kuat melemahnya sifat kepahlawanan. Bukannya mengedepankan kesamaan
kepentingan sebagai bangsa, sejumlah kelompok masyarakat justru mengumbar
amarah dan nafsu untuk saling menyakiti sesama anak bangsa yang sering atas
nama primordialisme sempit.
Dalam jajak pendapat sebelumnya bahkan terekam, negara melalui sistem dan
aparatnya mengambil peran dalam spiral kekerasan ini. Dalam konteks kerukunan
umat beragama, misalnya, negara dinilai tidak bertindak adil, memadai, dan
tegas.
Indikator yang lebih sederhana juga dinyatakan. Tradisi memelihara ”memori
kepahlawanan” dalam masyarakat memudar seiring kesibukan sebagian warga bangsa
ini mempertahankan ”laju tingkat perekonomian”. Perayaan Hari Kemerdekaan 17
Agustus lewat upacara secara tak langsung memupuk sikap cinta Tanah Air dan
menghargai jasa pahlawan mulai jarang diselenggarakan. Dua dari lima responden
jajak pendapat Kompas pada Agustus 2012 menyatakan, tak ada peringatan
kemerdekaan di lingkungannya.
Lebih jauh, krisis nilai kepahlawanan dalam masyarakat saat ini bisa
disejajarkan dengan krisis nilai dalam pengamalan dan penghayatan Pancasila. Baik Pancasila maupun nilai kepahlawanan sama-sama diamini kebutuhannya oleh nyaris
seluruh responden berbagai jajak pendapat ini. Namun, pada saat yang sama
keduanya dipandang mengalami kevakuman dalam masyarakat, ”terkubur” berbagai
”isme” yang saat ini populer dan digandrungi masyarakat.
Dari sudut pandang kebebasan berpolitik masyarakat di tengah politik yang
liberal dan identitas primordial yang menguat, persoalan Pancasila dan nilai kepahlawanan tampak seperti benang kusut. Bahkan, negara tampak
tak berdaya mengurai kekusutan ini. Salah satunya adalah dimensi penanaman
nilai kepahlawanan (dan bela negara) yang makin absen dari jalur sistem
pendidikan. Padahal, di semua negara yang kuat perasaan kewarganegaraannya,
pendidikan merupakan jalur strategis yang dijaga sungguh- sungguh oleh
penyelenggara negara.
B. Nilai Kepahlawanan yang Berkarakter
Pahlawan adalah orang yang melakukan perbuatan baik
tearhadap orang lain tanpa dilandasi keinginan untuk mendapatkan pujian atau
imbalan. Pahlawan juga disebut orang yang telah berjasa pada negara. Sedangkan
patriotisme yaitu sikap yang mewujudkan semangat cinta tanah air untuk bersedia
mengorbankan segala-galanya. Pahlawan yang berjuang untuk negara memiliki jiwa
patriotisme untuk kejayaan bangsa dan negaranya. Para pejuang kemerdekaan disebut
mewujudkan indonesia yang merdeka. Pahlawan pada masa penjajahan adalah mereka
yang gugur dalam membela negara. Para pejuang mengguanakan senjata seadanya
misalnya bambu runcing, keris, panah, pedang. Para pejuang berani mengorbankan
harta, benda, waktu, pikiran, jiwa, raga, dan nyawa untuk kepentingan bangsa
dan negara. Berkat pengorbanan para pahlawan sekarang kita dapat menikmati
kemerdekaan. Tugas dan tanggung jawab kita sekarang adalah menjaga tetap
utuhnya bangsa dan negara kita dan mengisi kemerdekaan dengan membangun serta
dapat mewarisi sikap-sikap para pahlawan.
Melemahnya nilai-nilai kepahlawanan di masyarakat salah satunya tergambar
dari sistem pendidikan di negeri ini yang kian longgar menanamkan semangat
kepahlawanan. Contohnya, tidak semua sekolah mewajibkan siswanya upacara
bendera tiap Senin. Pendidikan yang memuat makna nilai kepahlawanan, budi
pekerti, dan karakter kebangsaan juga semakin minus diajarkan di sekolah.
Kondisi ini tentu bukan kondisi ideal bagi pemeliharaan sikap positif tentang
bagaimana dan oleh siapa negeri ini didirikan.
Hampir seluruh responden dalam jajak pendapat yang dilakukan harian Kompas setuju
jika nilai-nilai kepahlawanan kembali diajarkan di sekolah sejak dini.
Bagaimanapun, hanya lewat jalur pendidikanlah pembentukan karakter anak bangsa
diwujudkan. Lewat buku-buku pelajaran sekolah, mayoritas responden mengaku
mengenal sosok dan kiprah pahlawan-pahlawan bangsa dalam pengabdian, kesetiaan,
dan pengorbanan yang luar biasa bagi negara atau daerahnya. Sayangnya, mata
pelajaran yang mengajarkan dan membentuk sikap moral dan pemahaman semacam itu
kini makin absen dari sekolah-sekolah dalam sistem pendidikan nasional.
Di balik rasa pesimistis terhadap kepahlawanan di negeri ini, publik
sesungguhnya masih mendambakan sosok pahlawan dalam menyelesaikan persoalan
yang membelit negeri ini. Publik mengharapkan munculnya sosok pahlawan yang
mampu menyelesaikan berbagai persoalan mendasar dalam karakter bangsa ini.
Nilai merupakan pengarahan perilaku dan
pertimbangan seseorang. Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun
anggapan tentang sesuatu hal mengenai baik buruk, benar salah, patut tidak
patut, mulia hina, penting atau tidak penting.
Nilai merupakan suatu keyakinan, berkaitan dengan cara
bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik,
mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan
kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Asumsi dasar dari konsep nilai bahwa setiap orang di
mana saja memiliki nilai-nilai yang sama dengan derajat yang berbeda
(menunjukkan penegasan terhadap konsep universaliti nilai).
Nilai juga dapat diterapkan dalam kehidupan
masyarakat. Untuk generasi muda sekarang ini sedang krisis nilai kepahlawanan
dalam membentuk generasi berkarakter. Kepahlawanan merupakan satu perbuatan
yang dilakukan seorang dalam mengabdikan diri guna kepentingan yang lebih luas
daripada kepentingan dirinya sendiri. Baik itu kepentingan negara, bangsa,
masyarakat atau umat manusia. Dengan demikian nilai
merupakan suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang
diinginkan individu juga digunakan sebagai prinsip atau standar dalam tingkah
kaku dalam kehidupannya.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat
menghargai perjuangan para pahlawan bangsa. Kata ini dilontarkan untuk mengajak
bangsa kita untuk menghormati jasa pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Namun apa daya virus-virus perusak kedaulatan,
kemandirian serta kepribadian bangsa dan negara mewabah di negeri kita.
Kebudayaan dan tradisi bangsa
diklaim bangsa lain, lapisan masyarakat yang tinggi hingga ke bawah pun telah merasakan kenikmatan korupsi, kemiskinan menjamur di
beberapa daerah, generasi muda yang tidak tahu arah menuju bangsa yang makmur. Padahal para pejuang bangsa
telah mengorbankan jiwa raga untuk memuliakan bangsa ini.
Jika kita memahami perjuangan bangsa para pahlawan itu
memiliki semngat kepoloporan yang tinggi. Selanjutnya, kepeloporan dapat
menyatu dalam karakter yang sama dengan kepemimpinan yakni berada di muka dan
diteladani oleh orang lain. Tetapi, kepeloporan dapat pula memiliki arti
sendiri. Kepeloporan jelas menunjukkan sikap maju ke depan, merintis, membuka
jalan, dan memulai sesuatu, untuk diikuti, dipikirkan, dilanjutkan dan
dikembangkan oleh orang lain. Dalam kepeloporan terdapat unsur menghadapi
risiko. Kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan.
Pada zaman modern ini, kehidupan
makin kompleks dan penuh risiko. Seperti pernah dikatakan oleh Giddens, modernity
is a risk culture. Modernitas memang mengurangi risiko pada bidang-bidang
dan cara hidup tertentu, tetapi juga memperkenalkan bentuk risiko baru yang
tidak dikenal pada era-era sebelumnya. Untuk itu maka diperlukan ketangguhan,
baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil
jalan yang penuh risiko.
Kepeloporan juga bermakna keberanian menyatakan yang benar adalah benar dan
yang salah adalah salah. Seperti Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, Teuku
Umar, dan sederet pahlawan bangsa lainnya yang berani menyatakan bahwa
imperialisme dan kolonialisme adalah bentuk ketidakadilan dan karenanya harus
dilawan. Kita juga perlu membangun keberanian membela kebenaran. Semangat
inilah yang seharusnya dimiliki oleh kaum muda bangsa ini untuk memberikan
pencerahan kepada rakyat serta mempersiapkan diri menerima estafet kepemimpinan
bangsa. Jika kita memahami perjuangan bangsa pahlawan itu memiliki keteguhan yang
tinggi, selalu kukuh terhadap pendiriannya. Maka seorang pahlawan itu tidak
mungkin ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
Pahlawan sosok yang tangguh.
Ketangguhan dalam zaman ini sangat penting karena di zaman modernitas memang
mengurangi resiko pada bidang-bidang dan cara hidup tertentu, tetapi juga
memperkenalkan bentuk resiko baru yang tidak dikenal di era sebelumnya. Untuk
itu diperlukan ketangguhan baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani,
dapat, atau mampu mengambil jalan yang penuh resiko, maka dia selalu siap untuk
tidak bergantung kepada orang lain yang disebut mandiri. Kemandirian selalu
dibutuhkan untuk tombak kita bahwa kita tidak perlu selalu menjagakan pendapat
orang lain, melainkan pendapat kita yang selalu untuk diikuti, dipikirkan, dan
dikembanmgkan oleh orang lain.
Kecerdasan mendasari sifat pahlawan.
Orang cerdas selalu cekatan dalam mengambil keputusan pada saat ada
masalah yang dihadapi. Dalam melawan penjajah pun pahlawan selalu memakai strategi yang jitu
untuk merebut kemerdekan. Bila pada zaman ini kecerdasan dibutuhkan untuk membaca situasi
dan kondisi, juga memikirkan cara atau memakai trik-trik untuk memajukan bangsa
dan negara.
1. Sikap-sikap kepahlawanan
yang harus kita miliki antara lain
a. Membantu tanpa pamrih dan ikhlas
b. Berani membela kebenaran dan keadilan
c. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
d. Jujur dan bertanggung jawab
e. Mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara/kepentingan umum
f. Memiliki rasa cinta tanah air dan pantang menyerah
g. Bertindak terpuji dalam kehidupan sehari-hari
h. Memiliki jiwa pengabdian yang tinggi
2. Setiap warga diharapkan
memiliki sikap rela berkorban dalam kehidupannya
a. Dalam masyarakat misalnya:
1) Menolong orang yang sedang kesusahan
2) Menolong atau memberi sumbangan korban bencana alam
3) Memberi bantuan kepada fakir miskin
4) Membantu atau menolong orang yang perlu mendapatkan
bantuan
5) Mau hidup tertib dan sadar akan hukum dan peraturan
yang berlaku
b. Sebagai siswa sekolah:
1) Selalu menjaga ketertiban dan nama baik sekolah
2) Tekun, disiplin selalu menerima pelajaran
3) Dapat bergaul dengan baik sesama teman di sekolah
4) Dapat menyeleseikan tugas-tugas sekolah tepat
waktu.
c. Sebagai anggota keluarga
1) Dapat menjaga nama baik keluarga
2) Saling membantu antara anggota keluarga
3) Selalu rajin dan tekun belajar serta berperilakuan
santun
4) Mau menghormati sesama keluarga
3. Sikap atau cara
menghargai menghargai para pahlawan bangsa antara lain dapat dilakukan dengan
cara:
a. Mendoakan para pahlawan agar semua amal baiknya
diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa dan segala dosa-dosanya diampuni
b. Meneladani sikap-sikap perilaku para pahlawan
c. Melanjutkan usaha-usaha perjuangannya
d. Mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang bermanfaat
dan belajar dengan tekun
e. Ikut menjaga kesatuan dan persaatuan bangsa
4. Dari berbagi bidang
pekerjaan seseorang dapat dikatakan sebagai pahlawan misalnya
a. Orang yang gigih melakukan pembangunan disebut
pahlawan pembangunan
b. Guru melaksanakan tugas kewajibanya kepada anak
didiknya dengan tekun dan profesional sehingga anak didiknya berhasil disebur
sebagai pahlawan tanpa tanda jasa
c. Hansip dapat menjaga keamanan lingkungan dengan
sebaik-baiknya disebut pahlawan dalam bidang keamanan
d. Tukang sampah dapat melakukan tugas dengan
sebaik-baiknya disebut pahlawan dalam bidang kebersihan lingkungan.
5. Setiap orang dapat
menjadi pahlawan bagi diri sendiri, orang lain, bangsa dan negara.
a. Contoh pahlawan bagi diri sendiri, misalnya melakukan hal-hal yang
baik bagi diri sendiri, contoh dapat melukis dengan baik sampai memperoleh
juara, selalu rangking satu dikelas, menjadi contoh yang baik bagi
teman-temanya, selalu bertindak terpuji dalam hidupnya
b. Contoh pahlawan bagi orang lain yaitu dapat berbuat baik untuk
kebahagiaan dan manfaat bagi orang lain
Misal: - Menyeberangkan
orang tua yang kesulitan menyeberang jalan
- Menolong orang yang
sedang menderita atau kesusahan
c. Contoh pahlawan bagi bangsa dan negara, yaitu dapat membebaskan
bangsa dan negara dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, penindasan
bangsa asing atau penjajahan.
Contoh: - Bung Tomo pembakar
semangan arek-arek surabaya untuk melawan
sekutu
-
Cut Nyak Dien sangat gigih menentang penjajah
-
Pattimura sangat gigih membela negara dari tangan penjajah
6. Sifat-sifat kepahlawanan
a. Rela berkorban, maksudnya berbuat apapun dilandasi rasa ikhlas,
tanpa mengharap pujian, imbalan pada orang lain maupun negara.
b. Kesatria, maksudnya berani mengakui kesalahan bila salah,
bertanggung jawab segala ucapan dan tindakan yang dilakukan.
c. Berjuang tanpa pamrih, maksudnya selalu berbuat ikhlas
d. Pemberani, maksudnya pemberani dalam bidang kebenaran.
e. Pantang menyerah, maksudnya tak mudah putus asa semua usaha
pekerjaan harus berhasil, kegagalan merupakan pelajaran diulangi lagi sampai
berhasil.
g. Berperilaku terpuji, maksudnya segala tindakan perilaku, tutur kata
dapat dijadikan contoh orang lain
7. Penerapan sehari-hari
tindakan terpuji antara lain
a. Mengakui kesalahn dan minta maaf
b. Menolong orang yang sedang kesusahan
c. Rela berkorban untuk teman dan orang lain
d. Menegur teman yang berbuat tercela
8. Penerapan sehari-hari
tindakan rela berkorban
a. Ikut kerja bakti membersihkan jalan dan sekolah
b. Ikut berpartisipasi menjaga keamanan kampung
c. Menyingkirkan benda berbahaya ditengah jalan
d. Membantu mengantarkan adik yang mau belajar
kelompaok
e. Membantu pekerjaan orang tua atau orang yang
disekitarnya
Mencermati perjuangan para pahlawan yang
telah mengorbankan jiwa raga dan harta, seharusnya generasi muda wajib
meneruskan perjuangan mereka dengan mengisi kemerdekaan dari hal-hal yang
positif. Menjaga bangsa dari gangguan yang berasal dari dalam maupun luar
negara.
E.
Kepahlawanan pada Masa Depan
Negara
tidak cukup hanya ditegakkan dan dibela, melainkan harus pula dijadikan satu
wahana untuk membawa kemajuan serta kesejahteraan bangsa secara keseluruhan.
Oleh sebab itu kemerdekaan yang telah dicapai harus diisi dengan membuat negara
itu memiliki berbagai kemampuan yang mendatangkan kemajuan dan kesejahteraan
rakyat. Makin banyak kemajuan dan kesejahteraan yang didatangkan untuk rakyat,
semakin besar manfaat yang diberikan negara bagi rakyat.
Membangun
negara dan bangsa itu memerlukan pekerjaan yang tidak sedikit dan tidak mudah.
Berbagai kemampuan baru harus diciptakan dan dibangun. Seperti pembangunan
jalan-jalan, waduk-waduk dan saluran pengairan untuk mengairi tanah pertanian,
pelabuhan, gedung sekolah, rumah sakit dan banyak lagi. Tidak jarang
keberhasilan pekerjaan untuk pembangunan itu memerlukan pengorbanan dari mereka
yang mengerjakannya. Apalagi kalau harus mengejar waktu dengan tetap menjaga
mutu hasil pekerjaan. Maka dari mereka yang melakukan pekerjaan itu diharapkan
adanya semangat pengorbanan yang tidak sedikit.
Sebab
itu pembangunan juga dapat menimbulkan pahlawan-pahlawan, yaitu pahlawan
pembangunan. Mungkin tidak terdapat ancaman terhadap jiwa bagi pahlawan
pembangunan. Meskipun begitu, kalau pekerja pembangunan melakukan pekerjaannya
dengan penuh dedikasi tanpa menghiraukan kepentingan pribadinya, maka tetaplah
ia dapat dinilai sebagai pahlawan.
Juga
mereka yang melakukan pekerjaan pembangunan tanpa pamrih, seperti para guru
yang bekerja di desa-desa jauh dari keramaian kota yang kita lihat di pulau-pulau
terpencil Biningko, Batu Atas dan desa-desa terpencil di berbagai kabupaten di
Sultra, dapat kita nilai sebagai pahlawan pembangunan apabila mereka melakukan
pekerjaannya dengan baik sekali. Demikian pula para peneliti ilmu pengetahuan
dan teknologi yang selama berjam-jam bekerja penuh dedikasi di tempat
penelitian dan mungkin menghadapi bahaya kematian (kalau umpamanya sedang
meneliti penyakit menular atau melakukan penelitian kimia dengan gas racun atau
alat peledak). Mereka pun dapat dinamakan pahlawan pembangunan karena tanpa
banyak menghiraukan kepentingan pribadinya mencurahkan segenap tenaga dan pikiran
untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat banyak.
Pembangunan
negara dan bangsa yang mencapai sukses besar serta dilakukan dengan tempo
tinggi memerlukan faktor kepahlawanan yang tidak kalah artinya dari
kepahlawanan di masa perjuangan kemerdekaan. Oleh sebab itu diharapkan para
pemuda di seluruh wilayah Tanah Air Indonesia tergerak hati nuraninya untuk
menunjukkan perbuatan kepahlawanan di bidang-bidang pekerjaan yang mereka
geluti. Tidak kalah dari kepahlawanan yang sudah terjadi dalam masa perang melawan
penjajah. Ketika kita sekarang menghadapi krisis moneter yang kemudian
menimbulkan berbagai krisis lainnya sikap kepahlawanan demikian makin terasa
keperluannya bagi bangsa Indonesia. Sebaliknya kalau para pemuda hanya sekedar
menjalankan pekerjaan mereka sebagai bagian dari kewajiban, maka sukar kita
peroleh hasil pembangunan negara dan bangsa yang cukup tinggi dalam waktu
singkat.
Seperti
dalam perjuangan kemerdekaan hendaknya para pemimpin memberikan teladan dalam
melakukan perbuatan kepahlawanan itu. Teladan demikian akan dapat menggerakkan
semangat perjuangan dari mereka yang dipimpin. Selain itu diharapkan pula agar
di antara para pemuda cukup banyak yang terdorong melakukan kepahlawanan
sekalipun tidak ada tauladan dari atas.
Terjadinya
Reformasi di segala bidang, khususnya di bidang hukum, politik dan ekonomi,
diusahakan agar masyarakat Indonesia kembali kepada jalannya yang benar dalam
mencapai tujuannya. Dalam Reformasi itu sudah terjadi pengorbanan ketika para
mahasiswa melakukan unjuk rasa yang mendapat tembakan sehingga jatuh korban,
seperti yang terjadi dalam Peristiwa Trisakti. Reformasi mengusahakan
kembalinya bangsa Indonesia melakukan pembangunan negara dan bangsa yang
mendatangkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat banyak.
Unjukrasa
dan aneka ragam usaha yang lebih bersifat politik hendaknya tidak dilihat
sebagai tujuan melainkan sebagai usaha untuk menciptakan kondisi bangsa yang
lebih kondusif untuk mengerjakan pembangunan secara intensif dan bermutu. Semua
pihak yang cinta tanah air dan bangsa berkepentingan agar Reformasi dapat
mencapai tujuannya dan pembangunan nasional terlaksana sebaik-baiknya. Namun
sayangnya, setelah 13 tahun era reformasi tidak banyak perubahan yang kita
rasakan. Era reformasi tidak jauh lebih baik dari masa-masa sebelumnya. Mungkin
inilah yang diramalkan oleh Presiden Soekarno pada suatu
waktu, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi
perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Indonesia
menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Abad ke 21 diperkirakan
membawa berbagai tantangan dan bahkan mungkin ancaman bagi negara dan bangsa
Indonesia. Umat manusia dan dunia telah masuk dalam era globalisasi yang
mengharuskan setiap bangsa pandai bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain, tetapi
di pihak lain juga harus kuat melakukan persaingan dengan mereka. Bangsa yang
mengabaikan kenyataan itu harus membayar mahal bagi kelalaiannya tersebut.
Sudah barang tentu ini juga berlaku bagi bangsa Indonesia.
Dalam
kondisi seperti itu bangsa Indonesia harus mampu melakukan perjuangan yang kuat
di segala aspek kehidupan. Sudah jelas bahwa ekonomi merupakan faktor amat
penting dalam persaingan internasional. Akan tetapi ekonomi memerlukan faktor
pendukung yang tidak sedikit untuk dapat bersaing dengan efektif. Tidak mungkin
ekonomi nasional menjadi kuat kalau tidak dukung oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang tinggi.
Berdasarkan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dikembangkan pula berbagai
aspek produksi. Produksi industri manufaktur harus meningkat, demikian pula
produksi pertambangan, pertanian, perikanan, kehutanan. Juga perlu dimajukan
sektor jasa untuk membuat ekonomi nasional makin kuat. Jasa komunikasi dan
angkutan, perbankan dan keuangan pada umumnya, perdagangan, dan bidang jasa
lainnya harus berkembang maju kalau ekonomi ingin menjadi kuat. Sebab itu
diperlukan kepahlawanan di semua unsur ini agar bangsa Indonesia makin maju dan
sejahtera. Kepahlawanan di sini akan menghasilkan keunggulan bangsa dalam
berbagai bidang yang bersangkutan dengan kekuatan ekonomi itu. Namun itu semua
lagi-lagi sangat tergantung dari mutu manusia Indonesia.
Namun
selama kelemahan-kelemahan masih kuat melekat pada manusia Indonesia, maka
tidak mungkin ia bermutu tinggi. Oleh sebab itu diperlukan pendidikan nasional
untuk menimbulkan wujud baru dari manusia Indonesia. Tidak saja pendidikan
nasional harus menghilangkan sifat-sifat yang lemah, tetapi juga harus
menimbulkan kemampuan-kemampuan baru untuk dapat menjalankan perjuangan yang efektif
dan bermutu tinggi dalam dunia yang diliputi globalisasi sekarang dan di masa
depan.
Pendidikan
menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersifat pendanaan, faktor materil,
maupun faktor lainnya. Sebab itu pelaksanaan pendidikan nasional yang bermutu
merupakan satu perjuangan tersendiri yang memerlukan pahlawan-pahlawannya.
Seperti pekerjaan guru, terutama mereka yang harus melakukan pekerjaannya di
tempat-tempat terpencil jauh dari keramaian masyarakat. Hal ini masih akan
berlangsung cukup lama meskipun tentu harus kita usahakan agar secepat mungkin
kendala-kendala dapat diatasi. Seperti perbaikan penghasilan dan status sosial
guru yang masih harus sangat diperbaiki. Tanpa semangat kepahlawanan sukar kita
harapkan adanya perbaikan dalam pelaksanaan pendidikan nasional.
Akan
tetapi jangan kita mengira bahwa di masa depan tidak ada tantangan atau ancaman
yang bersifat fisik terhadap bangsa kita. Meskipun selalu kita usahakan agar
bangsa lain menyadari bahwa melakukan gangguan terhadap kedaulatan bangsa Indonesia
akan lebih merugikan ketimbang menguntungkannya, namun tidak dapat dipastikan
bahwa bangsa lain tidak mengusahakan kepentingannya dengan mengganggu dan
bahkan mengancam bangsa Indonesia. Yang sudah amat jelas adalah ketika bangsa
lain menghabiskan kekayaan perikanan yang terdapat di wilayah lautan yang
termasuk kedaulatan Republik Indonesia. Hal ini harus selalu memperoleh
penjagaan oleh angkatan bersenjata kita. Selain itu juga tidak tertutup
kemungkinan terjadinya gangguan terhadap berbagai pusat produksi kita untuk
mengurangi daya saing kita secara internasional.
Presiden
Soekarno mengatakan: Kita sekarang tidak boleh berkesempatan lagi untuk
menangis, kita sudah kenyang menangis. Bagi kita sekarang ini bukan saatnya
buat lembek-lembekan hati. Berabad-abad kita sudah lembek hingga menjadi
seperti kapuk dan agar-agar. Yang dibutuhkan oleh tanah air kita kini ialah
otot-otot yang kerasnya sebagai baja, urat-urat syaraf yang kuatnya sebagai
besi, kemauan yang kerasnya sebagai batu hitam yang tiada barang sesuatu bisa
menahannya, dan yang jika perlu, berani terjun ke dasarnya samudra.
Oleh
sebab itu masih diperlukan semangat kepahlawanan dalam menjaga kedaulatan
Republik Indonesia. Tetap diperlukan kesediaan berkorban dan menghasilkan
pekerjaan bermutu tanpa banyak pamrih. Apalagi ketika negara masih belum cukup
besar kemampuan keuangannya untuk menyediakan sistem senjata yang paling baik
dan bahkan penghasilan anggota angkatan bersenjata masih tergolong minim
sekali.
Maka
jelas sekali bahwa semangat kepahlawanan terus relevan dan bahkan penting untuk
kehidupan bangsa serta pencapaian tujuan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat
yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh sebab itu, semoga
seluruh bangsa kita selalu menyadari betapa pentingnya pemupukan dan
pemeliharaan semangat kepahlawanan itu. Marilah kita lanjutkan perjuangan para
Pahlawan Bangsa yang telah mendahului kita dengan membuktikan sikap dan
perbuatan yang tertuju kepada kehormatan, kemajuan dan kesejahteraan Negara dan
Bangsa Indonesia. Terutama oleh generasi muda guna mencontoh
yang telah ditunjukkan para pahlawan kemerdekaan.
Salah
satu nilai yang terkandung adalah nilai perjuangan kepahlawanan yang perlu
diterapkan di masyarakat. "Memang
hal ini menjadi pondasi untuk kebersamaan dalam percaturan global. Nilai-nilai
itu berkembang seiring perkembangan zaman, makanya perlu dibentengi dengan
semangat kepahlawanan,". hal itu dipengaruhi situasi dan kondisi sehingga
membentuk suatu karakter bangsa. Seperti nilai keharmonisan, kedamaian dan
kesetiakawan sosial.
"Untuk
menanamkan nilai kepahlawan tidak dapat dilakukan secara instans. Apalagi saat
ini, modernisasi begitu deras menghadang generasi muda. Jadi salah satu cara
yang ditawarkan adalah dalam bentuk bimbingan Keperintisan dan Kesetiakawanan
Sosial," katanya. Kegiatan tersebut juga berperan dalam merestorasi
kembali nilai-nilai perjuangan dalam membentuk karakter bangsa. Melaui
pendekatan sosial enginering atau rekayasa sosial.
F. Semangat Kebangsaan,
Nasionalisme dan Patriotisme
1. Makna Semangat Kebangsaan
Nasionalisme adalah perasaan satu keturunan, senasib, sejiwa dengan bangsa
dan tanah airnya. Nasionalisme yang dapat menimbulkan perasaan cinta kepada
tanah air disebut patriotisme. Nasionalisme dibedakan menajdi dua yaitu:
a. Nasionalisme dalam arti luas
yaitu perasaan cinti/bangga terhadap
tanah air dan bangsanya dengan tidak memandang bangsa lain lebih rendah
derajatnya.
b. Nasionalisme dalam arti sempit
yaitu perasaan cinta/bangga terhadap tanah air dan bangsanya secara berlebihan
dengan memandang bangsa lain lebih rendah derajatnya.
Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang berdasarkan Pancasila yang
selalu menempatkan kepentingan bangsa dan negar di atas kepentingan pribadi dan
golongan. Nasionalisme Indonesia adalah perasaan bangga/cinta terhadap bangsa
dan tanah airnya dengan tidak memandang bangsa lain lebih rendah derajatnya.
Dalam membina nasionalisme harus dihindarkan paham kesukuan chauvinisme,
ekstrimisme, kedaulatan yang sempit. Pembinaan nasionalisme juga perlu
diperhatikan paham kebangsaan yan gmengandung penegrtian persatuan dan kesatuan
Indonesia, artinya persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.
Patriotisme berasal dari kata patriot yang berati pecinta/pembela tanah
air. Patriotisme diartikan sebaga isemangat/jiwa cinta tanah air yang berupa
sikap rela berkorban untuk kejayaan dan kemakmuran bangsanya. Patriotisme tidak
hanya cinta kepada tanah air saja, tapi juga cinta bangsa dan negara. Kecintaan
terhadap tanah air tidak hanya ditampilkan saat bangsa Indonesia terjajah,
tetapi juga diwujudkan dalam mengisi kemerdekaan.
Ciri-ciri patriotisme:
a. Cinta tanah air
b. Rela berkorban untuk kepentingan nusa dan bangsa
c. Menempatkan persatuan, kesatuan dan keselamatan bansga dan negara
di atas kepentingan pribaadi dan golongan
d. Bersifat pembaharuan
e. Tidak kenal meneyrah
f. Bangga sebagai bangsa Indoensia.
Nasionalisme dan patriotisme sangat penting bagi kelestarian kehidupan
bangsa Indonesia. Hal ini mengingat kondisi:
a. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk atau
keanekaragaman dalam suku, ras, golongan, agama, budaya dan wilayah.
b. Alam Indonesia, dimana
kepualauan nusantara terletak pada posisi silang yang dapat mengandung
kerawanan bahaya dari negara lain.
c. Adanya bahaya disintegrasi (perpecahan bangsa) dan gerakan
separatisme (gerakan untuk memisahkan diri dari suatu bangsa), apabila
pemerintah tidak bersikap bijaksana.
Semangat kebangsaan dapat diwujudkan dengan adanya sikap patriotisme dan
nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari. Warga negar yang emmiliki
semangat kebansgaan yang tinggi akan
memiliki nasionalisme dan patriotisme yang tinggi pula.
2. Perwujudan Patriotisme
dan Nasionalisme dalam Kehidupan
Sikap patriotisme dan nasionalisme dapat diwujudkan dalam berbagai
lingkungan kehidupan:
a. Lingkungan keluarga
Jiwa dan semangat patriotisme dapat ditanamkan dan
dimulai di lingkungan keluarga, misalnya kita harus selalu berbuat bai kdi
lingkungan kita untuk menjaga nama baik keluarga, meelstarikan
ketenttraman keluarga, emmbantu
meringankan beban keluarga.
b. Lingkungan sekolah
Berbagai macam tingkah laku atau kegiatan yang
mengacu pada nilai kesopanan dan kebaikan, baik terhadap guru, karyawan maupun
teman, mengikuti upacar dengan tertib.
Menajdi anggota OSIS, menjaga nama baik sekolah,
menjadi team olah raga, menghidnari tawuran pelajar, menjaga kebersihan dan
ketertiban sekolah dan lain sebagainya.
c. Lingkungan masyarakat
Sikap patriotisme di masyarakat dapat ditumbuhkan
dan dilaksanakan melalui menjaga keamanan lingkungan, menaikkan bendera di
depan rumah pada hari besar nasional, membersihkan lignkungan, aktif dalam
kegiatan desa dan ikut membela negara bila diperlukan.
G. Nasionalisme Budaya
Secara empiris,
potensi budaya Sultra yang dapat dikembangkan dalam mendukung pembangunan,
khsusnya di sektor pendidikan telah diidentifikasi oleh Djami (1992)
yanga membagi empat unsur budaya, yaitu: (1) upacara
tradisional sebanyak 30 jenis, (2) kesenian sebanyak 68 jenis, (3) indsutri
tradisional sebanyak 23 jenis, dan (4) peninggalan sejarah-budaya sebanyak 58
jenis. Keempat unsur budaya terdiri atas 180 jenis itu, tersebar di empat
kabupaten (Buton 60 jenis, Muna 45 jenis, Kendari 36 jenis, dan Kolaka 39
jenis). Dari segi kreativitas di bidang ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS), budaya masyarakat Sulawesi Tenggara
sampai dengan saat ini telah menunjukkan kenyataan yang berbeda. Di bidang seni
bangunan (benteng) dan perhiasan cendera mata dalam wujud kerajinan perak (Kendari Werek) menggambarkan bahwa
dewasa ini karya seni masyarakat Sulawesi Tenggara telah dikenal secara
nasional bahkan internasional. Namun di bidang IPTEK, kreativitas itu masih
tertinggal dari daerah dan bangsa lain yang lebih maju. Kreativitas orang
Jepang, Korea Selatan, Amerika dan Eropa Barat di bidang IPTEK berada jauh di
depan kreativitas orang Sulawesi Tenggara dan Indonesia pada umumnya.
Kecenderungan
pakar kebudayaan melihat peran pendidikan dalam pengembangan kebudayaan.
Orientasi pendidikan nasional yang tentu saja berpengaruh langsung terhadap
pendidikan Sultra terlalu menekankan pada domain kognitif, dibandingkan dengan
domain afektif dan psikomotorik. Hal ini berarti sangat kurangnya sumbangan
pendidikan terhadap peningkatan wawasan dan aprsiasi kebudayaan dan kesenian. Masalah sentral yang
muncul sejak waktu itu ialah bagaimana sistem pendidikan kita menghasilkan
warga masyarakat yang bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya
daerah, dalam kehidupan politik,
ekonomi, hukum dan sosial. Dalam konteks ini dunia pendidikan di Sultra
saat ini perlu dipacu untuk secara berencana dan terarah melahirkan
manusia-manusia berbudaya yang sadar, terdidik, dan berkualitas.
Dalam usaha mewujudkan masyarakat industrial yang berbasis sosial budaya Sultra, maka tidak berlebihan mengutip pendapat Tilaar (1999) yang menawarkan beberapa strategi dengan asas-asas: (1) kesatuan, (2) ketahanan dan kelangsungan hidup, (3) kemerdekaan berpendapat, (4) kesejahteraan, (5) pengembangan akal budi, (6) kreativitas, (7) keterbukaan, (8) ketuhanan, (9) kemanusiaan, (10) kemandirian, (11) kejujuran, (12) kesederhanaan, (13) kekeluaragaan, (14) kebhinnekaan, (15) kerakyatan, (16) keadilan sosial, (17) ketertiban, (18) keseimbangan, dan (19) kepemimpinan. Asas-asas tersebut pada kenyataannya dapat dijumpai dalam unsur-unsur budaya yang ada pada beberapa suku bangsa yang ada di Sultra ini, sehingga kalau kita akan memanfaatkan sari pati budaya yang ada untuk dikembangkan dalam Sultra raya menuju masyarakat industrial sangat memudahkan masyarakat melakukan adaptif.
Keragaman budaya
Sultra tersebut perlu direkonstuksi dalam pembelajaran sebagai
suatu bentuk implementasi nilai kepahlawanan dan keperintisan dalam rangka
pengembangan nilai kesetiakawanan sosial generasi muda. Meskipun
posisi kebudayaan masih dalam taraf perkembangan,
tetapi secara empiris memiliki dasar yang kuat untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran yang memiliki dampak pengiring
terhadap perngembangan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan
kesetiakawnan sosial.
Kekayaan budaya
masyarakat Sultra, bukan merupakan penghambat kemajuan teknologi, tetapi lebih
diarahkan sebagai potensi untuk menjadi bahan racitan dalam mengembangkan dan melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan
sosial.
Dengan demikian kemajuan pembelajaran yang berbasis budaya lokal diharapkan
bukan hanya merupakan inovasi, tetapi juga dapat mengadopsi unsur
budaya/teknologi dari laur sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai
budaya masyarakat setempat, sehingga makin merekatkan
persatuan dan kesatuan antar komunitas dan antar generasi.
Upaya guru seperti
dilakukan oleh Rachmad (2016) untuk mengembangkan pokadulu sebagai model pembelajaran merupakan sikap keperintisan,
demikian pula tantangan yang dihadapi sang guru dalam pengembangan pokadulu sebagai model pembelajaran
merupakan suatu bentuk kepahlawanan, sementara budaya pokadulu sebagai salah satu unsur budaya lokal memiliki nilai-nilai
kesetiakawanan sosial yang patut dikembangkan.
H. Implementasi Budaya Pokadulu dalam Pembelajaran
Masyarakat Muna
mengenal istilah budaya saling membantu dengan nama pokadulu. Kegiatan ini digunakan sebagai
sarana untuk bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat (Rahcmand, 2016).
Dalam kamus Muna-Indonesia pokadulu berasal dari kata kadulu yang berarti membantu dalam pekerjaan, sedangkan pokadulu
sendiri berarti kerja sama dengan cara saling membalas bantuan
ataupun jasa yang telah diterima (Berg, 2000). Dalam kegiatan kemasyarakatan
khususnya dalam bidang pertanian, La-Niampe, (2013)
menyatakan bahwa konsep pokadulu
ini dimaksudkan, agar dalam setiap pekerjaan yang dilakukan tidak
dirasa berat.
Pokadulu
dilaksanakan
dalam kegiatan saling membantu. Misalnya kegiatan
tolong-menolong antara sekelompok orang untuk mengerjakan pekerjaan seseorang,
contoh dalam kegiatan pertanian seperti yang dijelaskan oleh La-Niampe
(2013), kegiatan perladangan berpindah seperti dewei (membabat
rumput), dekatondo (memagar), detisa (menanam), detunggu (menjaga kebun), sampai
dengan detongka (memanen). Dalam
kegiatan sosial lainnya misalnya kegiatan membangun rumah, dan kegiatan
membangun bantea (tenda) untuk pesta perkawinan, pembuatan jalan desa,
tanggul desa, dan jembatan, serta secara spontan yang dianggap kewajiban
sebagai anggota masyarakat, misalnya pertolongan yang diberikan pada keluarga
yang mengalami kedukaan dan musibah lainnya
Pokadulu
selain dilakukan dengan sukarela, kegiatan ini
juga dilakukan dalam pekerjaan yang mendapatkan upah (deala gadhi). Misalnya sekelompok warga yang bekerja membabat
rumput/membersihkan pada suatu ladang. Masing-masing anggota kelompok telah
mendapat bagian atau area yang akan dibersihkan, namun untuk memudahkan dan
mempercepat pekerjaan mereka, maka secara pokadulu
mereka akan menyelesaikan satu persatu area kerja setiap anggota kelompok
tersebut. Dan semua anggota kelompok berkewajiban membalas bantuan yang telah
diterima.
Kegiatan pokadulu masih tetap dipertahankan oleh ethnik Muna di manapun mereka berada.
Baik itu di wilayah pedesaan maupun di wilayah perkotaan. Salah satu kegiatan
yang tetap dipertahankan pada masyarakat tersebut adalah membentuk paguyuban
masyarakat yang di dalamnya melibatkan praktek pokadulu, yakni mengadakan benda/barang dalam jumlah besar yang
sumber dananya diambil dari anggota
paguyuban tersebut secara sukarela dan digunakan secara bergiliran bagi anggota
paguyuban itu sendiri yang akan menyelenggarakan hajatan tanpa menarik iuran
karena hal tersebut adalah milik bersama dan digunakan untuk kepentingan
bersama yang tujuannya adalah untuk meringankan beban dari anggota paguyuban
yang ingin menyelengarakan hajatan.
Masyarakat Muna
menjadikan pokadulu tidak hanya sebagai istilah dalam kegiatan
bergotong royong, tetapi menjadikan pokadulu sebagai istilah dengan makna yang lebih
luas. Semangat pokadulu bahkan
dijadikan sebagai motivasi dalam berkarya dan berinovasi. Dalam bidang politik
misalnya, kata pokadulu dijadikan
jargon atau slogan untuk melakukan kampanye politik. Pokadulu
sarat
dengan nilai-nilai pengembangan karakter bangsa yakni: religius, jujur, toleransi, kreatif, demokratis, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial,
dan tanggung jawab.
Kegiatan pokadulu dalam proses pembelajaran di
sekolah sering dilaksanakan oleh guru dan murid, terutama dalam beberapa
pembelajaran yang membutuhkan aktivitas bersama-sama. Salah satu pembelajaran
yang konsep pokadulu dekat dengan proses pembelajaran yang ada di
dalamnya adalah Seni Budaya dan
Keterampilan. Dengan menerapkan konsep pokadulu
diharapkan aktivitas dan hasil
belajar murid akan lebih meningkat, karena dalam kegiatan pokadulu murid sekaligus dapat mengembangkan aspek kognitif yakni
pengetahuan atau ingatan pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi, aspek
afektif yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi dan
internalisasi; serta aspek psikomotorik yakni gerakan
reflek, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Hal lain yang juga penting
adalah dengan pembelajaran pokadulu ,
murid akan lebih mengenal dan mencintai budaya daerahnya sendiri. Karena saat
ini nilai-nilai kearifan lokal sudah mulai bergeser dan implementasinya
berganti dengan budaya asing yang belum tentu cocok dengan budaya bangsa
Indonesia.
2.9
|
Pembelajaran
Pokadulu
|
Pembelajaran pokadulu adalah suatu teknik belajar
yang mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal sebagai dasar dalam menentukan
langkah-langkah pembelajaran. Terinspirasi dari kegiatan masyarakat ethnic Muna Sulawesi Tenggara yang
sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, kepedulian sosial yang tinggi
serta keikhlasan, dan terus menerus dilakukan hingga saat ini sekalipun arus
budaya asing telah masuk ke dalam kehidupan sosial mereka.
2.9.1
|
Komponen
Pembelajaran Pokadulu
|
Komponen
pelaksanaan pembelajaran pokadulu
adalah sebagai berikut:
2.9.1.1
|
Poangkatao;
|
Maksud dari poangkatao adalah membiasakan murid
untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman
belajarnya. Bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain
melalui berbagai pengalaman (sharing).
Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk
saling memberi dan menerima, saling menghormati, toleransi, saling menyayangi.
Sifat ketergantungan yang positif dikembangkan dalam poangkatao.
2.9.1.2
|
Tubho
|
Tubho
adalah
acuan/patrol yang dapat dilakukan setelah melewati proses belajar. Tubho dapat ditiru oleh murid dalam hal
ini guru bukan satu-satunya sumber dalam belajar. Tubho dapat dirancang dengan melibatkan murid. Tubho yang dapat diamati atau ditiru murid digolongkan menjadi; (1)
kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang
lain; (2) simbolik (symbolic), tubho
yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar; (3)
representasi (representation), tubho
yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya
televisi dan radio.
2.9.2.3
|
Fekiri lalo
|
Fekiri
lalo memungkinkan
cara berpikir tentang apa yang telah murid pelajari dan untuk membantu murid
menggambarkan makna personal murid sendiri. Di dalam fekiri lalo murid menelaah suatu kejadian, kegiatan, dan pengalaman
serta berpikir tentang apa yang murid pelajari, bagaimana merasakan, dan
bagaimana murid menggunakan pengetahuan baru tersebut. Fekiri lalo bisa terjadi melalui diskusi, atau merupakan kegiatan
kreatif seperti menulis puisi atau membuat karya seni. Realisasi Fekiri lalo dapat diterapkan, misalnya pada akhir pembelajaran guru menyisakan
waktu sejenak agar murid melakukan refleksi. Hal ini dapat
berupa: (1) pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh
murid hari ini; (2) catatan atau jurnal pada
buku murid;
(3) kesan dan saran murid mengenai pembelajaran hari ini;
(4) diskusi;
(5) hasil karya.
2.9.2.4
|
Kafolaenga
|
Tahapan terakhir
dalam proses pembelajaran pokadulu
adalah kafolaenga atau penilaian. Kafolaenga dalam pembelajaran memiliki
fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan
hasil pembelajaran melalui penerapan pokadulu.
Kafolaenga dilakukan dengan
mengumpulkan data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk
terhadap pengalaman belajar murid. Beberapa teknik kafolaenga yang dapat dilakukan antara lain:
2.9.2.4.1
|
De fotinda
|
Maksud dari de fotinda adalah untuk melakukan
pengamatan langsung mengenai tingkah laku murid dalam kegiatan pembelajaran. De
Fotinda sangat penting dalam
melengkapi data kafolaenga. De fotinda melalui perencanaan yang
matang dapat membantu meningkatkan keterampilan mengobservasi. Dari kegiatan de fotinda semacam ini dapat diperoleh
gambaran mengenai sikap dan disposisi terhadap materi pembejaran yang sedang
dipelajari. Dalam kegiatan de fotinda,
terdapat assesmen diri, hal ini
dimulai dengan memeriksa apakah pekerjaan benar atau salah, menganalisis
strategi yang dilakukan murid lain, dan melihat cara mana yang paling sesuai
dengan pemikirannya.
2.9.2.4.2
|
Pinde
|
Melalui pinde atau tes dapat diperoleh informasi
dan petunjuk mengenai pembelajaran yang telah dan yang harus dilakukan
selanjutnya daripada sekedar menentukan skor.
2.9.2
|
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Pokadulu
|
Pembelajaran ini mengadopsi
prinsip-prinsip pokadulu dalam
kegiatan masyarakat yakni:
2.9.2.1
|
Fetapa
(Konfirmasi)
|
Dalam sebuah
kegiatan yang akan dilaksankan dalam masyarakat diawali dengan diskusi terlebih
dahulu. Diskusi diawali dengan salah seorang atau lebih anggota masyarakat
mengunjungi anggota masyarakat lainnya untuk menyampaikan pendapat atau
keinginan mengenai tugas yang akan diselesaikan. Keinginan tersebut adalah
menyelesaikan terlebih dahulu tugas salah seorang anggota masyarakat atau
sesuai kesepakatan bersama, kemudian menyelesaikan tugas anggota masyarakat
lainnya secara bersama-sama.
Dalam
pembelajaran pokadulu diartikan
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara
sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari
dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan
setiap anggota kelompok itu sendiri. Guru akan menetukan beberapa murid untuk
ditempatkan pada kelompok kecil. Kemudian guru akan kembali membentuk sub
kelompok kecil dalam sebuah kelompok belajar tersebut. Hal ini berlaku pada
semua pembelajaran dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi pembelajaran
berlangsung. Keanggotaan kelompok terdiri dari murid yang berbeda (heterogen) baik dalam kemampuan
akademik, jenis kelamin dan etnis, latar belakang sosial dan ekonomi.
2.9.2.2
|
Mafaka
(kesepakatan)
|
Pelaksanaan
kegiatan dilakukan setelah adanya kesepakatan dari seluruh anggota masyarakat
yang akan melakukan sebuah kegiatan.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut disepakati bahwa tugas atau
pekerjaan seluruh anggota masyarakat harus terlaksana, dilaksanakan sepenuhnya
dengan adil dan tepat waktu. Agar kegiatan tersebut menjadi lebih terarah, maka
disepakati pula salah seorang anggota masyarakat tersebut yang dituakan atau
dianggap memiliki kemampuan lebih dari anggota lainnya untuk memimpin dan
mengontrol seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut.
Dalam
pengorganisasian pembelajaran pokadulu
seorang murid dipilih menjadi leader dan
sisanya menjadi anggota. Murid yang menjadi leader
memastikan anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang
diajarkan oleh guru, tetapi juga untuk membantu teman dalam satu kelompoknya,
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Leader
dipilih dari murid dengan kemampuan tinggi, dua orang dengan kemampuan
sedang dan satu yang lainnya dengan kemampuan akademis kurang.
Pembelajaran pokadulu bertujuan untuk membantu murid
dalam belajar, menghindari sikap persaingan dan rasa individualitas murid,
khususnya bagi murid yang memiliki hasil belajar rendah dan tinggi.
Pembelajaran pokadulu secara nyata
dapat meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar murid dari teman
sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Dengan demikian pembelajaran pokadulu dapat meningkatkan sikap sosial
positif, keterampilan dan kemampuan kognitif yang sesuai dengan tujuan pendidikan
Nasional.
2.9.2.2.3
|
Pokaowa
|
Setelah mencapi mafaka atau mufakat, maka
dilaksanakanlah kegiatan yang telah disepakati tersebut. Pokaowa sendiri adalah selalu bersama-sama. Tugas/ kegiatan seluruh
anggota kelompok harus diselesaikan secara bersama-sama secara adil, dan ketua
kelompok memastikan tugas dari seluruh
anggota kelompok terselesaikan secara merata. Setelah seluruh tugas/ kegiatan
terselesaikan sebelum meninggalkan lokasi kegiatan maka masing-masing anggota
masyarakat tersebut akan meninjau kembali, memastikan bahwa seluruh tugas/
kegiatan tak ada yang terlewati atau dilupakan. Biasanya dilakukan secara
menyilang. Dalam hal ini masing-masing anggota kelompok memeriksa tugas/
kegiatan anggota kelompok lainnya kemudian hasilnya akan disampaikan dihadapan
seluruh anggota kelompok untuk ditanggapi oleh seluruh anggota kelompok
tersebut.
Pelaksanaan
pembelajaran pokadulu melaksanakan prinsip
pokadulu itu sendiri, yaitu setiap
anggota kelompok berkewajiban membalas bantuan atau jasa dan kerjasama yang telah diterima.
Selanjutnya dalam kegiatan pembelajaran, leader
akan membagi tugas kepada masing anggota kelompok untuk menyelesaikan soal/
tugas yang diterima. Kemudian soal/ tugas tersebut diperiksa dan diberikan
masukan kembali oleh anggota kelompok lainnya yang mendapat bagian yang sama
sebelum tugas tersebut dipersentasekan atau dikumpul pada guru.
Konsep dari
pembelajaran pokadulu adalah tutor sebaya, dimana murid bekerja dalam kelompok kecil dan mendapat penghargaan
atas hasil kerja/karya mereka di dalam kelompok. Metode tutor sebaya adalah
suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara memberdayakan murid yang
memiliki daya serap yang tinggi dari kelompok murid itu sendiri untuk menjadi
tutor bagi teman-temannya, dimana murid yang menjadi tutor bertugas untuk
memberikan materi belajar dan latihan kepada teman-temannya yang belum paham
terhadap materi/ latihan yang diberikan guru dengan dilandasi aturan yang telah
disepakati bersama dalam kelompok tersebut, sehingga akan terbangun suasana
belajar kelompok yang bersifat kooperatif bukan kompetitif (Arjanggi, 2010).
Dalam hal ini diharapkan seluruh murid akan aktif dan gembira selama proses
pembelajaran berlangsung.
Dengan
mencermati pola hidup masyarakat setempat dalam berinteraksi sosial maka
prinsip dasar dalam pembelajaran pokadulu dirumuskan sebagai berikut: (1) dalam
kegiatan pokadulu murid haruslah beranggapan bahwa mereka adalah
sebuah tim layaknya dalam kegiatan permainan; (2) murid memiliki tanggung jawab
bersama atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri;
(3) murid berkewajiban untuk membalas bantuan yang telah diterima sebagai
konsekuensi dalam pokadulu; (4) murid
haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang
sama; (5) murid yang mendapat tugas sebagai leader
haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya dan memastikan seluruh kebutuhan anggota kelompok telah terpenuhi;
(6) murid akan dikenakan evaluasi dan akan diberikan hadiah atau penghargaan
yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (7) murid akan diminta
mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok pokadulu; (9) selama proses pembelajaran berlangsung haruslah “Poguru noremeane lalo” (belajar dengan hati yang tentram).
Istilah tersebut relevan dengan PAIKEM (pembelajaran
aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan).
2.9.3
|
Tujuan Pembelajaran Pokadulu
|
Pembelajaran pokadulu memiliki tiga
tujuan, yaitu:
2.9.3.1
|
Hasil Belajar Akademik
|
Keberhasilan
kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.. Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa,
sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain bisa mencapai tujuan mereka. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung
jawab untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kelompoknya.
Setiap kelompok
harus diberikan kesempatan untuk saling berinteraksi melalui diskusi. Kegiatan
interaksi ini akan memberikan kesempatan pada murid untuk membentuk sinergi
yang menguntungkan bagi semua anggota. Hasil pemikiran beberapa anggota akan
lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu anggota saja. Lebih jauh lagi,
hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing
anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan
kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok
mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial ekonomi yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses
saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu
saja dalam sekejap, tapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para
anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima
satu Sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
Hal lainnya yang
juga dibutuhkan adalah kejujuran dari masing-masing anggota kelompok dalam
bekerjasama, aktif dalam bekerja agar tugas yang diberikan dapat diselesaikan
dengan tepat waktu, setiap anggota kelompok harus dapat berinteraksi satu sama
lain dalam mengkomunikasikan hasil kegiatan. Sebelum menugaskan murid dalam
kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap murid
mempunyai keahlian mendengarkan, berbicara dan mengkomunikasikan informasi yang
telah diterimanya. Keberhasilan suatu kelompok juga terletak pada kesediaan
para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk
mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya murid perlu diberitahu secara
eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana
caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang
tersebut. Beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih
halus misalnya “Pendapat anda agak
berbeda dan unik”. Tolong jelaskan
lagi alas an anda tersebut," akan lebih bijaksana daripada mengatakan,
“Pendapat anda aneh dan tidak masuk
akal." Contoh lain tanggapan
"Luar biasa...menarik sekali anda bisa menyampaikan jawaban itu. Tapi
jawabanku sedikit berbeda dari jawaban anda...” akan lebih menghargai orang
lain daripada memberi komentar seperti, "Jawaban anda itu kurang tepat, harusnya begini." Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Guru tidak bisa
diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun,
proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional
para murid. Untuk meningkatkan kegiatan belajar murid dalam menyelesaikan
tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian murid dalam belajar akademik.
Penilaian dalam
pembelajaran pokadulu adalah
pengembangan ranah kognitif afektif dan psikomotor
2.9.3.1.1
|
Ranah
Kognitif
|
Untuk
mengukur keberhasilan suatu proses pembelajaran maka dibutuhkan sebuah evaluasi
yang akan menentukan apakah proses pembelajaran yang telah berlangsung telah
meningkatkan hasil belajar seperti yang diinginkan ataukah belum tercapai.
Tujuan penilaian kognitif berorientasi
pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih
sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang
menuntut murid untuk menggabungkan dan menghubungkan beberapa ide, gagasan,
metode ataupun prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Dalam pembelajaran pokadulu,
penilaian kognitif terdiri dari dua kategori yakni penilan tertulis dan
penilaian unjuk kerja. Dalam hal ini hasil karya murid haruslah memenuhi
standar penilaian yang telah ditentukan sebelum proses pembelajaran dimulai.
Sebelum
pembelajaran berlangsung guru harus menentukan terlebih dahulu tugas ataupun
evaluasi yang akan dilaksanakan, guru dan murid haruslah membuat kesepakatan
bersama agar dalam pelaksanaan evaluasi baik itu tertulis maupun praktek dapat
berlangsung dalam suasana yang menyenangkan.
2.9.3.1.2
|
Ranah Afektif
|
Dalam
pembelajaran pokadulu terangkum menjadi: (1) tanya jawab), (2) kejujuran, (3)
kerjasama
2.9.3.1.3
|
Ranah Psikomotor
|
Cara menilai
hasil belajar psikomotor bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1)
kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu
pekerjaan dan menyusun urutan-urutan pekerjaan, (3) kecepatan mengerjakan
tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau symbol (5) keserasian bentuk
dengan yang diharapkan dana atau ukuran yang telah ditentukan. Pembelajaran
pokadulu dalam penilaian aspek psikomotor akan menekankan pada aspek-aspek yang
mencakup: (1) ketelitian, (2) keterampilan dalam berkarya, (3) keefektivan dan (4) kreativitas.
2.9.3.2
|
Menerima dan menghargai perbedaan individu
|
Murid diberikan
kesempatan untuk bekerja sama tanpa membedakan kemampuan dan keahlian sehingga
tercipta ketergantungan yang positif satu sama lain dan belajar untuk
menghargai pendapat orang lain.
2.9.3.3
|
Pengembangan keterampilan sosial,
|
Untuk
mengajarkan kepada murid keterampilan bekerja sama dan kolaborasi berguna dalam
menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman dalam
kegiatan belajar.
2.9.4
|
Langkah-Langkah Pembelajaran Pokadulu
|
Sebelum
melaksanakan pembelajaran pokadulu
maka yang harus dilakukan oleh guru adalah merencanakan telebih dahulu
pembelajaran pokadulu yakni:
2.9.4.1
|
Menentukan tugas/ kegiatan
|
Guru harus
memastikan apakah aplikasi, praktek, atau bagian pembelajaran merupakan hal
yang tepat untuk aktivitas kelompok. Aspek-aspek sosial dari muatan
pembelajaran harus ditunjukkan. Misalnya memberikan kesempatan kepada murid yang kurang pandai dalam ilmu
pengetahuan tetapi unggul dalam bernyanyi. Murid tersebut haruslah menjadi leader dalam kelompok bernyanyi. Karena
tugas pada saat tersebut adalah belajar bernyayi
2.9.4.2
|
Menentukan
ikatan social positif
|
Guru harus
menyatakan secara jelas bahwa anggota-anggota kelompok gagal dan unggul
bersama-sama. Hasil karya kelompok adalah sebuah refleksi dari semua kontribusi
anggota tim. Dan anggota kelompok yang unggul wajib memiliki tanggung jawab
untuk membantu anggota kelompok lainnya.
2.9.4.3
|
Fasilitator
dalam Pokadulu
|
Guru harus
mendukung kelompok untuk menemukan hal-hal yang unik dari masing-masing
kelompok. Untuk kelompok yang berhasil, maka semua anggota kelompok harus
menunjukkan keunikan dari masing-masing anggotanya, bila dimunkinkan membagi pengalaman
pada kelompok lainnya
2.9.4.4
|
Memberikan
interaksi secara langsung
|
Waktu yang
memadai harus diberikan dalam interaksi
dengan murid. Guru menunjukkan aturan kelompok yang dapat diterima oleh
kelompoknya. Selanjutnya guru
menyatakan: harapan tentang apa yang di masukkan dalam pembelajaran,
seperti pembagian pengetahuan, pengalaman, dan hadiah.
2.9.4.5
|
Mengembangkan
tugas individu maupun kelompok
|
Guru
mengembangkan cara untuk mengevaluasi kinerja individual dan pekerjaan
Kelompok. Menyampaikan bagaimana pekerjaan kelompok akan dinilai. Evaluasi
kelompok bisa merupakan skor-skor individual.
2.9.4.6
|
Menilai
pekerjaan tugas dan kerjasama
|
Waktu harus
diberikan untuk membahas proses kegiatan, mungkin pada akhir pertemuan
kelompok. Anggota kelompok menjelaskan tujuan
pertemuan. Tempat pertemuan, Apa yang harus dikerjakan secara berbeda oleh
masing-masing anggota kelompok, membuat rencana untuk memasukkan umpan balik
pada pertemuan berikutnya
2.9.4.7
|
Evaluasi
|
Guru menyiapkan
alat evaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dan
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
2.9.4.8
|
Pemberian
Penghargaan
|
Guru memberi
penghargaan hasil belajar individual dan kelompok berupa hadiah yang telah
disepakati sebelumnya. Sebelum memulai pembelajaran pokadulu terlebih dahulu guru telah menentukan anggota
masing-masing kelompok berdasarkan kriteria hasil belajar murid. Namun agar
suasana pembagian kelompok berlangsung dengan menyenangkan maka tehnik yang
digunakan seolah-olah guru tidak mengetahui
bahwasannya guru telah merancang terlebih dahulu proses penentuan
anggota kelompok.
Tabel. 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Pokadulu
No.
|
Tahapan
|
Pelaksanaan
|
1.
|
Murid mencari
pasangan sambil belaiar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan.
|
a) Guru
menyiapkan beberapa kertas kupon yang berisi beberapa kata atau angka yang
sesuai dengan konsep atau topik yang disiapkan.
b) Setiap
murid mendapatkan satu buah kupon.
c) Setiap
murid mencari pasangan yang mempunyai kupon yang cocok dengan kuponnya
sendiri. Misalnya, pemegang
kartu yang bertuliskan gong berpasangan
dengan pemegang kartu gendang Atau
pemegang kartu yang berisi nama Wa
Ndiu-Ndiu berpasangan dengan pemegang kartu duyung
d) Setiap
kelompok terdiri dari empat orang murid
|
2.
|
Memberikan
kesempatan kepada murid untuk saling berbagi pendapat dan mentukan strategi yang akan diguanakan
dalam penyelesaian tugas
|
a)
Guru memberikan tugas pada
masing-masing murid.
b)
Murid kembali dibagi dalam 2 kelompok
kecil dalam setiap kelompok (kelompok A dan kelompok B )
c)
Masing-masing kelompok kecil terdiri
dari 2 orang murid
|
3.
|
Murid
menyelesaikan tugas dalam kelompok kecil.
|
a)
Leader
berdiskusi dengan anggota kelompok untuk menentukan bahwa terlebih dahulu
menyelesaikan tugas kelompok A kemudian tugas kelompok B
b)
Setelah disepakati maka seluruh murid
mengerjakan tugas kelompok A secara berurutan dan dilanjutkan menyelesaikan
tugas kelompok B secara berurutan pula.
c)
Leader
harus memastikan seluruh tugas masing-masing anggota kelompok telah
terselesaikan.
d)
Tugas dari masing-masing anggota
kelompok ditukar kembali pada anggota kelompok lainnya untuk dikoreksi dan
dibenahi secara bersama-sama
e)
Masing-masing anggota kelompok memulai
memberikan pendapatnya mengenai tugas temannya sebelum dipersentasekan di
depan kelas.
|
4
|
Apresiasi karya
|
a)
Guru memanggil salah satu nomor. Murid
dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. Kelompok awal
yang dipanggil adalah kelompok yang medapatkan predikat terbaik.
b)
Secara bergiliran guru memanggil satu
persatu salah satu kata yang terdapat di dalam kupon. Kelompok murid dengan
sebutan yang dipanggil menampilkan hasil kerja sama mereka di depan kelas.
c)
Guru memberikan penghargaan kepada
kelompok yang mendapatkan predikat terbaik
|
2.9.4
|
Pengelolaan Kelas Pembelajaran Pokadulu
|
Pengelolaan
kelas pembelajaran pokadulu bertujuan
untuk membina murid dalam mengembangkan niat bekerja sama dan berinteraksi
dengan murid lainnya. Tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan kelas pembelajaran pokadulu,
adalah (1) pengelompokan, (2) semangat pokadulu,
dan (3) penataan ruang kelas.
2.9.4.1
|
Pengelompokan
|
Demi kemudahan,
guru membagi murid dalam kelompok-kelompok homogen berdasarkan prestasi belajar
mereka (ability grouping). Beberapa
murid dipilih dengan kemampuan yang setara dan dibagi dalam kelompok yang sama.
Teknik
pengelompokan memiliki manfaat yaitu: praktis dan mudah dilakukan karena
berdasarkan prestasi hasil belajar murid sehingga memudahkan proses
pembelajaran. Dalam hal ini guru akan menghadapi tantangan yang lebih besar
dalam rnengajar murid yang berlainan kemampuan belajarnya dalam satu kelompok.
Jika mengajar terlaiu cepat, Murid yang lamban akan tertinggal. Sebaliknya,
jika terialu lambat murid cerdas akan bosan dan akhirnya mengabaikan atau
mengacau kelas. Maka dari itu, metode tutor
sebaya dianggap mampu menyelesaikan masalah pembelajaran.
2.9.4.2
|
Semangat Pokadulu
|
|
2.9.4.2.1
|
Kesamaan Kelompok
|
|
Kelompok akan
merasa bersatu apabila di antara anggota kelompok menyadari kesamaan, bukan
berarti harus menyeragamkan semua keinginan, minat serta kemampuannya akan
tetapi persamaan merupakan suatu keunikan dalam kelompok tersebut. Beberapa
kegiatan dapat dilakukan agar setiap anggota kelompok mendapat kesempatan
mengenal satu dengan yang lain lebih akrab dan dapat diterima sebagai anggota
kelompok tersebut.
2.9.4.2.2
|
Identitas Kelompok
|
Atas dasar
kesamaan tersebut diatas, selanjutnya dalam menentukan nama kelompok harus
berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota kelompok. keputusan tidak boleh
dibuat apabila salah satu anggota kelompok ada yang tidak Setuju. Sebagai
tambahan menghibur masing-masing kelompok membuat atribut yang menyatukan
kelompoknya tanpa mengorbankan keunikan masing-masing. Atribut yang dibuat
tidak harus sama akan tetapi mempunyai ciri-ciri yang sama pada atribut
tersebut. Misalnya dengan membuat topi dari karton atau yang lainnya.
2.9.4.3
|
Penataan Ruang Kelas
|
Penataan ruang
belajar yang dipilih dalam pembelajaran pokadulu
adalah berkelompok dengan semua kursi murid saling berhadapan sehingga
masing-masing murid dapat saling bertatap muka dan guru berperan sebagai
fasilitator. Ruang kelas ditata sedemikian rupa untuk menunjang pembelajaran pokadulu . Pertimbangan guru dalam
penataan ruang disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: (1) ukuran ruang kelas; (2)
jumlah murid; (3) tingkat kedewasaan murid; (4) toleransi masing-masing murid
terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya murid lain; (5) pengalaman guru dalam
melaksanakan metode pembelajaran sejenis; (6) pengalaman murid dalam
melaksanakan metode pembelajaran sejenis.
Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah tempat duduk ditata sedemikian rupa sehingga semua
murid dapat melihat ke papan tulis, melihar guru, melihat antar anggota
kelompok dan kelompok lainnya. Setiap kelompok dapat berdekatan dengan tidak
mengganggu antar kelompok tersebut dan guru dapat menyediakan ruang kosong
untuk kegiatan lain. Penentuan kriteria kemampuan murid ditentukan berdasarkan
hasil evaluasi belajar akhir semester, ataupun pertimbangan guru berdasarkan
pengamatan guru selama proses bembelajaran sehari-hari.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Gambar
2.1. Penataan Ruang Kelas Pembelajaran
pokadulu
Keterangan:
|
:
|
Murid
dengan kemampuan tinggi
|
|
:
|
Murid
dengan kemampuan kurang
|
|
:
|
Murid
dengan kemampuan cukup
|
|
:
|
Murid
dengan kemampuan menengah
|
2.9.6
|
Penilaian dan Evaluasi
Pembelajaran Pokadulu
|
Penilaian dan evaluasi pembelajaran pokadulu diberikan secara obyektif kepada murid berdasarkan tingkat partisipasi dan keaktifan masing-masing murid. Penilaian dilakukan terpisah antara penilaian kelompok dan penilaian individu. Sedangkan tes evaluasi diberikan dengan mengacu pada penilaian hasil belajar Bloom yakni aspek kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, pengetahuan dan keterampilan berpikir, aspek afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi yakni perasaan, nilai, minat, motivasi dan sikap serta aspek psikomotorik berisi perilaku manipulatif dan keterampilan motorik.
F. Penutup
Rekonstruksi budaya
Sultra dalam pembelajaran sebagai suatu bentuk implementasi
nilai kepahlawanan dan keperintisan dalam rangka pengembangan nilai
kesetiakawanan sosial generasi muda. Meskpun posisi kebudayaan masih
dalam taraf perkembangan tetapi secara empiris memiliki dasar yang kuat untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran yang memiliki dampak pengiring
terhadap perngembangan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan
kesetiakawnan sosial. Budaya masyarakat Sultra yang majemuk/fluralistik
memiliki banyak unsur-unsur inovatif yang dapat berfungsi sebagai pilar utama
dalam mengantarkan masyarakat Sultra yang maju dan mandiri dalam wujud
masyarakat industrial dan melek budaya yang menjungjung
tinggi semangat nasionalisme dan patriotisme.
Keragaman budaya
masyarakat Sultra, bukan merupakan penghambat kemajuan teknologi, tetapi lebih
diarahkan sebagai potensi untuk menjadi bahan racitan dalam mengembangkan dan melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan
sosial.
Dengan demikian kemajuan pembelajaran yang berbasis budaya lokal diharapkan
bukan hanya merupakan invensi yang bersifat internal, tetapi juga dapat
mengadopsi unsur-unsur budaya/teknologi dari laur sepanjang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai budaya masyarakat setempat, sehingga
makin merekatkan persatuan dan kesatuan antar komunitas dan antar generasi.
Upaya guru untuk
mengembangkan pokadulu sebagai model
pembelajaran merupakan sikap keperintisan, demikian pula tantangan yang
dihadapi sang guru dalam upaya pengembangan pokadulu
sebagai model pembelajaran merupakan suatu bentuk kepahlawanan, sementara
budaya pokadulu sebagai salah satu
unsur budaya lokal memiliki nilai-nilai kesetiakawanan sosial yang patut
dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Arjanggi,
Ruseno dan Suprihatin Titin. 2010. Metode Pembelajaran Tutor Teman Sebaya
Meningkatkan Hasil Belajar Berdasar Regulasi Diri.Semarang. Makara, Sosial Humaniora.
Berg, Den Van Rene dan Sidu La Ode. 2000 Kamus
Muna-Indonesia. Makssar; Intisari.
Capra,
F. 1998. Titik Balik Peradaban: Sains,
Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Djami,
M.A. dkk. 1992. Latar Belakang Budaya dan
Prospek Pengembangan Pariwisata Daerah Sulawesi Tenggara. Kendari: Laporan
Penelitian dibiayai DIKTI-Depdikbud.
Dryden,
G dan Vos, J. 2000. Revolusi Cara
Belajar: The Learning Revolution. Bandung: Kaifa.
La Niampe. (2013). Upacara
Kaago-Ago dalam Tradisi Perladangan pada
Masyarakat Muna; Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna http://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/download/16783/11056
(Diunduh Tanggal 15 Januari 2016).
Lie, Anita. 2002, Cooperative Learning. Jakarta; PT.
Gramedia Widiasarana.
Naisbitt,
J. 1997. Megantrends Asia: Delapan
Megantren Asia yang Mengubah Dunia. Jakarta: Gramedia.
Sudjana,
D. 2000. Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan
Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah
Production.
Tarimana,
A. 1989. “Budaya Kepemimpinan Tolaki dan Sumbangannya terhadap Pembangunan Desa
(Gersamata) di Sulawesi Tenggara”. Makalah
disampaikan dalam Seminar tentang
Kepemimpinan Menurut Budaya Sulawesi Tenggara dan Kaitannya dengan Pembangunan
Daerah/Nasional. Kendari: FISIP-Unsultra, 23 November 1989.
Tilaar,
H.A.R. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan
Masyarakat Madani. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Rahcmand,
Wasree Galuatry. 2016. Pembelajaran
Pokadulu dalam
Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan Kelas IV SD
Negeri 08 Tongkuno Kabupaten Muna. Kendari: Tesis Program
Studi Pendidikan IPS Konsentrasi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana
Universitas Halu Oleo.
*) Makalah: Disajikan dalam Bimbingan Pelestarian Nilai Kepahlawanan, Keperintisan,
dan Kesetiakawanan Sosial (K3S) Dinas Sosial Propinsi Sulawesi Tenggara, tanggal 11 Agustus 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar