Minggu, 08 Januari 2017

REKONSTRUKSI BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH SEBAGAI SUATU BENTUK IMPLEMENTASI NILAI KEPAHLWANAN DAN KEPRINTISAN UNTUK MENGEMBANGKAN NILAI KESETIAKAWANAN SOSIAL GENERASI MUDA



Oleh: Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.

https://catatansyamsul.files.wordpress.com/2011/11/sang_merah_putih1.jpg?w=470

A.  Pendahuluan
Perjuangan rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan penuh dengan kepahlawanan. Tanpa itu tidak mungkin kemerdekaan dapat diproklamasikan, kemudian dibela dan ditegakkan. Sebab pihak penjajah tidak mau melepaskan kekuasaannya begitu saja, mereka mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik yang ada di luar negeri maupun di dalam negeri dari orang-orang Indonesia yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongannnya sendiri. Akan tetapi cukup banyak rakyat Indonesia tergerak hati nuraninya untuk melawan penjajah guna membela kebenaran dan keadilan.
Berdiri dan tetap tegaknya Republik Indonesia adalah karena faktor kepahlawanan itu. Makam-makam pahlawan tersebar luas di seluruh wilayah Tanah Air Indonesia. Pahlawan-pahlawan itu telah memberikan sumbangan berharga bagi persiapan kemerdekaan dan ada pahlawan dalam perjuangan membentuk serta menegakkan kemerdekaan negara dan bangsa.
Tidak salah kalau dikatakan bahwa kemerdekaan Indonesia dicapai melalui kepahlawanan yang tidak sedikit. Ada kepahlawanan yang dilakukan oleh para pejuang bersenjata dalam pertempuran terhadap penjajah dan pihak-pihak yang tidak menghendaki Indonesia merdeka. Ada pula kepahlawanan yang dilakukan oleh rakyat yang dengan penuh semangat melakukan aneka ragam perlawanan terhadap musuh-musuh Indonesia. Oleh sebab itu hendaknya generasi penerus jangan menganggap kemerdekaan negara dan bangsa itu satu hal yang lumrah belaka. Karena itu harus selalu ada dorongan untuk terus membela kemerdekaan itu serta membuatnya lebih indah lagi dengan menciptakan kondisi negara dan bangsa yang selalu lebih baik, lebih maju dan sejahtera dari pada sebelumnya.

Di balik hiruk pikuk panggung politik dan semangat pemberantasan korupsi yang menggebu, di tengah masyarakat sedang terjadi penggerusan eksistensi kepahlawanan. Sikap rela berkorban untuk kepentingan yang lebih besar, pengabdian, kegigihan, dan keberanian semakin punah terpancar dari elemen anak bangsa.

Hal yang mengemuka justru sebaliknya, mementingkan diri sendiri, tidak jujur terhadap diri dan lingkungannya, dan pengecut terhadap tantangan dan kesulitan. Intinya, publik melihat masyarakat sedang kehilangan sosok pahlawan. Masyarakat bangsa ini sedang dalam situasi ”paceklik” kepahlawanan atau keteladanan para pempimpin.
Publik mengharap kemunculan figur pahlawan dalam bentuk sikap mumpuni yang mampu mengatasi berbagai persoalan krusial bangsa. Figur itu bisa muncul dari kalangan pemimpin, tetapi bisa juga dari lapisan masyarakat yang mampu memberikan sumbangsih nyata atas berbagai persoalan mendasar yang kembali muncul dalam tubuh bangsa ini.
Jawaban publik dalam hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, para kaum elite yang memegang kekuasaan di negeri ini belum mampu memberikan makna mendasar bagi kepahlawanan. Saat diajukan pertanyaan, siapakah tokoh yang bisa dianggap sebagai pahlawan di negeri ini, lebih dari separuh responden menjawab tidak ada. Tak sampai 10 persen publik yang menjawab figur pahlawan masih ada atau mulai muncul dengan menyebut beberapa nama seperti  Joko Widodo dan Dahlan Iskan.
Ketiadaan tokoh yang bisa disejajarkan dengan jasa pengorbanan para pahlawan masa lalu itu paralel dengan temuan jajak pendapat pada September 2012 yang mengungkapkan penilaian kinerja kepemimpinan formal negara dalam mengatasi persoalan bangsa. Semangat kepahlawanan para pemimpin formal negara yang tercermin dari kinerjanya oleh mayoritas responden justru dinilai minor. Padahal, kepemimpinan formal negara semestinya menjadi barisan terdepan yang bisa dijadikan rujukan jiwa kepahlawanan untuk masa kini.
Jiwa kepahlawanan para pimpinan DPR yang mengemban amanat sebagai wakil rakyat dan pilar demokrasi dinilai masih jauh dari harapan publik. Mayoritas responden berpendapat, etos kepahlawanan di lembaga tersebut rendah, bahkan paling rendah dibandingkan dengan pimpinan dari lembaga-lembaga negara lainnya. Persepsi minor publik itu agaknya tak bisa lepas dari banyaknya pemberitaan negatif yang melibatkan anggota Dewan, mulai dari kasus korupsi oleh oknum anggota DPR, keberadaan mafia anggaran, hingga tudingan pemerasan oknum anggota DPR terhadap BUMN.
Penilaian responden terhadap jajaran penegak hukum yang dipandang sebagai benteng keadilan di negeri ini pun setali tiga uang. Kasus-kasus hukum yang muncul di ranah publik justru menempatkan aparat hukum sebagai pelaku pelanggaran hukum. Tengok saja kasus dugaan mafia perkara di MA dan polisi yang terjerat kasus narkoba. Demikian pula isu rekening gendut sejumlah oknum jenderal serta ”setoran” dalam pola rekrutmen ataupun penempatan aparat. Tak heran, dua pertiga responden menilai rendah semangat kepahlawanan di kepolisian dan Mahkamah Agung.
Sulit dihindari makna penilaian sifat kepahlawanan terhadap lembaga atau pemimpin formal erat terkait dengan persepsi publik atas kinerja dan sifat keberpihakan mereka. Kemampuan melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara normatif pun belum cukup jika tak dilengkapi dengan sikap empati kepada masyarakat. Dengan kondisi kevakuman keteladanan dan sosok, tak heran publik tak mampu mengidentifikasi pahlawan saat ini. Siapa sosok pahlawan yang paling dikagumi akhirnya hanya bisa dijawab dari masa lalu, antara lain figur Presiden Soekarno.
Pada akhirnya, kevakuman teladan di lapis elite merembes pula di lapis masyarakat. Tak hanya di level pimpinan negara, melemahnya nilai-nilai kepahlawanan juga terjadi di ranah publik masyarakat. Jajak pendapat ini mengungkap, sebanyak 9 dari 10 responden alias nyaris seluruh responden menilai penghayatan jiwa kepahlawanan di masyarakat saat ini lemah. Semangat rela berkorban dalam kehidupan nyata dinilai melemah oleh 7 dari 10 responden.
Berbagai konflik horizontal di Tolikara Papua, Makassar (Satpol PP dan Polri), Sumut, dan daerah lain yang disebabkan persoalan sepele adalah indikator kuat melemahnya sifat kepahlawanan. Bukannya mengedepankan kesamaan kepentingan sebagai bangsa, sejumlah kelompok masyarakat justru mengumbar amarah dan nafsu untuk saling menyakiti sesama anak bangsa yang sering atas nama primordialisme sempit.
Dalam jajak pendapat sebelumnya bahkan terekam, negara melalui sistem dan aparatnya mengambil peran dalam spiral kekerasan ini. Dalam konteks kerukunan umat beragama, misalnya, negara dinilai tidak bertindak adil, memadai, dan tegas.
Indikator yang lebih sederhana juga dinyatakan. Tradisi memelihara ”memori kepahlawanan” dalam masyarakat memudar seiring kesibukan sebagian warga bangsa ini mempertahankan ”laju tingkat perekonomian”. Perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus lewat upacara secara tak langsung memupuk sikap cinta Tanah Air dan menghargai jasa pahlawan mulai jarang diselenggarakan. Dua dari lima responden jajak pendapat Kompas pada Agustus 2012 menyatakan, tak ada peringatan kemerdekaan di lingkungannya.
Lebih jauh, krisis nilai kepahlawanan dalam masyarakat saat ini bisa disejajarkan dengan krisis nilai dalam pengamalan dan penghayatan Pancasila. Baik Pancasila maupun nilai kepahlawanan sama-sama diamini kebutuhannya oleh nyaris seluruh responden berbagai jajak pendapat ini. Namun, pada saat yang sama keduanya dipandang mengalami kevakuman dalam masyarakat, ”terkubur” berbagai ”isme” yang saat ini populer dan digandrungi masyarakat.
Dari sudut pandang kebebasan berpolitik masyarakat di tengah politik yang liberal dan identitas primordial yang menguat, persoalan Pancasila dan nilai kepahlawanan tampak seperti benang kusut. Bahkan, negara tampak tak berdaya mengurai kekusutan ini. Salah satunya adalah dimensi penanaman nilai kepahlawanan (dan bela negara) yang makin absen dari jalur sistem pendidikan. Padahal, di semua negara yang kuat perasaan kewarganegaraannya, pendidikan merupakan jalur strategis yang dijaga sungguh- sungguh oleh penyelenggara negara.

B. Nilai Kepahlawanan yang Berkarakter
Pahlawan adalah orang yang melakukan perbuatan baik tearhadap orang lain tanpa dilandasi keinginan untuk mendapatkan pujian atau imbalan. Pahlawan juga disebut orang yang telah berjasa pada negara. Sedangkan patriotisme yaitu sikap yang mewujudkan semangat cinta tanah air untuk bersedia mengorbankan segala-galanya. Pahlawan yang berjuang untuk negara memiliki jiwa patriotisme untuk kejayaan bangsa dan negaranya. Para pejuang kemerdekaan disebut mewujudkan indonesia yang merdeka. Pahlawan pada masa penjajahan adalah mereka yang gugur dalam membela negara. Para pejuang mengguanakan senjata seadanya misalnya bambu runcing, keris, panah, pedang. Para pejuang berani mengorbankan harta, benda, waktu, pikiran, jiwa, raga, dan nyawa untuk kepentingan bangsa dan negara. Berkat pengorbanan para pahlawan sekarang kita dapat menikmati kemerdekaan. Tugas dan tanggung jawab kita sekarang adalah menjaga tetap utuhnya bangsa dan negara kita dan mengisi kemerdekaan dengan membangun serta dapat mewarisi sikap-sikap para pahlawan.
Melemahnya nilai-nilai kepahlawanan di masyarakat salah satunya tergambar dari sistem pendidikan di negeri ini yang kian longgar menanamkan semangat kepahlawanan. Contohnya, tidak semua sekolah mewajibkan siswanya upacara bendera tiap Senin. Pendidikan yang memuat makna nilai kepahlawanan, budi pekerti, dan karakter kebangsaan juga semakin minus diajarkan di sekolah. Kondisi ini tentu bukan kondisi ideal bagi pemeliharaan sikap positif tentang bagaimana dan oleh siapa negeri ini didirikan.
Hampir seluruh responden dalam jajak pendapat yang dilakukan harian Kompas setuju jika nilai-nilai kepahlawanan kembali diajarkan di sekolah sejak dini. Bagaimanapun, hanya lewat jalur pendidikanlah pembentukan karakter anak bangsa diwujudkan. Lewat buku-buku pelajaran sekolah, mayoritas responden mengaku mengenal sosok dan kiprah pahlawan-pahlawan bangsa dalam pengabdian, kesetiaan, dan pengorbanan yang luar biasa bagi negara atau daerahnya. Sayangnya, mata pelajaran yang mengajarkan dan membentuk sikap moral dan pemahaman semacam itu kini makin absen dari sekolah-sekolah dalam sistem pendidikan nasional.
Di balik rasa pesimistis terhadap kepahlawanan di negeri ini, publik sesungguhnya masih mendambakan sosok pahlawan dalam menyelesaikan persoalan yang membelit negeri ini. Publik mengharapkan munculnya sosok pahlawan yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan mendasar dalam karakter bangsa ini.
Nilai merupakan pengarahan perilaku dan pertimbangan seseorang. Nilai merupakan kumpulan sikap perasaan ataupun anggapan tentang sesuatu hal mengenai baik buruk, benar salah, patut tidak patut, mulia hina, penting atau tidak penting.
Nilai merupakan suatu keyakinan, berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, melampaui situasi spesifik, mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.  Asumsi dasar dari konsep nilai bahwa setiap orang di mana saja memiliki nilai-nilai yang sama dengan derajat yang berbeda (menunjukkan penegasan terhadap konsep universaliti nilai).
Nilai juga dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Untuk generasi muda sekarang ini sedang krisis nilai kepahlawanan dalam membentuk generasi berkarakter. Kepahlawanan merupakan satu perbuatan yang dilakukan seorang dalam mengabdikan diri guna kepentingan yang lebih luas daripada kepentingan dirinya sendiri. Baik itu kepentingan negara, bangsa, masyarakat atau umat manusia. Dengan demikian nilai merupakan suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu juga digunakan sebagai prinsip atau standar dalam tingkah kaku dalam kehidupannya.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai perjuangan para pahlawan bangsa. Kata ini dilontarkan untuk mengajak bangsa kita untuk menghormati jasa pahlawan dalam memperjuangkan kemerdekaan. Namun apa daya virus-virus perusak kedaulatan, kemandirian serta kepribadian bangsa dan negara mewabah di negeri kita.
   Kebudayaan dan tradisi bangsa diklaim bangsa lain, lapisan masyarakat yang tinggi hingga ke bawah pun telah merasakan kenikmatan korupsi, kemiskinan menjamur di beberapa daerah, generasi muda yang tidak tahu arah menuju bangsa yang makmur. Padahal para pejuang bangsa telah mengorbankan jiwa raga untuk memuliakan bangsa ini.
   Jika kita memahami perjuangan bangsa para pahlawan itu memiliki semngat kepoloporan yang tinggi. Selanjutnya, kepeloporan dapat menyatu dalam karakter yang sama dengan kepemimpinan yakni berada di muka dan diteladani oleh orang lain. Tetapi, kepeloporan dapat pula memiliki arti sendiri. Kepeloporan jelas menunjukkan sikap maju ke depan, merintis, membuka jalan, dan memulai sesuatu, untuk diikuti, dipikirkan, dilanjutkan dan dikembangkan oleh orang lain. Dalam kepeloporan terdapat unsur menghadapi risiko. Kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan.
   Pada zaman modern ini, kehidupan makin kompleks dan penuh risiko. Seperti pernah dikatakan oleh Giddens, modernity is a risk culture. Modernitas memang mengurangi risiko pada bidang-bidang dan cara hidup tertentu, tetapi juga memperkenalkan bentuk risiko baru yang tidak dikenal pada era-era sebelumnya. Untuk itu maka diperlukan ketangguhan, baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil jalan yang penuh risiko.
Kepeloporan juga bermakna keberanian menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah. Seperti Diponegoro, Imam Bonjol, Pattimura, Teuku Umar, dan sederet pahlawan bangsa lainnya yang berani menyatakan bahwa imperialisme dan kolonialisme adalah bentuk ketidakadilan dan karenanya harus dilawan. Kita juga perlu membangun keberanian membela kebenaran. Semangat inilah yang seharusnya dimiliki oleh kaum muda bangsa ini untuk memberikan pencerahan kepada rakyat serta mempersiapkan diri menerima estafet kepemimpinan bangsa. Jika kita memahami perjuangan bangsa pahlawan itu memiliki keteguhan yang tinggi, selalu kukuh terhadap pendiriannya. Maka seorang pahlawan itu tidak mungkin ragu-ragu dalam mengambil keputusan.
   Pahlawan sosok yang tangguh. Ketangguhan dalam zaman ini sangat penting karena di zaman modernitas memang mengurangi resiko pada bidang-bidang dan cara hidup tertentu, tetapi juga memperkenalkan bentuk resiko baru yang tidak dikenal di era sebelumnya. Untuk itu diperlukan ketangguhan baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat, atau mampu mengambil jalan yang penuh resiko, maka dia selalu siap untuk tidak bergantung kepada orang lain yang disebut mandiri. Kemandirian selalu dibutuhkan untuk tombak kita bahwa kita tidak perlu selalu menjagakan pendapat orang lain, melainkan pendapat kita yang selalu untuk diikuti, dipikirkan, dan dikembanmgkan oleh orang lain.
   Kecerdasan mendasari sifat pahlawan. Orang cerdas selalu cekatan dalam mengambil keputusan pada saat ada masalah yang dihadapi. Dalam melawan penjajah pun pahlawan selalu memakai strategi yang jitu untuk merebut kemerdekan. Bila pada zaman ini kecerdasan dibutuhkan untuk membaca situasi dan kondisi, juga memikirkan cara atau memakai trik-trik untuk memajukan bangsa dan negara.
Bottom of Form

1. Sikap-sikap kepahlawanan yang harus kita miliki antara lain
a.    Membantu tanpa pamrih dan ikhlas
b.    Berani membela kebenaran dan keadilan
c.    Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara
d.   Jujur dan bertanggung jawab
e.    Mengutamakan kepentingan bangsa dan negara/kepentingan umum
f.     Memiliki rasa cinta tanah air dan pantang menyerah
g.    Bertindak terpuji dalam kehidupan sehari-hari
h.    Memiliki jiwa pengabdian yang tinggi

2. Setiap warga diharapkan memiliki sikap rela berkorban dalam kehidupannya
a. Dalam masyarakat misalnya:
1)      Menolong orang yang sedang kesusahan
2)      Menolong atau memberi sumbangan korban bencana alam
3)      Memberi bantuan kepada fakir miskin
4)      Membantu atau menolong orang yang perlu mendapatkan bantuan
5)      Mau hidup tertib dan sadar akan hukum dan peraturan yang berlaku
b. Sebagai siswa sekolah:
1)      Selalu menjaga ketertiban dan nama baik sekolah
2)      Tekun, disiplin selalu menerima pelajaran
3)      Dapat bergaul dengan baik sesama teman di sekolah
4)      Dapat menyeleseikan tugas-tugas sekolah tepat waktu.
c. Sebagai anggota keluarga
1)      Dapat menjaga nama baik keluarga
2)      Saling membantu antara anggota keluarga
3)      Selalu rajin dan tekun belajar serta berperilakuan santun
4)      Mau menghormati sesama keluarga

3. Sikap atau cara menghargai menghargai para pahlawan bangsa antara lain dapat dilakukan dengan cara:
a.    Mendoakan para pahlawan agar semua amal baiknya diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa dan segala dosa-dosanya diampuni
b.    Meneladani sikap-sikap perilaku para pahlawan
c.    Melanjutkan usaha-usaha perjuangannya
d.   Mengisi kemerdekaan dengan kegiatan yang bermanfaat dan belajar dengan tekun
e.    Ikut menjaga kesatuan dan persaatuan bangsa

4. Dari berbagi bidang pekerjaan seseorang dapat dikatakan sebagai pahlawan misalnya
a.    Orang yang gigih melakukan pembangunan disebut pahlawan pembangunan
b.    Guru melaksanakan tugas kewajibanya kepada anak didiknya dengan tekun dan profesional sehingga anak didiknya berhasil disebur sebagai pahlawan tanpa tanda jasa
c.    Hansip dapat menjaga keamanan lingkungan dengan sebaik-baiknya disebut pahlawan dalam bidang keamanan
d.   Tukang sampah dapat melakukan tugas dengan sebaik-baiknya disebut pahlawan dalam bidang kebersihan lingkungan.

5. Setiap orang dapat menjadi pahlawan bagi diri sendiri, orang lain, bangsa dan negara.
a. Contoh pahlawan bagi diri sendiri, misalnya melakukan hal-hal yang baik bagi diri sendiri, contoh dapat melukis dengan baik sampai memperoleh juara, selalu rangking satu dikelas, menjadi contoh yang baik bagi teman-temanya, selalu bertindak terpuji dalam hidupnya
b. Contoh pahlawan bagi orang lain yaitu dapat berbuat baik untuk kebahagiaan dan manfaat bagi orang lain
Misal:  - Menyeberangkan orang tua yang kesulitan menyeberang jalan
     -  Menolong orang yang sedang menderita atau kesusahan
c. Contoh pahlawan bagi bangsa dan negara, yaitu dapat membebaskan bangsa dan negara dari kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, penindasan bangsa asing atau penjajahan.
Contoh: - Bung Tomo pembakar semangan arek-arek surabaya untuk melawan       sekutu
             -  Cut Nyak Dien sangat gigih menentang penjajah
      -  Pattimura sangat gigih membela negara dari tangan penjajah

6. Sifat-sifat kepahlawanan
a. Rela berkorban, maksudnya berbuat apapun dilandasi rasa ikhlas, tanpa mengharap pujian, imbalan pada orang lain maupun negara.
b. Kesatria, maksudnya berani mengakui kesalahan bila salah, bertanggung jawab segala ucapan dan tindakan yang dilakukan.
c. Berjuang tanpa pamrih, maksudnya selalu berbuat ikhlas
d. Pemberani, maksudnya pemberani dalam bidang kebenaran.
e.  Pantang menyerah, maksudnya tak mudah putus asa semua usaha pekerjaan harus berhasil, kegagalan merupakan pelajaran diulangi lagi sampai berhasil.
g. Berperilaku terpuji, maksudnya segala tindakan perilaku, tutur kata dapat dijadikan contoh orang lain

7. Penerapan sehari-hari tindakan terpuji antara lain
a.    Mengakui kesalahn dan minta maaf
b.    Menolong orang yang sedang kesusahan
c.    Rela berkorban untuk teman dan orang lain
d.   Menegur teman yang berbuat tercela

8. Penerapan sehari-hari tindakan rela berkorban
a.    Ikut kerja bakti membersihkan jalan dan sekolah
b.    Ikut berpartisipasi menjaga keamanan kampung
c.    Menyingkirkan benda berbahaya ditengah jalan
d.   Membantu mengantarkan adik yang mau belajar kelompaok
e.    Membantu pekerjaan orang tua atau orang yang disekitarnya
Mencermati perjuangan para pahlawan yang  telah mengorbankan jiwa raga dan harta, seharusnya generasi muda wajib meneruskan perjuangan mereka dengan mengisi kemerdekaan dari hal-hal yang positif. Menjaga bangsa dari gangguan yang berasal dari dalam maupun luar negara.

E. Kepahlawanan pada Masa Depan
Negara tidak cukup hanya ditegakkan dan dibela, melainkan harus pula dijadikan satu wahana untuk membawa kemajuan serta kesejahteraan bangsa secara keseluruhan. Oleh sebab itu kemerdekaan yang telah dicapai harus diisi dengan membuat negara itu memiliki berbagai kemampuan yang mendatangkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Makin banyak kemajuan dan kesejahteraan yang didatangkan untuk rakyat, semakin besar manfaat yang diberikan negara bagi rakyat.
Membangun negara dan bangsa itu memerlukan pekerjaan yang tidak sedikit dan tidak mudah. Berbagai kemampuan baru harus diciptakan dan dibangun. Seperti pembangunan jalan-jalan, waduk-waduk dan saluran pengairan untuk mengairi tanah pertanian, pelabuhan, gedung sekolah, rumah sakit dan banyak lagi. Tidak jarang keberhasilan pekerjaan untuk pembangunan itu memerlukan pengorbanan dari mereka yang mengerjakannya. Apalagi kalau harus mengejar waktu dengan tetap menjaga mutu hasil pekerjaan. Maka dari mereka yang melakukan pekerjaan itu diharapkan adanya semangat pengorbanan yang tidak sedikit.
Sebab itu pembangunan juga dapat menimbulkan pahlawan-pahlawan, yaitu pahlawan pembangunan. Mungkin tidak terdapat ancaman terhadap jiwa bagi pahlawan pembangunan. Meskipun begitu, kalau pekerja pembangunan melakukan pekerjaannya dengan penuh dedikasi tanpa menghiraukan kepentingan pribadinya, maka tetaplah ia dapat dinilai sebagai pahlawan.
Juga mereka yang melakukan pekerjaan pembangunan tanpa pamrih, seperti para guru yang bekerja di desa-desa jauh dari keramaian kota yang kita lihat di pulau-pulau terpencil Biningko, Batu Atas dan desa-desa terpencil di berbagai kabupaten di Sultra, dapat kita nilai sebagai pahlawan pembangunan apabila mereka melakukan pekerjaannya dengan baik sekali. Demikian pula para peneliti ilmu pengetahuan dan teknologi yang selama berjam-jam bekerja penuh dedikasi di tempat penelitian dan mungkin menghadapi bahaya kematian (kalau umpamanya sedang meneliti penyakit menular atau melakukan penelitian kimia dengan gas racun atau alat peledak). Mereka pun dapat dinamakan pahlawan pembangunan karena tanpa banyak menghiraukan kepentingan pribadinya mencurahkan segenap tenaga dan pikiran untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat banyak.
Pembangunan negara dan bangsa yang mencapai sukses besar serta dilakukan dengan tempo tinggi memerlukan faktor kepahlawanan yang tidak kalah artinya dari kepahlawanan di masa perjuangan kemerdekaan. Oleh sebab itu diharapkan para pemuda di seluruh wilayah Tanah Air Indonesia tergerak hati nuraninya untuk menunjukkan perbuatan kepahlawanan di bidang-bidang pekerjaan yang mereka geluti. Tidak kalah dari kepahlawanan yang sudah terjadi dalam masa perang melawan penjajah. Ketika kita sekarang menghadapi krisis moneter yang kemudian menimbulkan berbagai krisis lainnya sikap kepahlawanan demikian makin terasa keperluannya bagi bangsa Indonesia. Sebaliknya kalau para pemuda hanya sekedar menjalankan pekerjaan mereka sebagai bagian dari kewajiban, maka sukar kita peroleh hasil pembangunan negara dan bangsa yang cukup tinggi dalam waktu singkat.
Seperti dalam perjuangan kemerdekaan hendaknya para pemimpin memberikan teladan dalam melakukan perbuatan kepahlawanan itu. Teladan demikian akan dapat menggerakkan semangat perjuangan dari mereka yang dipimpin. Selain itu diharapkan pula agar di antara para pemuda cukup banyak yang terdorong melakukan kepahlawanan sekalipun tidak ada tauladan dari atas.
Terjadinya Reformasi di segala bidang, khususnya di bidang hukum, politik dan ekonomi, diusahakan agar masyarakat Indonesia kembali kepada jalannya yang benar dalam mencapai tujuannya. Dalam Reformasi itu sudah terjadi pengorbanan ketika para mahasiswa melakukan unjuk rasa yang mendapat tembakan sehingga jatuh korban, seperti yang terjadi dalam Peristiwa Trisakti. Reformasi mengusahakan kembalinya bangsa Indonesia melakukan pembangunan negara dan bangsa yang mendatangkan kemajuan dan kesejahteraan rakyat banyak.
Unjukrasa dan aneka ragam usaha yang lebih bersifat politik hendaknya tidak dilihat sebagai tujuan melainkan sebagai usaha untuk menciptakan kondisi bangsa yang lebih kondusif untuk mengerjakan pembangunan secara intensif dan bermutu. Semua pihak yang cinta tanah air dan bangsa berkepentingan agar Reformasi dapat mencapai tujuannya dan pembangunan nasional terlaksana sebaik-baiknya. Namun sayangnya, setelah 13 tahun era reformasi tidak banyak perubahan yang kita rasakan. Era reformasi tidak jauh lebih baik dari masa-masa sebelumnya. Mungkin inilah yang diramalkan oleh Presiden Soekarno pada suatu waktu, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Indonesia menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian. Abad ke 21 diperkirakan membawa berbagai tantangan dan bahkan mungkin ancaman bagi negara dan bangsa Indonesia. Umat manusia dan dunia telah masuk dalam era globalisasi yang mengharuskan setiap bangsa pandai bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain, tetapi di pihak lain juga harus kuat melakukan persaingan dengan mereka. Bangsa yang mengabaikan kenyataan itu harus membayar mahal bagi kelalaiannya tersebut. Sudah barang tentu ini juga berlaku bagi bangsa Indonesia.
Dalam kondisi seperti itu bangsa Indonesia harus mampu melakukan perjuangan yang kuat di segala aspek kehidupan. Sudah jelas bahwa ekonomi merupakan faktor amat penting dalam persaingan internasional. Akan tetapi ekonomi memerlukan faktor pendukung yang tidak sedikit untuk dapat bersaing dengan efektif. Tidak mungkin ekonomi nasional menjadi kuat kalau tidak dukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi.
Berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dikembangkan pula berbagai aspek produksi. Produksi industri manufaktur harus meningkat, demikian pula produksi pertambangan, pertanian, perikanan, kehutanan. Juga perlu dimajukan sektor jasa untuk membuat ekonomi nasional makin kuat. Jasa komunikasi dan angkutan, perbankan dan keuangan pada umumnya, perdagangan, dan bidang jasa lainnya harus berkembang maju kalau ekonomi ingin menjadi kuat. Sebab itu diperlukan kepahlawanan di semua unsur ini agar bangsa Indonesia makin maju dan sejahtera. Kepahlawanan di sini akan menghasilkan keunggulan bangsa dalam berbagai bidang yang bersangkutan dengan kekuatan ekonomi itu. Namun itu semua lagi-lagi sangat tergantung dari mutu manusia Indonesia.
Namun selama kelemahan-kelemahan masih kuat melekat pada manusia Indonesia, maka tidak mungkin ia bermutu tinggi. Oleh sebab itu diperlukan pendidikan nasional untuk menimbulkan wujud baru dari manusia Indonesia. Tidak saja pendidikan nasional harus menghilangkan sifat-sifat yang lemah, tetapi juga harus menimbulkan kemampuan-kemampuan baru untuk dapat menjalankan perjuangan yang efektif dan bermutu tinggi dalam dunia yang diliputi globalisasi sekarang dan di masa depan.
Pendidikan menghadapi berbagai tantangan, baik yang bersifat pendanaan, faktor materil, maupun faktor lainnya. Sebab itu pelaksanaan pendidikan nasional yang bermutu merupakan satu perjuangan tersendiri yang memerlukan pahlawan-pahlawannya. Seperti pekerjaan guru, terutama mereka yang harus melakukan pekerjaannya di tempat-tempat terpencil jauh dari keramaian masyarakat. Hal ini masih akan berlangsung cukup lama meskipun tentu harus kita usahakan agar secepat mungkin kendala-kendala dapat diatasi. Seperti perbaikan penghasilan dan status sosial guru yang masih harus sangat diperbaiki. Tanpa semangat kepahlawanan sukar kita harapkan adanya perbaikan dalam pelaksanaan pendidikan nasional.
Akan tetapi jangan kita mengira bahwa di masa depan tidak ada tantangan atau ancaman yang bersifat fisik terhadap bangsa kita. Meskipun selalu kita usahakan agar bangsa lain menyadari bahwa melakukan gangguan terhadap kedaulatan bangsa Indonesia akan lebih merugikan ketimbang menguntungkannya, namun tidak dapat dipastikan bahwa bangsa lain tidak mengusahakan kepentingannya dengan mengganggu dan bahkan mengancam bangsa Indonesia. Yang sudah amat jelas adalah ketika bangsa lain menghabiskan kekayaan perikanan yang terdapat di wilayah lautan yang termasuk kedaulatan Republik Indonesia. Hal ini harus selalu memperoleh penjagaan oleh angkatan bersenjata kita. Selain itu juga tidak tertutup kemungkinan terjadinya gangguan terhadap berbagai pusat produksi kita untuk mengurangi daya saing kita secara internasional.
Presiden Soekarno mengatakan: Kita sekarang tidak boleh berkesempatan lagi untuk menangis, kita sudah kenyang menangis. Bagi kita sekarang ini bukan saatnya buat lembek-lembekan hati. Berabad-abad kita sudah lembek hingga menjadi seperti kapuk dan agar-agar. Yang dibutuhkan oleh tanah air kita kini ialah otot-otot yang kerasnya sebagai baja, urat-urat syaraf yang kuatnya sebagai besi, kemauan yang kerasnya sebagai batu hitam yang tiada barang sesuatu bisa menahannya, dan yang jika perlu, berani terjun ke dasarnya samudra.
Oleh sebab itu masih diperlukan semangat kepahlawanan dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia. Tetap diperlukan kesediaan berkorban dan menghasilkan pekerjaan bermutu tanpa banyak pamrih. Apalagi ketika negara masih belum cukup besar kemampuan keuangannya untuk menyediakan sistem senjata yang paling baik dan bahkan penghasilan anggota angkatan bersenjata masih tergolong minim sekali.
Maka jelas sekali bahwa semangat kepahlawanan terus relevan dan bahkan penting untuk kehidupan bangsa serta pencapaian tujuan nasional, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh sebab itu, semoga seluruh bangsa kita selalu menyadari betapa pentingnya pemupukan dan pemeliharaan semangat kepahlawanan itu. Marilah kita lanjutkan perjuangan para Pahlawan Bangsa yang telah mendahului kita dengan membuktikan sikap dan perbuatan yang tertuju kepada kehormatan, kemajuan dan kesejahteraan Negara dan Bangsa Indonesia. Terutama oleh generasi muda guna mencontoh yang telah ditunjukkan para pahlawan kemerdekaan.
Salah satu nilai yang terkandung adalah nilai perjuangan kepahlawanan yang perlu diterapkan di masyarakat.  "Memang hal ini menjadi pondasi untuk kebersamaan dalam percaturan global. Nilai-nilai itu berkembang seiring perkembangan zaman, makanya perlu dibentengi dengan semangat kepahlawanan,". hal itu dipengaruhi situasi dan kondisi sehingga membentuk suatu karakter bangsa. Seperti nilai keharmonisan, kedamaian dan kesetiakawan sosial.
"Untuk menanamkan nilai kepahlawan tidak dapat dilakukan secara instans. Apalagi saat ini, modernisasi begitu deras menghadang generasi muda. Jadi salah satu cara yang ditawarkan adalah dalam bentuk bimbingan Keperintisan dan Kesetiakawanan Sosial," katanya. Kegiatan tersebut juga berperan dalam merestorasi kembali nilai-nilai perjuangan dalam membentuk karakter bangsa. Melaui pendekatan sosial enginering atau rekayasa sosial.

F. Semangat Kebangsaan, Nasionalisme dan Patriotisme
1.  Makna Semangat Kebangsaan
Nasionalisme adalah perasaan satu keturunan, senasib, sejiwa dengan bangsa dan tanah airnya. Nasionalisme yang dapat menimbulkan perasaan cinta kepada tanah air disebut patriotisme. Nasionalisme dibedakan menajdi dua yaitu:
a. Nasionalisme dalam arti luas yaitu perasaan cinti/bangga   terhadap tanah air dan bangsanya dengan tidak memandang bangsa lain lebih rendah derajatnya.
b. Nasionalisme dalam arti sempit yaitu perasaan cinta/bangga terhadap tanah air dan bangsanya secara berlebihan dengan memandang bangsa lain lebih rendah derajatnya.
Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang berdasarkan Pancasila yang selalu menempatkan kepentingan bangsa dan negar di atas kepentingan pribadi dan golongan. Nasionalisme Indonesia adalah perasaan bangga/cinta terhadap bangsa dan tanah airnya dengan tidak memandang bangsa lain lebih rendah derajatnya. Dalam membina nasionalisme harus dihindarkan paham kesukuan chauvinisme, ekstrimisme, kedaulatan yang sempit. Pembinaan nasionalisme juga perlu diperhatikan paham kebangsaan yan gmengandung penegrtian persatuan dan kesatuan Indonesia, artinya persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia.
Patriotisme berasal dari kata patriot yang berati pecinta/pembela tanah air. Patriotisme diartikan sebaga isemangat/jiwa cinta tanah air yang berupa sikap rela berkorban untuk kejayaan dan kemakmuran bangsanya. Patriotisme tidak hanya cinta kepada tanah air saja, tapi juga cinta bangsa dan negara. Kecintaan terhadap tanah air tidak hanya ditampilkan saat bangsa Indonesia terjajah, tetapi juga diwujudkan dalam mengisi kemerdekaan.
Ciri-ciri patriotisme:
a.  Cinta tanah air
b.  Rela berkorban untuk kepentingan nusa dan bangsa
c.  Menempatkan persatuan, kesatuan dan keselamatan bansga dan negara di atas kepentingan pribaadi dan golongan
d. Bersifat pembaharuan
e. Tidak kenal meneyrah
f.  Bangga sebagai bangsa Indoensia.
Nasionalisme dan patriotisme sangat penting bagi kelestarian kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini mengingat kondisi:
a.  Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk atau keanekaragaman dalam suku, ras, golongan, agama, budaya dan wilayah.
b.  Alam Indonesia, dimana  kepualauan nusantara terletak pada posisi silang yang dapat mengandung kerawanan bahaya dari negara lain.
c.   Adanya bahaya disintegrasi (perpecahan bangsa) dan gerakan separatisme (gerakan untuk memisahkan diri dari suatu bangsa), apabila pemerintah tidak bersikap bijaksana.
Semangat kebangsaan dapat diwujudkan dengan adanya sikap patriotisme dan nasionalisme dalam kehidupan sehari-hari. Warga negar yang emmiliki semangat  kebansgaan yang tinggi akan memiliki nasionalisme dan patriotisme yang tinggi pula.

2. Perwujudan Patriotisme dan Nasionalisme dalam Kehidupan
Sikap patriotisme dan nasionalisme dapat diwujudkan dalam berbagai lingkungan kehidupan:
a. Lingkungan keluarga
Jiwa dan semangat patriotisme dapat ditanamkan dan dimulai di lingkungan keluarga, misalnya kita harus selalu berbuat bai kdi lingkungan kita untuk menjaga nama baik keluarga, meelstarikan ketenttraman  keluarga, emmbantu meringankan beban keluarga.
b. Lingkungan sekolah
Berbagai macam tingkah laku atau kegiatan yang mengacu pada nilai kesopanan dan kebaikan, baik terhadap guru, karyawan maupun teman, mengikuti upacar dengan tertib.
Menajdi anggota OSIS, menjaga nama baik sekolah, menjadi team olah raga, menghidnari tawuran pelajar, menjaga kebersihan dan ketertiban sekolah dan lain sebagainya.
c. Lingkungan masyarakat
Sikap patriotisme di masyarakat dapat ditumbuhkan dan dilaksanakan melalui menjaga keamanan lingkungan, menaikkan bendera di depan rumah pada hari besar nasional, membersihkan lignkungan, aktif dalam kegiatan desa dan ikut membela negara bila diperlukan.

G.  Nasionalisme Budaya
Secara empiris, potensi budaya Sultra yang dapat dikembangkan dalam mendukung pembangunan, khsusnya di sektor pendidikan telah diidentifikasi oleh Djami (1992) yanga membagi empat unsur budaya, yaitu: (1) upacara tradisional sebanyak 30 jenis, (2) kesenian sebanyak 68 jenis, (3) indsutri tradisional sebanyak 23 jenis, dan (4) peninggalan sejarah-budaya sebanyak 58 jenis. Keempat unsur budaya terdiri atas 180 jenis itu, tersebar di empat kabupaten (Buton 60 jenis, Muna 45 jenis, Kendari 36 jenis, dan Kolaka 39 jenis). Dari segi kreativitas di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS), budaya masyarakat Sulawesi Tenggara sampai dengan saat ini telah menunjukkan kenyataan yang berbeda. Di bidang seni bangunan (benteng) dan perhiasan cendera mata dalam wujud kerajinan perak (Kendari Werek) menggambarkan bahwa dewasa ini karya seni masyarakat Sulawesi Tenggara telah dikenal secara nasional bahkan internasional. Namun di bidang IPTEK, kreativitas itu masih tertinggal dari daerah dan bangsa lain yang lebih maju. Kreativitas orang Jepang, Korea Selatan, Amerika dan Eropa Barat di bidang IPTEK berada jauh di depan kreativitas orang Sulawesi Tenggara dan Indonesia pada umumnya.
Kecenderungan pakar kebudayaan melihat peran pendidikan dalam pengembangan kebudayaan. Orientasi pendidikan nasional yang tentu saja berpengaruh langsung terhadap pendidikan Sultra terlalu menekankan pada domain kognitif, dibandingkan dengan domain afektif dan psikomotorik. Hal ini berarti sangat kurangnya sumbangan pendidikan terhadap peningkatan wawasan dan aprsiasi  kebudayaan dan kesenian. Masalah sentral yang muncul sejak waktu itu ialah bagaimana sistem pendidikan kita menghasilkan warga masyarakat yang bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya daerah, dalam kehidupan politik,  ekonomi, hukum dan sosial. Dalam konteks ini dunia pendidikan di Sultra saat ini perlu dipacu untuk secara berencana dan terarah melahirkan manusia-manusia berbudaya yang sadar, terdidik, dan berkualitas.

Dalam usaha mewujudkan masyarakat industrial yang berbasis sosial budaya Sultra, maka tidak berlebihan mengutip pendapat Tilaar (1999) yang menawarkan beberapa strategi dengan asas-asas: (1) kesatuan, (2) ketahanan dan kelangsungan hidup, (3) kemerdekaan berpendapat, (4) kesejahteraan, (5) pengembangan akal budi, (6) kreativitas, (7) keterbukaan, (8) ketuhanan, (9) kemanusiaan, (10) kemandirian, (11) kejujuran, (12) kesederhanaan, (13) kekeluaragaan, (14) kebhinnekaan, (15) kerakyatan, (16) keadilan sosial, (17) ketertiban, (18) keseimbangan, dan (19) kepemimpinan. Asas-asas tersebut pada kenyataannya dapat dijumpai dalam unsur-unsur budaya yang ada pada beberapa suku bangsa yang ada di Sultra ini, sehingga kalau kita akan memanfaatkan sari pati budaya yang ada untuk dikembangkan dalam Sultra raya menuju masyarakat industrial sangat memudahkan masyarakat melakukan adaptif.

Keragaman budaya Sultra tersebut perlu direkonstuksi dalam pembelajaran sebagai suatu bentuk implementasi nilai kepahlawanan dan keperintisan dalam rangka pengembangan nilai kesetiakawanan sosial generasi muda. Meskipun posisi kebudayaan masih dalam taraf perkembangan, tetapi secara empiris memiliki dasar yang kuat untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran yang memiliki dampak pengiring terhadap perngembangan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawnan sosial.
Kekayaan budaya masyarakat Sultra, bukan merupakan penghambat kemajuan teknologi, tetapi lebih diarahkan sebagai potensi untuk menjadi bahan racitan dalam mengembangkan dan melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial. Dengan demikian kemajuan pembelajaran yang berbasis budaya lokal diharapkan bukan hanya merupakan inovasi, tetapi juga dapat mengadopsi unsur budaya/teknologi dari laur sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat setempat, sehingga makin merekatkan persatuan dan kesatuan antar komunitas dan antar generasi.
Upaya guru seperti dilakukan oleh Rachmad (2016) untuk mengembangkan pokadulu sebagai model pembelajaran merupakan sikap keperintisan, demikian pula tantangan yang dihadapi sang guru dalam pengembangan pokadulu sebagai model pembelajaran merupakan suatu bentuk kepahlawanan, sementara budaya pokadulu sebagai salah satu unsur budaya lokal memiliki nilai-nilai kesetiakawanan sosial yang patut dikembangkan.

H.  Implementasi Budaya Pokadulu dalam Pembelajaran
Masyarakat Muna mengenal istilah budaya saling membantu dengan nama pokadulu. Kegiatan ini digunakan sebagai sarana untuk bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat (Rahcmand, 2016). Dalam kamus Muna-Indonesia pokadulu  berasal dari kata kadulu yang berarti membantu dalam pekerjaan, sedangkan pokadulu  sendiri berarti kerja sama dengan cara saling membalas bantuan ataupun jasa yang telah diterima (Berg, 2000). Dalam kegiatan kemasyarakatan khususnya dalam bidang pertanian, La-Niampe, (2013) menyatakan bahwa konsep pokadulu  ini dimaksudkan, agar dalam setiap pekerjaan yang dilakukan tidak dirasa berat.
Pokadulu dilaksanakan dalam kegiatan saling membantu. Misalnya kegiatan tolong-menolong antara sekelompok orang untuk mengerjakan pekerjaan seseorang, contoh dalam kegiatan pertanian seperti yang dijelaskan oleh La-Niampe (2013), kegiatan perladangan berpindah seperti dewei (membabat rumput),  dekatondo (memagar),  detisa (menanam),  detunggu (menjaga kebun), sampai dengan detongka (memanen).  Dalam kegiatan sosial lainnya misalnya kegiatan membangun rumah, dan kegiatan membangun bantea (tenda) untuk pesta perkawinan, pembuatan jalan desa, tanggul desa, dan jembatan, serta secara spontan yang dianggap kewajiban sebagai anggota masyarakat, misalnya pertolongan yang diberikan pada keluarga yang mengalami kedukaan dan musibah lainnya
Pokadulu  selain dilakukan dengan sukarela, kegiatan ini juga dilakukan dalam pekerjaan yang mendapatkan upah (deala gadhi). Misalnya sekelompok warga yang bekerja membabat rumput/membersihkan pada suatu ladang. Masing-masing anggota kelompok telah mendapat bagian atau area yang akan dibersihkan, namun untuk memudahkan dan mempercepat pekerjaan mereka, maka secara pokadulu mereka akan menyelesaikan satu persatu area kerja setiap anggota kelompok tersebut. Dan semua anggota kelompok berkewajiban membalas bantuan yang telah diterima.
Kegiatan pokadulu masih tetap dipertahankan oleh ethnik Muna di manapun mereka berada. Baik itu di wilayah pedesaan maupun di wilayah perkotaan. Salah satu kegiatan yang tetap dipertahankan pada masyarakat tersebut adalah membentuk paguyuban masyarakat yang di dalamnya melibatkan praktek pokadulu, yakni mengadakan benda/barang dalam jumlah besar yang sumber dananya diambil dari anggota paguyuban tersebut secara sukarela dan digunakan secara bergiliran bagi anggota paguyuban itu sendiri yang akan menyelenggarakan hajatan tanpa menarik iuran karena hal tersebut adalah milik bersama dan digunakan untuk kepentingan bersama yang tujuannya adalah untuk meringankan beban dari anggota paguyuban yang ingin menyelengarakan hajatan.
Masyarakat Muna menjadikan pokadulu  tidak hanya sebagai istilah dalam kegiatan bergotong royong, tetapi menjadikan pokadulu  sebagai istilah dengan makna yang lebih luas. Semangat pokadulu bahkan dijadikan sebagai motivasi dalam berkarya dan berinovasi. Dalam bidang politik misalnya, kata pokadulu  dijadikan jargon atau slogan untuk melakukan kampanye politik. Pokadulu sarat dengan nilai-nilai pengembangan karakter bangsa yakni: religius, jujur, toleransi, kreatif, demokratis, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, peduli lingkungan, peduli sosial,  dan tanggung jawab.
Kegiatan pokadulu dalam proses pembelajaran di sekolah sering dilaksanakan oleh guru dan murid, terutama dalam beberapa pembelajaran yang membutuhkan aktivitas bersama-sama. Salah satu pembelajaran yang konsep pokadulu  dekat dengan proses pembelajaran yang ada di dalamnya adalah  Seni Budaya dan Keterampilan. Dengan menerapkan konsep pokadulu  diharapkan aktivitas dan hasil belajar murid akan lebih meningkat, karena dalam kegiatan pokadulu murid sekaligus dapat mengembangkan aspek kognitif yakni pengetahuan atau ingatan pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi, aspek afektif yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian organisasi dan internalisasi; serta aspek psikomotorik yakni gerakan reflek, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Hal lain yang juga penting adalah dengan pembelajaran pokadulu , murid akan lebih mengenal dan mencintai budaya daerahnya sendiri. Karena saat ini nilai-nilai kearifan lokal sudah mulai bergeser dan implementasinya berganti dengan budaya asing yang belum tentu cocok dengan budaya bangsa Indonesia.
2.9
Pembelajaran  Pokadulu
Pembelajaran pokadulu adalah suatu teknik belajar yang mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal sebagai dasar dalam menentukan langkah-langkah pembelajaran. Terinspirasi dari kegiatan masyarakat ethnic Muna Sulawesi Tenggara yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan, kepedulian sosial yang tinggi serta keikhlasan, dan terus menerus dilakukan hingga saat ini sekalipun arus budaya asing telah masuk ke dalam kehidupan sosial mereka.            
2.9.1
Komponen Pembelajaran Pokadulu
Komponen pelaksanaan pembelajaran pokadulu adalah sebagai berikut:
2.9.1.1
Poangkatao;
Maksud dari poangkatao adalah membiasakan murid untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, saling menghormati, toleransi, saling menyayangi. Sifat ketergantungan yang positif dikembangkan dalam poangkatao.
2.9.1.2
Tubho
Tubho adalah acuan/patrol yang dapat dilakukan setelah melewati proses belajar. Tubho dapat ditiru oleh murid dalam hal ini guru bukan satu-satunya sumber dalam belajar. Tubho dapat dirancang dengan melibatkan murid. Tubho yang dapat diamati atau ditiru murid digolongkan menjadi; (1) kehidupan yang nyata (real life), misalnya orang tua, guru, atau orang lain; (2) simbolik (symbolic), tubho yang dipresentasikan secara lisan, tertulis atau dalam bentuk gambar; (3) representasi (representation), tubho yang dipresentasikan dengan menggunakan alat-alat audiovisual, misalnya televisi dan radio.

2.9.2.3
Fekiri lalo
Fekiri lalo memungkinkan cara berpikir tentang apa yang telah murid pelajari dan untuk membantu murid menggambarkan makna personal murid sendiri. Di dalam fekiri lalo murid menelaah suatu kejadian, kegiatan, dan pengalaman serta berpikir tentang apa yang murid pelajari, bagaimana merasakan, dan bagaimana murid menggunakan pengetahuan baru tersebut. Fekiri lalo bisa terjadi melalui diskusi, atau merupakan kegiatan kreatif seperti menulis puisi atau membuat karya seni. Realisasi Fekiri lalo dapat diterapkan, misalnya pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu sejenak agar murid melakukan refleksi. Hal ini dapat berupa: (1) pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh murid hari ini; (2) catatan atau jurnal pada buku murid; (3) kesan dan saran murid mengenai pembelajaran hari ini; (4) diskusi; (5) hasil karya.
2.9.2.4
Kafolaenga
Tahapan terakhir dalam proses pembelajaran pokadulu adalah kafolaenga atau penilaian. Kafolaenga dalam pembelajaran memiliki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan pokadulu. Kafolaenga dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar murid. Beberapa teknik kafolaenga yang dapat dilakukan antara lain:

2.9.2.4.1
De fotinda
Maksud dari de fotinda adalah untuk melakukan pengamatan langsung mengenai tingkah laku murid dalam kegiatan pembelajaran. De Fotinda sangat penting dalam melengkapi data kafolaenga. De fotinda melalui perencanaan yang matang dapat membantu meningkatkan keterampilan mengobservasi. Dari kegiatan de fotinda semacam ini dapat diperoleh gambaran mengenai sikap dan disposisi terhadap materi pembejaran yang sedang dipelajari. Dalam kegiatan de fotinda, terdapat assesmen diri, hal ini dimulai dengan memeriksa apakah pekerjaan benar atau salah, menganalisis strategi yang dilakukan murid lain, dan melihat cara mana yang paling sesuai dengan pemikirannya.
2.9.2.4.2
Pinde
Melalui pinde atau tes dapat diperoleh informasi dan petunjuk mengenai pembelajaran yang telah dan yang harus dilakukan selanjutnya daripada sekedar menentukan skor.

2.9.2
Prinsip-Prinsip Pembelajaran Pokadulu                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
Pembelajaran ini mengadopsi prinsip-prinsip pokadulu dalam kegiatan masyarakat yakni:
2.9.2.1
Fetapa (Konfirmasi)
Dalam sebuah kegiatan yang akan dilaksankan dalam masyarakat diawali dengan diskusi terlebih dahulu. Diskusi diawali dengan salah seorang atau lebih anggota masyarakat mengunjungi anggota masyarakat lainnya untuk menyampaikan pendapat atau keinginan mengenai tugas yang akan diselesaikan. Keinginan tersebut adalah menyelesaikan terlebih dahulu tugas salah seorang anggota masyarakat atau sesuai kesepakatan bersama, kemudian menyelesaikan tugas anggota masyarakat lainnya secara bersama-sama.
Dalam pembelajaran pokadulu diartikan sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan setiap anggota kelompok itu sendiri. Guru akan menetukan beberapa murid untuk ditempatkan pada kelompok kecil. Kemudian guru akan kembali membentuk sub kelompok kecil dalam sebuah kelompok belajar tersebut. Hal ini berlaku pada semua pembelajaran dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi pembelajaran berlangsung. Keanggotaan kelompok terdiri dari murid yang berbeda (heterogen) baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin dan etnis, latar belakang sosial dan ekonomi.
2.9.2.2
Mafaka (kesepakatan)
Pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah adanya kesepakatan dari seluruh anggota masyarakat yang akan melakukan sebuah kegiatan.  Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut disepakati bahwa tugas atau pekerjaan seluruh anggota masyarakat harus terlaksana, dilaksanakan sepenuhnya dengan adil dan tepat waktu. Agar kegiatan tersebut menjadi lebih terarah, maka disepakati pula salah seorang anggota masyarakat tersebut yang dituakan atau dianggap memiliki kemampuan lebih dari anggota lainnya untuk memimpin dan mengontrol seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut.
Dalam pengorganisasian pembelajaran pokadulu seorang murid dipilih menjadi leader dan sisanya menjadi anggota. Murid yang menjadi leader memastikan anggota tim bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan oleh guru, tetapi juga untuk membantu teman dalam satu kelompoknya, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Leader dipilih dari murid dengan kemampuan tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu yang lainnya dengan kemampuan akademis kurang.
Pembelajaran pokadulu bertujuan untuk membantu murid dalam belajar, menghindari sikap persaingan dan rasa individualitas murid, khususnya bagi murid yang memiliki hasil belajar rendah dan tinggi. Pembelajaran pokadulu secara nyata dapat meningkatkan pengembangan sikap sosial dan belajar murid dari teman sekelompoknya dalam berbagai sikap positif. Dengan demikian pembelajaran pokadulu dapat meningkatkan sikap sosial positif, keterampilan dan kemampuan kognitif yang sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional.

2.9.2.2.3
Pokaowa
Setelah mencapi mafaka atau mufakat, maka dilaksanakanlah kegiatan yang telah disepakati tersebut. Pokaowa sendiri adalah selalu bersama-sama. Tugas/ kegiatan seluruh anggota kelompok harus diselesaikan secara bersama-sama secara adil, dan ketua kelompok memastikan  tugas dari seluruh anggota kelompok terselesaikan secara merata. Setelah seluruh tugas/ kegiatan terselesaikan sebelum meninggalkan lokasi kegiatan maka masing-masing anggota masyarakat tersebut akan meninjau kembali, memastikan bahwa seluruh tugas/ kegiatan tak ada yang terlewati atau dilupakan. Biasanya dilakukan secara menyilang. Dalam hal ini masing-masing anggota kelompok memeriksa tugas/ kegiatan anggota kelompok lainnya kemudian hasilnya akan disampaikan dihadapan seluruh anggota kelompok untuk ditanggapi oleh seluruh anggota kelompok tersebut.
Pelaksanaan pembelajaran pokadulu melaksanakan prinsip pokadulu itu sendiri, yaitu setiap anggota kelompok berkewajiban membalas bantuan atau  jasa dan kerjasama yang telah diterima. Selanjutnya dalam kegiatan pembelajaran, leader akan membagi tugas kepada masing anggota kelompok untuk menyelesaikan soal/ tugas yang diterima. Kemudian soal/ tugas tersebut diperiksa dan diberikan masukan kembali oleh anggota kelompok lainnya yang mendapat bagian yang sama sebelum tugas tersebut dipersentasekan atau dikumpul pada guru.
Konsep dari pembelajaran pokadulu  adalah tutor sebaya, dimana murid bekerja dalam kelompok kecil dan mendapat penghargaan atas hasil kerja/karya mereka di dalam kelompok. Metode tutor sebaya adalah suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan cara memberdayakan murid yang memiliki daya serap yang tinggi dari kelompok murid itu sendiri untuk menjadi tutor bagi teman-temannya, dimana murid yang menjadi tutor bertugas untuk memberikan materi belajar dan latihan kepada teman-temannya yang belum paham terhadap materi/ latihan yang diberikan guru dengan dilandasi aturan yang telah disepakati bersama dalam kelompok tersebut, sehingga akan terbangun suasana belajar kelompok yang bersifat kooperatif bukan kompetitif (Arjanggi, 2010). Dalam hal ini diharapkan seluruh murid akan aktif dan gembira selama proses pembelajaran berlangsung.
Dengan mencermati pola hidup masyarakat setempat dalam berinteraksi sosial maka prinsip dasar dalam pembelajaran pokadulu  dirumuskan sebagai berikut: (1) dalam kegiatan pokadulu  murid haruslah beranggapan bahwa mereka adalah sebuah tim layaknya dalam kegiatan permainan; (2) murid memiliki tanggung jawab bersama atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri; (3) murid berkewajiban untuk membalas bantuan yang telah diterima sebagai konsekuensi dalam pokadulu; (4) murid haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (5) murid yang mendapat tugas sebagai leader haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya dan memastikan seluruh kebutuhan anggota kelompok telah terpenuhi; (6) murid akan dikenakan evaluasi dan akan diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (7) murid akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok pokadulu; (9) selama proses pembelajaran berlangsung haruslah “Poguru noremeane lalo” (belajar dengan hati yang tentram). Istilah tersebut relevan dengan PAIKEM (pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan).    
2.9.3
Tujuan Pembelajaran Pokadulu                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                            
Pembelajaran pokadulu  memiliki tiga tujuan, yaitu:
2.9.3.1
Hasil Belajar Akademik
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas yang diberikan kepada kelompoknya.
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk saling berinteraksi melalui diskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan pada murid untuk membentuk sinergi yang menguntungkan bagi semua anggota. Hasil pemikiran beberapa anggota akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu anggota saja. Lebih jauh lagi, hasil kerja sama ini jauh lebih besar daripada jumlah hasil masing-masing anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Setiap anggota kelompok mempunyai latar belakang pengalaman, keluarga, dan sosial ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini akan menjadi modal utama dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok. Sinergi tidak bisa didapatkan begitu saja dalam sekejap, tapi merupakan proses kelompok yang cukup panjang. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu Sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.
Hal lainnya yang juga dibutuhkan adalah kejujuran dari masing-masing anggota kelompok dalam bekerjasama, aktif dalam bekerja agar tugas yang diberikan dapat diselesaikan dengan tepat waktu, setiap anggota kelompok harus dapat berinteraksi satu sama lain dalam mengkomunikasikan hasil kegiatan. Sebelum menugaskan murid dalam kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap murid mempunyai keahlian mendengarkan, berbicara dan mengkomunikasikan informasi yang telah diterimanya. Keberhasilan suatu kelompok juga terletak pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ada kalanya murid perlu diberitahu secara eksplisit mengenai cara-cara berkomunikasi secara efektif seperti bagaimana caranya menyanggah pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang tersebut. Beberapa ungkapan positif atau sanggahan dalam ungkapan yang lebih halus misalnya “Pendapat anda agak berbeda dan unik”. Tolong jelaskan lagi alas an anda tersebut," akan lebih bijaksana daripada mengatakan, “Pendapat anda aneh dan tidak masuk akal." Contoh lain tanggapan "Luar biasa...menarik sekali anda bisa menyampaikan jawaban itu. Tapi jawabanku sedikit berbeda dari jawaban anda...” akan lebih menghargai orang lain daripada memberi komentar seperti, "Jawaban anda itu kurang tepat, harusnya begini." Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok ini juga merupakan proses panjang. Guru tidak bisa diharapkan langsung menjadi komunikator yang handal dalam waktu sekejap. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para murid. Untuk meningkatkan kegiatan belajar murid dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik dan meningkatkan penilaian murid dalam belajar akademik.
Penilaian dalam pembelajaran pokadulu adalah pengembangan ranah kognitif afektif dan psikomotor
2.9.3.1.1
Ranah Kognitif
    Untuk mengukur keberhasilan suatu proses pembelajaran maka dibutuhkan sebuah evaluasi yang akan menentukan apakah proses pembelajaran yang telah berlangsung telah meningkatkan hasil belajar seperti yang diinginkan ataukah belum tercapai. Tujuan penilaian  kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut murid untuk menggabungkan dan menghubungkan beberapa ide, gagasan, metode ataupun prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam pembelajaran pokadulu, penilaian kognitif terdiri dari dua kategori yakni penilan tertulis dan penilaian unjuk kerja. Dalam hal ini hasil karya murid haruslah memenuhi standar penilaian yang telah ditentukan sebelum proses pembelajaran dimulai.
Sebelum pembelajaran berlangsung guru harus menentukan terlebih dahulu tugas ataupun evaluasi yang akan dilaksanakan, guru dan murid haruslah membuat kesepakatan bersama agar dalam pelaksanaan evaluasi baik itu tertulis maupun praktek dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan.
2.9.3.1.2
Ranah Afektif
Dalam pembelajaran pokadulu terangkum menjadi: (1) tanya jawab), (2) kejujuran, (3) kerjasama
2.9.3.1.3
Ranah Psikomotor
Cara menilai hasil belajar psikomotor bahwa penilaian hasil belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja, (2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urutan-urutan pekerjaan, (3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau symbol (5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dana atau ukuran yang telah ditentukan. Pembelajaran pokadulu dalam penilaian aspek psikomotor akan menekankan pada aspek-aspek yang mencakup: (1) ketelitian, (2) keterampilan dalam berkarya, (3) keefektivan  dan (4) kreativitas.  
2.9.3.2
Menerima dan menghargai perbedaan individu
Murid diberikan kesempatan untuk bekerja sama tanpa membedakan kemampuan dan keahlian sehingga tercipta ketergantungan yang positif satu sama lain dan belajar untuk menghargai pendapat orang lain.
2.9.3.3
Pengembangan keterampilan sosial,
Untuk mengajarkan kepada murid keterampilan bekerja sama dan kolaborasi berguna dalam menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kritis dan membantu teman dalam kegiatan belajar.

2.9.4
Langkah-Langkah Pembelajaran Pokadulu
Sebelum melaksanakan pembelajaran pokadulu maka yang harus dilakukan oleh guru adalah merencanakan telebih dahulu pembelajaran pokadulu yakni:
2.9.4.1
Menentukan tugas/ kegiatan
Guru harus memastikan apakah aplikasi, praktek, atau bagian pembelajaran merupakan hal yang tepat untuk aktivitas kelompok. Aspek-aspek sosial dari muatan pembelajaran harus ditunjukkan. Misalnya memberikan kesempatan kepada murid yang kurang pandai dalam ilmu pengetahuan tetapi unggul dalam bernyanyi. Murid tersebut haruslah menjadi leader dalam kelompok bernyanyi. Karena tugas pada saat tersebut adalah belajar bernyayi
2.9.4.2
Menentukan ikatan social positif
Guru harus menyatakan secara jelas bahwa anggota-anggota kelompok gagal dan unggul bersama-sama. Hasil karya kelompok adalah sebuah refleksi dari semua kontribusi anggota tim. Dan anggota kelompok yang unggul wajib memiliki tanggung jawab untuk membantu anggota kelompok lainnya.
2.9.4.3
Fasilitator dalam Pokadulu
Guru harus mendukung kelompok untuk menemukan hal-hal yang unik dari masing-masing kelompok. Untuk kelompok yang berhasil, maka semua anggota kelompok harus menunjukkan keunikan dari masing-masing anggotanya, bila dimunkinkan membagi pengalaman pada kelompok lainnya
2.9.4.4
Memberikan interaksi secara langsung
Waktu yang memadai harus diberikan dalam  interaksi dengan murid. Guru menunjukkan aturan kelompok yang dapat diterima oleh kelompoknya. Selanjutnya guru menyatakan: harapan tentang apa yang di masukkan dalam pembelajaran, seperti pembagian pengetahuan, pengalaman, dan hadiah.

2.9.4.5
Mengembangkan tugas individu maupun kelompok
Guru mengembangkan cara untuk mengevaluasi kinerja individual dan pekerjaan Kelompok. Menyampaikan bagaimana pekerjaan kelompok akan dinilai. Evaluasi kelompok bisa merupakan skor-skor individual.
2.9.4.6
Menilai pekerjaan tugas dan kerjasama
Waktu harus diberikan untuk membahas proses kegiatan, mungkin pada akhir pertemuan kelompok. Anggota kelompok menjelaskan tujuan pertemuan. Tempat pertemuan, Apa yang harus dikerjakan secara berbeda oleh masing-masing anggota kelompok, membuat rencana untuk memasukkan umpan balik pada pertemuan berikutnya
2.9.4.7
Evaluasi
Guru menyiapkan alat evaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
2.9.4.8
Pemberian Penghargaan
Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok berupa hadiah yang telah disepakati sebelumnya. Sebelum memulai pembelajaran pokadulu terlebih dahulu guru telah menentukan anggota masing-masing kelompok berdasarkan kriteria hasil belajar murid. Namun agar suasana pembagian kelompok berlangsung dengan menyenangkan maka tehnik yang digunakan seolah-olah guru tidak mengetahui  bahwasannya guru telah merancang terlebih dahulu proses penentuan anggota kelompok.

Tabel. 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Pokadulu
No.
Tahapan
Pelaksanaan
1.
Murid mencari pasangan sambil belaiar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.
a)   Guru menyiapkan beberapa kertas kupon yang berisi beberapa kata atau angka yang sesuai dengan konsep atau topik yang disiapkan.
b)   Setiap murid mendapatkan satu buah kupon.
c)   Setiap murid mencari pasangan yang mempunyai kupon yang cocok dengan kuponnya sendiri. Misalnya, pemegang kartu yang bertuliskan gong berpasangan dengan pemegang kartu gendang Atau pemegang kartu yang berisi nama Wa Ndiu-Ndiu berpasangan dengan pemegang kartu duyung
d)  Setiap kelompok terdiri dari empat orang murid
2.
Memberikan kesempatan kepada murid untuk saling berbagi pendapat  dan mentukan strategi yang akan diguanakan dalam penyelesaian tugas
a)    Guru memberikan tugas pada masing-masing murid.
b)   Murid kembali dibagi dalam 2 kelompok kecil dalam setiap kelompok (kelompok A dan kelompok B )
c)    Masing-masing kelompok kecil terdiri dari 2 orang murid
3.
Murid menyelesaikan tugas dalam kelompok kecil. 
a)    Leader berdiskusi dengan anggota kelompok untuk menentukan bahwa terlebih dahulu menyelesaikan tugas kelompok A kemudian tugas kelompok B
b)   Setelah disepakati maka seluruh murid mengerjakan tugas kelompok A secara berurutan dan dilanjutkan menyelesaikan tugas kelompok B secara berurutan pula.
c)    Leader harus memastikan seluruh tugas masing-masing anggota kelompok telah terselesaikan.
d)   Tugas dari masing-masing anggota kelompok ditukar kembali pada anggota kelompok lainnya untuk dikoreksi dan dibenahi secara bersama-sama
e)    Masing-masing anggota kelompok memulai memberikan pendapatnya mengenai tugas temannya sebelum dipersentasekan di depan kelas.
4
Apresiasi karya
a)    Guru memanggil salah satu nomor. Murid dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. Kelompok awal yang dipanggil adalah kelompok yang medapatkan predikat terbaik.
b)   Secara bergiliran guru memanggil satu persatu salah satu kata yang terdapat di dalam kupon. Kelompok murid dengan sebutan yang dipanggil menampilkan hasil kerja sama mereka di depan kelas.
c)    Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan predikat terbaik


2.9.4
Pengelolaan Kelas Pembelajaran Pokadulu
Pengelolaan kelas pembelajaran pokadulu bertujuan untuk membina murid dalam mengembangkan niat bekerja sama dan berinteraksi dengan murid lainnya. Tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas pembelajaran pokadulu, adalah (1) pengelompokan, (2) semangat pokadulu, dan (3) penataan ruang kelas.
2.9.4.1
Pengelompokan
Demi kemudahan, guru membagi murid dalam kelompok-kelompok homogen berdasarkan prestasi belajar mereka (ability grouping). Beberapa murid dipilih dengan kemampuan yang setara dan dibagi dalam kelompok yang sama.
Teknik pengelompokan memiliki manfaat yaitu: praktis dan mudah dilakukan karena berdasarkan prestasi hasil belajar murid sehingga memudahkan proses pembelajaran. Dalam hal ini guru akan menghadapi tantangan yang lebih besar dalam rnengajar murid yang berlainan kemampuan belajarnya dalam satu kelompok. Jika mengajar terlaiu cepat, Murid yang lamban akan tertinggal. Sebaliknya, jika terialu lambat murid cerdas akan bosan dan akhirnya mengabaikan atau mengacau kelas. Maka dari itu, metode tutor sebaya dianggap mampu menyelesaikan masalah pembelajaran.
2.9.4.2
Semangat Pokadulu 
2.9.4.2.1
Kesamaan Kelompok



Kelompok akan merasa bersatu apabila di antara anggota kelompok menyadari kesamaan, bukan berarti harus menyeragamkan semua keinginan, minat serta kemampuannya akan tetapi persamaan merupakan suatu keunikan dalam kelompok tersebut. Beberapa kegiatan dapat dilakukan agar setiap anggota kelompok mendapat kesempatan mengenal satu dengan yang lain lebih akrab dan dapat diterima sebagai anggota kelompok tersebut.
2.9.4.2.2
Identitas Kelompok
Atas dasar kesamaan tersebut diatas, selanjutnya dalam menentukan nama kelompok harus berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota kelompok. keputusan tidak boleh dibuat apabila salah satu anggota kelompok ada yang tidak Setuju. Sebagai tambahan menghibur masing-masing kelompok membuat atribut yang menyatukan kelompoknya tanpa mengorbankan keunikan masing-masing. Atribut yang dibuat tidak harus sama akan tetapi mempunyai ciri-ciri yang sama pada atribut tersebut. Misalnya dengan membuat topi dari karton atau yang lainnya.
2.9.4.3
Penataan Ruang Kelas
Penataan ruang belajar yang dipilih dalam pembelajaran pokadulu adalah berkelompok dengan semua kursi murid saling berhadapan sehingga masing-masing murid dapat saling bertatap muka dan guru berperan sebagai fasilitator. Ruang kelas ditata sedemikian rupa untuk menunjang pembelajaran pokadulu . Pertimbangan guru dalam penataan ruang disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: (1) ukuran ruang kelas; (2) jumlah murid; (3) tingkat kedewasaan murid; (4) toleransi masing-masing murid terhadap kegaduhan dan lalu lalangnya murid lain; (5) pengalaman guru dalam melaksanakan metode pembelajaran sejenis; (6) pengalaman murid dalam melaksanakan metode pembelajaran sejenis.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tempat duduk ditata sedemikian rupa sehingga semua murid dapat melihat ke papan tulis, melihar guru, melihat antar anggota kelompok dan kelompok lainnya. Setiap kelompok dapat berdekatan dengan tidak mengganggu antar kelompok tersebut dan guru dapat menyediakan ruang kosong untuk kegiatan lain. Penentuan kriteria kemampuan murid ditentukan berdasarkan hasil evaluasi belajar akhir semester, ataupun pertimbangan guru berdasarkan pengamatan guru selama proses bembelajaran sehari-hari.



























































































Gambar 2.1. Penataan Ruang Kelas Pembelajaran pokadulu

Keterangan:
:
Murid dengan kemampuan tinggi
:
Murid dengan kemampuan kurang
:
Murid dengan kemampuan cukup
:
Murid dengan kemampuan menengah
  
2.9.6
Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran Pokadulu                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           

Penilaian dan evaluasi pembelajaran pokadulu diberikan secara obyektif kepada murid berdasarkan tingkat partisipasi dan keaktifan masing-masing murid. Penilaian dilakukan terpisah antara penilaian kelompok dan penilaian individu. Sedangkan tes evaluasi diberikan dengan mengacu pada penilaian hasil belajar Bloom yakni aspek kognitif berisi perilaku yang menekankan aspek intelektual, pengetahuan dan keterampilan berpikir, aspek  afektif mencakup perilaku terkait dengan emosi yakni perasaan, nilai, minat, motivasi dan sikap serta aspek psikomotorik berisi perilaku manipulatif dan keterampilan motorik.


F. Penutup
Rekonstruksi budaya Sultra dalam pembelajaran sebagai suatu bentuk implementasi nilai kepahlawanan dan keperintisan dalam rangka pengembangan nilai kesetiakawanan sosial generasi muda. Meskpun posisi kebudayaan masih dalam taraf perkembangan tetapi secara empiris memiliki dasar yang kuat untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran yang memiliki dampak pengiring terhadap perngembangan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawnan sosial. Budaya masyarakat Sultra yang majemuk/fluralistik memiliki banyak unsur-unsur inovatif yang dapat berfungsi sebagai pilar utama dalam mengantarkan masyarakat Sultra yang maju dan mandiri dalam wujud masyarakat industrial dan melek budaya yang menjungjung tinggi semangat nasionalisme dan patriotisme.
Keragaman budaya masyarakat Sultra, bukan merupakan penghambat kemajuan teknologi, tetapi lebih diarahkan sebagai potensi untuk menjadi bahan racitan dalam mengembangkan dan melestarikan nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial. Dengan demikian kemajuan pembelajaran yang berbasis budaya lokal diharapkan bukan hanya merupakan invensi yang bersifat internal, tetapi juga dapat mengadopsi unsur-unsur budaya/teknologi dari laur sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya masyarakat setempat, sehingga makin merekatkan persatuan dan kesatuan antar komunitas dan antar generasi.
Upaya guru untuk mengembangkan pokadulu sebagai model pembelajaran merupakan sikap keperintisan, demikian pula tantangan yang dihadapi sang guru dalam upaya pengembangan pokadulu sebagai model pembelajaran merupakan suatu bentuk kepahlawanan, sementara budaya pokadulu sebagai salah satu unsur budaya lokal memiliki nilai-nilai kesetiakawanan sosial yang patut dikembangkan.

 

DAFTAR PUSTAKA


Arjanggi, Ruseno dan Suprihatin Titin. 2010. Metode Pembelajaran Tutor Teman Sebaya Meningkatkan Hasil Belajar Berdasar Regulasi Diri.Semarang. Makara, Sosial Humaniora.
Berg, Den Van Rene dan Sidu La Ode.  2000 Kamus Muna-Indonesia. Makssar; Intisari.

Capra, F. 1998. Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Djami, M.A. dkk. 1992. Latar Belakang Budaya dan Prospek Pengembangan Pariwisata Daerah Sulawesi Tenggara. Kendari: Laporan Penelitian dibiayai DIKTI-Depdikbud.
Dryden, G dan Vos, J. 2000. Revolusi Cara Belajar: The Learning Revolution. Bandung: Kaifa.
La Niampe. (2013). Upacara Kaago-Ago dalam Tradisi Perladangan  pada Masyarakat Muna; Kajian Bentuk, Fungsi dan Makna            http://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/download/16783/11056 (Diunduh Tanggal 15 Januari 2016).
Lie, Anita. 2002,  Cooperative Learning. Jakarta; PT. Gramedia Widiasarana.
Naisbitt, J. 1997. Megantrends Asia: Delapan Megantren Asia yang Mengubah Dunia. Jakarta: Gramedia.
Sudjana, D. 2000.  Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: Falah Production.
Tarimana, A. 1989. “Budaya Kepemimpinan Tolaki dan Sumbangannya terhadap Pembangunan Desa (Gersamata) di Sulawesi Tenggara”. Makalah disampaikan dalam Seminar tentang Kepemimpinan Menurut Budaya Sulawesi Tenggara dan Kaitannya dengan Pembangunan Daerah/Nasional. Kendari: FISIP-Unsultra, 23 November 1989.  
Tilaar, H.A.R. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani.  Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rahcmand, Wasree Galuatry. 2016. Pembelajaran Pokadulu  dalam Mata Pelajaran  Seni Budaya dan Keterampilan Kelas IV SD Negeri 08 Tongkuno  Kabupaten  Muna. Kendari:  Tesis Program Studi Pendidikan IPS Konsentrasi Administrasi Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo.
 
*) Makalah: Disajikan dalam Bimbingan Pelestarian Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, dan Kesetiakawanan Sosial (K3S) Dinas Sosial Propinsi Sulawesi Tenggara, tanggal 11 Agustus 2016




Tidak ada komentar:

Posting Komentar