ABSTRAK
Salah satu permasalahan utama yang dihadapi oleh
pengelola/Guru TK adalah: 1) kurangnya
alat permainan yang dimiliki oleh lembaga, 2) terbatasnya sumber dana bila
dibanding dengan kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan, 3) dana iuran dari
peserta didik sangat terbatas, karena 2 TK sasaran program ini umumnya peserta
didiknya berasal dari keluarga menengah ke bawah, 4) para guru kurang mampu
mengembangkan alat permainan berbasis sosial budaya yang ada di sekitar tempat
tinggal peserta didik, 5) Kedua TK yang menjadi sasaran program memiliki latar
sosial budaya dan alam berbeda, yaitu: (a) TK Aisyiah Bustanul Atfal 1 terletak
di wilayah pusat perkotaan, namun umumnya anak didiknya (berjumlah 49 orang)
dari keluarga menengah ke bawah (para buruh) dari berbagai etnis (Tolaki, Muna,
Bugis, Jawa, Buton, Moronene), (b) TK Diah Pertiwi terletak di pinggiran kota
pada wilayah pantai, sehingga umumnya anak didiknya (berjumlah 45 orang)
berasal dari anak keluarga nelayan tradisional Suku Bajo yang berpenghasilan
rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka poin yang paling mendesak untuk
dapat dipecahkan adalah pengadaan alat permainan karena ini merupakan bahan
belajar utama peserta didik, sehingga kekurangan alat permainan dapat
dipecahkan melalui pelatihan pengembangan alat permainan edukatif berbasis
potensi sosial budaya lokal, dan bimbingan teknis pemanfaatan kepada peserta
didik. Pemecahan
masalah yang digunakan dalam program ini adalah: (1) sosialisasi terhadap
kelompok sasaran tentang beberapa jenis APE yang telah dikembangkan sebelumnya
oleh tim ini melalui penelitian yang melibatlan 4 Kober, yaitu ada 10 jenis APE,
(2) memberikan pelatihan cara membuat APE ada 2 jenis APE yang dilatihkan
yaitu: (1) Cugol, dan (2) tinggo, (3) pengembangan secara mandiri oleh Guru
masing-masing minimal 3 APE. Hasil yang dicapai adalah kedua TK telah mengembangkan masing-masing 9 jenis APE yang telah diaplikasikan dalam pembelajaran, yaitu:
Cugol (Cukke Golo/Cukke Gol), tinggo ulo, tinggo kasu, bola keranjang, galaceng,
sanadale mendaa, gacci, patolele, dan mehule. Secara edukatif alat permainan yang dikembangkan mudah
diperoleh dan mengandung nilai-nilai karakter positif (kejujuran, kepatuhan terhadap aturan-aturan
social, tanggung jawab, kedisiplinan,
percaya diri, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kepedulian terhadap lingkungan, kepemimpinan, menghargai karya
dan prestasi orang lain, serta tolong-menolong), sekaligus meningkatkan
kreativitas guru. Pengembangan alat permainan edukatif ini disambut baik oleh
orang tua dan Guru
karena dapat
mengembalikan masa lalu mereka, dan ternyata sangat disenangi oleh anak didik,
bahkan mereka senang memainkannya dan melombakan diantara mereka, budaya yang
nyaris dilupakan kembali bangkit, dan kenyataannya dapat berkompetisi dengan
budaya lain dari luar berupa alat permainan impor. Alat permainan yang
dikembangkan cukup ekonomis, pengadaannya mudah dan murah dibanding dengan alat
permainan non-tradisional, dan dapat dikembangkan untuk dijual di pasaran
sehingga memberi nilai ekonomi bagi TK yang mengembangkannya. Terbukti bahwa
alat permainan yang dikembangkan 2 TK umumnya di buat sendiri oleh Guru dan
orang tua, sedangkan Guru TK semua wanita, meskipun demikian alat lain berupa
batu/biji diusahakan oleh Guru dan peserta didiknya.
Kata Kunci:
Pendampingan, permainan edukatif, berbasis sosial budaya, karakter.
A. PENDAHULUAN
Layanan pendidikan bagi anak usia dini merupakan bagian
dari pencapaian tujuan pendidikan nasional. Salah
satu program pendidikan anak dini usia yang telah ada di masyarakat adalah Taman Kanak-Kanak (TK).
Jenis pendidikan ini merupakan salah satu
bentuk layanan pendidikan bagi anak usia 5-6
tahun yang berfungsi untuk membantu meletakkan dasar-dasar ke arah perkembangan
sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan bagi anak dini usia dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta prkembangan
selanjutnya, termasuk siap memasuki pendidikan dasar.
Tujuan pendidikan TK mengembangkan berbagai potensi anak
sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dasar menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, termasuk siap memasuki pendidikan dasar. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran di TK pendekatan harus didasarkan pada kebutuhan anak, menggunakan
berbagai media dan sumber belajar baik yang belajar dari sumber belajar yang
sengaja disiapkan maupun yang berasal dari lingkungan alam sekitar (Direktorat
Padu, 2002: 5). Melalui strategi pembelajaran itu, maka perlu pengembangan
metodologi pembelajaran, pengembangan sarana dan bahan belajar, termasuk bacaan
anak, pengembangan permainan dan alat permainan, termasuk penggalian permainan
tradisional, serta pengembangan evaluasi tumbuh kembang anak dini usia (Anonim,
2014).
Saat ini layanan PAUD
di Sulawesi Tenggara masih terbatas baik TK mapun
Keompok Bermain (Anonim, 2009:
3). Kenyataannya di Kota Kendari, masih banyak anak usia 5-6
tahun belum memperoleh layanan pendidikan prasekolah. Meskipun sebagian telah
dijangkau, tetapi mereka belum memperoleh layanan pendidikan yang standar,
karena keterbatasan APE (Alat Permainan Edukatif) sebagai bahan belajar utama. Untuk
itu, potensi pelayanan dalam bentuk TK sangat besar, jika dikaitkan dengan
pembelajaran yang bersifat kontekstual, karena lingkungan sosial budaya di
Sulawesi Tenggara termasuk di Kota Kendari cukup
kaya dengan permainan tradisional (Bhurhanuddin, 2007: 14), permainan tersebut dapat dikembangkan menjadi bahan
belajar APE di TK, seperti Alat Permainan Edukatif Tradisional (APET) yang
telah dikembangkan BPKB Kendari (Umar, 2004: 27).
Hasil penelitian dalam bentuk
pengembangan alat permainan berbasis sosial
budaya yang dilakukan oleh Anwar (2009: 14) melibatkan 4 Kober dan berhasil
membuat 8 jenis APE. Sebanyak 45 jenis permainan dari 5 kelompok
yang ada di Kota Kendari, tidak
semua relevan untuk dikembangkan bagi anak TK. Dalam proses diskusi dengan guru TK disepakati perlunya memilih 2 jenis permaian dengan kriteria: 1) Tidak berbahaya bagi anak usia TK, 2) mengandung unsur edukatif yang mengarah pada pengembangan karakter positif (Cinta Tuhan, kejujuran, kemandirian, santun,
tolong-menolong, percaya diri, kepemimpinan, rendah hati, dan toleransi), 3)
Dasar permainan dari sosial budaya peserta didik/pendidik, 4) Bahan
bakunya tersedia di sekitar lingkungan alam peserta didik, dan dapat meningkatkan kecintaan
anak terhadap sosial budaya dan alam
sekitar, 5) mudah dibuat
dan murah harga bahan bakunya, dan 6) Mudah
dimainkan dan melibatkan lebih satu orang untuk permainan yang tersedia.
Salah satu
permasalahan utama yang dihadapi oleh pengelola/Guru TK adalah: 1) kurangnya alat permainan yang dimiliki
oleh lembaga, 2) terbatasnya sumber dana bila dibanding dengan kebutuhan sarana
dan prasarana pendidikan, 3) dana iuran dari peserta didik sangat terbatas,
karena 2 TK sasaran program ini umumnya peserta didiknya berasal dari keluarga
menengah ke bawah, 4) para guru kurang mampu mengembangkan alat permainan
berbasis sosial budaya yang ada di sekitar tempat tinggal peserta didik, 5)
Kedua TK yang menjadi sasaran program memiliki latar sosial budaya dan alam
berbeda, yaitu: (a) TK Aisyiah Bustanul Atfal 1 terletak di wilayah pusat
perkotaan, namun umumnya anak didiknya (berjumlah 32
orang dan dibimbing 6 orang guru) dari keluarga
menengah ke bawah (para buruh) dari berbagai etnis (Tolaki, Muna, Bugis, Jawa,
Buton, Moronene), (b) TK Diah Pertiwi terletak di pinggiran kota pada wilayah
pantai, sehingga umumnya anak didiknya (berjumlah 60
orang dan dibimbing 5 orang guru) berasal dari
anak keluarga nelayan tradisional Suku Bajo yang berpenghasilan rendah.
Berdasarkan
permasalahan tersebut, maka poin yang paling mendesak untuk dapat dipecahkan
adalah pengadaan alat permainan karena ini merupakan bahan belajar utama
peserta didik, sehingga kekurangan alat permainan dapat dipecahkan melalui
pelatihan pengembangan alat permainan edukatif berbasis potensi sosial budaya
lokal, dan bimbingan teknis pemanfaatan kepada peserta didik.
B.
TUJUAN DAN MANFAAT KEGIATAN
Tujuan yang diharpkan dari kegiatan ini adalah produk alat
permainan dan buku petunjuk permainan. Selanjutnya diperikan atas beberapa
tujuan khusus sebagai berikut: (1) Menghasilkan alat permainan edukatif yang mudah diperoleh dan dapat
mengembangkan karakter positif anak, sekaligus meningkatkan kreativitas Guru
dalam menyiapkan bahan belajar, (2) Mengembangkan budaya daerah menjadi lebih bermakna dan
dapat memupuk semangat kebangsaan dan cinta tanah air, sehingga kelak anak
dapat melakukan modifikasi dan akulturasi melalui persenyawahan dengan
unsur-unsur budaya luar atau proses invensi, dan (3) Memudahkan pengadaan alat permainan, dan dapat dikembangkan untuk dijual di
pasaran sehingga memberi nilai ekonomi bagi TK yang
mengembangkannya.
Hasil pelatihan dan bimbingan ini diharapkan memiliki
kontribusi, baik dari segi teoretis maupun dari segi praktis. manfaat teoretis,
yaitu hasil ini diharapkan memperkaya khasanah pengetahuan Guru TK tentang pengembangan alat
permainan edukatif berbasis lingkungan, khususnya dalam upaya menelaah
permasalahan dan upaya mencari solusinya secara kreatif dan inovatif.
Dari segi praktis, manfaat yang diharapkan ini adalah: (1) Bagi Guru
TK, dapat lebih memperkaya pengatahuan
dan keterampilannya dalam mengembangkan APE Berbasis
Sosial Budaya, sehingga mempermudah bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran, (2) bagi peserta didik dapat mempermudah pemahaman materi pelajaran
baik melalui kegiatan pembelajaran di kelas maupun pembelajaran di rumah,
karena semua peserta didik akan memanfaatkan APE yang telah dikembangkan oleh guru. (3) Bagi pihak pengelola TK dapat menyelesaikan suatu
masalah yang dihadapi Guru TK dalam pembelajaran.
C. TINJAUAN PUSTAKA
Kegiatan bermain merupakan sarana sosialisasi, diharapkan
melalui bermain dapat memberi kesempatan anak beresplorasi, menentukan, mengekspresikan
perasaan, berkreasi dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak
mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan tempat di
mana ia hidup (Sujiono, 2009: 134). Hal
ini terkait dengan fungsi otak bagi manusia. Belahan otak kiri memiliki fungsi,
ciri dan respons untuk berfikir logis, teratur dan linier. Sedangkan belahan
fungsi otak kanan terutama dikembangkan untuk mampu berfikir holistik, imajinatif dan
kreatif (Anwar, 2004a: 37).
Belajar sambil bermain sangat menyenangkan bagi anak
peserta didik TK, oleh Semiawan (2002: 22) memberi contoh pembelajaran
matematika di TK, melalui permainan. Permainan yang lebih efektif bersumber
dari lingkungan sosial budaya peserta didik, karena telah memiliki dasar
keterampilan untuk mengembangkannya, sekaligus dapat melibatkan masyarakat
dalam upaya mengembangkan alat permainan tradisional menjadi bahan belajar yang
potensial dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual.
Sesuai rekomendasi UNESCO bahwa memasuki abad XXI
pembelajaran yang diberikan hendaknya mampu memberikan kesadaran masyarakat
sehingga mau belajar (learning know or
learning to learn). Bahan belajar yang dipilih hendaknya mampu memberikan
suatu pekerjaan alternatif kepada peserta didiknya (learning
to do), dan mampu memberikan motivasi untuk hidup dalam era sekarang dan
memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning
to be). Pembelajaran harus dilengkapi keterampilan hidup bertetangga,
bermasyarakat, berbangsa dan hidup dalam pergaulan antar bangsa dengan semangat
kesamaan (leaning to life together)
(Delors, 1996).
Pendidikan karakter bangsa
dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter
sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis,
produktif dan kreatif (Anwar, 2014).
Ada 3 cara mendidik karakter anak: Pertama, Ubah lingkungannya,
melakukan pendidikan karakter dengan cara menata peraturan
serta konsekuensi di sekolah
dan dirumah. kedua, Berikan pengetahuan,
memberikan pengetahuan bagaimana melakukan perilaku yang diharapakan untuk
muncul dalam kesehariannya serta diaplikasikan. Ketiga, Kondisikan emosinya,
emosi manusia adalah kendali 88% dalam kehidupan manusia. Jika mampu menyentuh
emosinya dan memberikan informasi yang tepat maka informasi tersebut akan
menetap dalam hidupnya (Anonim, 2012a).
Berikut adalah 25 butir nilai karakter sebagai prioritas penanaman pada
anak remaja: (1) Kereligiusan, (2) Kejujuran, (3) Kecerdasan, (4) Tanggung jawab, (5) Kebersihan dan
kesehatan, (6) Kedisiplinan, (7) Tolong-menolong, (8) Berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif, (9) Kesantunan, (10) Ketangguhan, (11) Kedemokratisan, (12) Kemandirian, (13) Keberanian
mengambil risiko, (14) Berorientasi pada tindakan, (15) Berjiwa kepemimpinan, (16) Kerja keras, (17) Percaya diri, (18) Keingitahuan, (19) Cinta ilmu, (20) Kesadaran akan
hak dan kewajiban diri dan orang lain, (21) Kepatuhan terhadap aturan-aturan sosial, (22) Menghargai karya dan prestasi orang lain, (23) Kepedulian terhadap lingkungan, (24)
Nasionalisme, dan
(25) Menghargai keberagaman (Anonim, 2011b).
Nilai-nilai
tersebut tersebar dan tersirat dalam setiap komunitas, baik lisan maupun
tertulis. Bagi komunitas Bajo, nilai-nilai yang dikembangkan sebagian telah
ditulis dalam lontarak ini menunjukkan bahwa Etnis Bajo memiliki peradaban yang
cukup tinggi, karena sejak dahulu kala telah mampu mengembangkan bahasa tulisan
dengan memanfaatkan bahasa dan pilihan kata yang santun. Umumnya pilihan kata
yang digunakan dalam lontarak adalah bahasa yang halus (Anwar, 2014). Karakter negatif tentu harus dihindarkan dalam proses
pendidikan, dan sebaliknya karakter positif wajib ditrasformasikan kepada anak
didik dan generasi muda bangsa baik dalam bentuk pembelajaran/pelatihan, maupun
dalam bentuk keteladanan. Pentingnya keteladanan, makan para orang tua, guru,
dan tokoh masyarakat mutlak harus mengembangkan sikap/karakter positif sehingga
dapat ditrasformasikan kepada generasi muda dalam bentuk perbuatan dan
pembelajaran.
D.
MATERI DAN METODE
Bebarapan
alternatif yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut, antara lain:
(1) pelatihan tentang manajemen TK, (2) pelatihan tentang model-model
pembelajaran, (3) Bimbingan pengembangan alat permainan edukatif
berbasis sosial budaya bagi guru TK. Ketiga alternatif tersebut dipilih
solusi ketiga berupa bimbingan pengembangan alat permainan edukatif
berbasis sosial budaya. Langkah-langkah kegiatan pemecahan masalah yang dipilih
adalah sebagai berikut: Identifikasi kebutuhan,
meliputi: (a) kondisi sosial kelompok
sasaran, (b) kondisi sosial budaya lingkungan, (c) potensi alat
permainan yang dapat dikembangkan, dan (d)
potensi kelembagaan kelompok bermian.
Perencanaan
program yang dilakukan secara kolaboratif dengan guru TK
sebagai mitra, penyusunan bahan pelatihan dan bimbingan. Pelaksanaan
pelatihan, meliputi: (a) bimbingan pemilihan alat permainan yang
akan dikembangkan, (b) pelaksanaan pelatihan, dan (c) bimbingan
penyusunan juknis permainan. Bimbingan teknis pascapelatihan baik dilakukan secara
individual maupun kelompok. Monitoring dan evaluasi
program. APE yang dikembangkan menurut kategori Sujiono (2009:
150) yaitu permainan keterampilan. Pentingnya keterampilan jenis ini antara
lain: (1) membantu anak menjadi pembangun, (2) dapat mengurangi keputusasaan,
(3) mengarah kepada kebergunaan dan kemandiri, (4) mengembangkan keterampilan
baru dan kepercayaan diri, serta (5) belajar melalui memegang langsung bahan.
Realisasi pemecahan masalah, yaitu: Sosialisasi kepada 2 TK dengan melibatkan 6 guru
(masing-masing 3 orang setiap TK), Pelatihan
pembuatan minimal 3 APE kepada 6 orang guru, dan Motivasi pembuatan minimal
3 APE untuk masing-masing TK. Pemecahan
masalah yang digunakan dalam program ini adalah: (1) sosialisasi terhadap
kelompok sasaran tentang beberapa jenis APE yang telah dikembangkan sebelumnya
oleh tim ini melalui penelitian yang melibatlan 4
Kober, yaitu ada 10 jenis APE, (2) memberikan pelatihan cara membuat APE ada
2 jenis APE yang dilatihkan yaitu:
Cugol, dan tinggo ulo, (3) pengembangan secara mandiri oleh guru masing-masing minimal
3 APE.
E.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil
Hasil
yang dicapai adalah kedua TK telah mengembangkan masing-masing 9 jenis APE yang telah diaplikasikan dalam
pembelajaran, yaitu: Cugol (Cukke Golo/Cukke Gol), tinggo ulo, tinggo kasu,
bola keranjang, galaceng, sanadale mendaa, gacci, patolele, dan mehule.
1.
Cugol
(Cukke Golo/Cukke Gol)
a.
Latar Belakang
Permainan ini merupakan permainan tradisional masyarakat
Mekongga, tetapi kemudian dikembangkan oleh: Israjuddin Thamrin (salah seorang
orang tua murid TK Al-Muhajirin Kolaka). secara khusus dikembangkan sebagai APE
merupakan prakarsa Guru Kober ini, setelah melalui diskusi dengan Tim ini. Dalam kegiatan ini
terdapat modifikasi yang dilakukan oleh guru dan orang tua anak, baik bahan
maupun cara memainkannya.
b.
Bahan Baku
1)
Papan dari kayu
jenis apa saja yang agak keras, berukuran sepanjng 60 cm lebar 50 cm
2) Kayu (boneka pemain) berukuran 7cm sebanyak 12 buah
(ini dapat ditiadakan)
3) Gawang 2 buah yang terbuat dari jaring plastik
4) Stik dari bambu/kayu sebanyak 2 buah
5) Bola berukuran
kelereng besar sebanyak 2 buah dari kertas perak bekas pelapis bungkus rokok
(dapat diganti dengan modifikasi bekas tutup botol air mineral dengan
menuliskan nomor 1-5 berwarna putih dan nomor 6-10 berwarna merah.
c.
Cara Memainkan
Permainan Cugol ini terbagi 3, yaitu: Cugol Embi (Enam Bidak), Cugol Serbu, dan Cugol Sepak.
1)
Cara Memainkan Cugol Enbi
Susunan pemain (formasi) diawali dengan adu pus (ozam) yang kalah,
pertama menyusun bidak disusul pemenang, cara pasang satu persatu dilanjutkan
bergantian.
a) Setelah
formasi terbentuk permainan akan mulai setelah pus (ozam) dan pemenang yang
akan melakukan cukke sepakan I.
b) Sepakan/cukke
1 x kemudian berganti.
c) Sepakan/cukke
dilakukan dengan 2 cara :
d) Sepakan
langsung ke gawan lawan atau.
e) Bola
dipantulkan pada tepi medan menuju ke gawan lawan.
f) Apabila
bola memantul ke gawang sendiri maka terjadi gol bunuh diri.
g) Apabila
terjadi gol, maka pemain/penontong
dapat meneriakkan kata gool.
h) Cukkekan/sepakan
hanya boleh dilakukan di depan bidak pemain masing-masing yang telah
disediakan.
i) Permainan
Cugol dilaksanakan selama 2 babak, 1 babak dilaksanakan selama 17 menit, lama
permainan/pertandingan 2 x 17 menit = 34 menit.
j)
Memasuki Babak kedua pengaturan formasi baru yang diawali
oleh pihak pemenang.
k)
Apabila 2 x 17 menit skor tetap imbang, maka perpanjangan waktu 5
menit, apabila tetap imbang, maka dilaksanakan adu finalti dari posisi gawang ke gawang.
l)
Terjadi pergantian pemain yang kalah dilanjutkan pemain baru.
2) Cara Memainkan Cogol Serbu
a) Perubahan
formasi (Susunan Pemain) Semua bidak terpakai.
b)
Bola di cukke / disepak dari tengah lingkaran lapangan ke
gawang lawan.
c)
Tempat bola berhenti dimulainya kembali cukkekan.
d) Semua aturan main I (Enbi)
terpakai, kecuali, aturan yang menggantikan (Aturan Cugol Serbu).
2) Cara Memainkan Cogol Sepak
a) Perubahan
formasi dengan meniadakan bidak.
b)
Bola disepak dari dalam lingkaran di depan gawan ke gawang
lawan sebanyak lima kali secara berturut-turut.
c) Selanjutnya
lawan juga menyepak bola dalam lingkaran di depan gawannya ke gawang lawan
sebanyak lima kali secara berturut-turut.
d) Apabila
bola/wadah masuk ke dalam gawan lawang, maka terjadi gol.
e) Pemenang
ditentukan berdasrkan banyaknya bola/wadah yang masuk ke gawang lawan.
2.
Tinggo
Ulo
a.
Latar Sejarah
Metinggo adalah salah satu permainan tradisional baik oleh
Masyarakat Tolaki maupun oleh Masyarakat Mekongga, Muna, dan Bugis. Permainan
ini digemari anak-anak di daerah pedalaman karena sifatnya praktis dan
dilakukan secara tatap muka antara lawan. Alat yang digunakan mudah diperoleh
di sekitar tempat tinggal anak berupa tempurung kelapa.
b. Peralatan Permainan
1) Belahan
tempurung kelapa yang terbelah dua setelah dikupas isinya.
2) Tali
yang terbuat dari akar atau tali dari daun pandan yang telah dipintal
c.
Cara
Memainkan
1) Permainan
ini membutuhkan ketangkasan setiap pemain, diawali dengan latihan keseimbangan
badan.
2) Dimulai
dengan memegang tali, selanjutnya kedua kali dinaikkan di atas tempurung, kedua
jari kaki menjepit tali (seperti halnya memakai sandal jepit), kemudian
berjalan seperti biasa. Jika diperlombakan, maka dapat dilakukan dengan
berjalan cepat atau berlari.
3) Manfaat
permainan kalego ini selain
meningkatkan kecerdasan naturalis anak, juga dapat melatih motorik dalam bentuk
ketangkasan badan dan kaki.
3.
Tinggo Kasu
a. Latar Sejarah
Metinggo Kasu adalah salah satu permainan
tradisional baik oleh Masyarakat Tolaki maupun oleh Masyarakat Mekongga.
Permainan ini digemari anak-anak di daerah pedalaman karena sifatnya praktis
dan dilakukan secara tatap muka antara lawan. Alat yang digunakan mudah
diperoleh di sekitar tempat tinggal anak berupa kayu/pelepah sagu/bambu.
b.
Peralatan
Permainan
1) Batangan
kayu yang berukuran 125 cm, garis tengah 10 cm,kemudian dihaluskan.
2) Pada
ketinggian 50 cm diberi stan kaki yang berfungsi sebagai tempat injakan kaki
ketika menggunakan alat ini
c.
Cara
Memainkan
1) Permainan
ini membutuhkan ketangkasan setiap pemain, diawali dengan latihan keseimbangan
badan.
2) Tinggo kasu
diletakkan di depan pemain, kemudian kaki diangkat perlahan-lahan satu-persatu
menuju ke batang tumpuan.
3) Setelah
kedua kaki sudah naik dan berada di stan tumpuan maka diperhatikan keseimbangan
badan agar tidak jatuh. Selanjutnya secara perlahan kaki/tinggo kasu diangkat secara bergantian bagaikan berjalan dengan
kaki biasa.
4) Jumlah
tim dalam permainan ini terdiri satu orang atau permainan individuan, namun
dapat diperlombakan antara satu orang/tim dengan orang/tim lainnya.
5) Manfaat
permainan ini selain meningkatkan kecerdasan naturalis anak, juga dapat melatih
motorik dalam bentuk ketangkasan badan dan kaki.
4.
Bola
Keranjang
a.
Latar
Sejarah.
Bola
Keranjang adalah salah satu permainan yang merupakan modifikasi dari
tradisional ke permainan modern. Permainan dasarnya adalah raga (bola dari
rotan) yang merupakan permainan tradisional masyarakat remaja di Sulawesi,
namun dalam kegiatan ini para guru TK memodifikasi dengan menggunakan
kertas/Koran bekas (untuk TK Aisyiah) dan daun pisang yang kering (untuk TK
Diah Pertiwi) yang dibalut dengan plastic/solasi. Sifatnya kontekstual, praktis, sederhana dan tidak butuh
biaya yang besar karena bahannya tersedia di sekitar tempat pemukiman mereka.
b.
Peralatan
Permainan
Peralatan
utama permainan ada dua, yaitu: (1) bola (bola yang terbuat dari kertas/Koran
bekas, dan atau daun pisang yang kering), dan (2) keranjang bola yang berfungsi
sebagai gawang. Bahan tanaman pisang
merupakan suatu bahan alam yang dapat digunakan untuk membuat berbagai ragam
alat kebutuhan.
c.
Cara
Memainkan
Permainan ini
dapat dilakukan satu lawan satu, dan juga secara tim lawan tim. Permainan
perindividu satu lawan satu dengan masing-masing anak diberi 6 buah bola untuk
dilemparkan masuk ke dalam keranjang rotan. Sedangkan berkelompok masing-masing
tim beranggotakan 2 atau 3 orang, setiap tim diberikan 12 buah bola. jika
beranggotakan 2 orang, maka setiap anggota memperoleh kesempatan melemparkan 6
buah bola, dan jika setiap tim beranggotakan 3 orang, maka setiap anggota tim
memperoleh kesempatan melemparkan 4 buah bola. Skor ditentukan berdasarkan
jumlah bola yang masuk dalam keranjang, yang terbanyak memasukkan bola diantara
dua kelompok pemain itu yang menjadi pemenangnya.
5.
Galaceng
a.
Latar
Sejarah
Galaceng (bahasa Bugis) adalah salah satu permainan
tradisional baik oleh masyarakat Mekongga maupun oleh Masyarakat Bugis-Makassar
dan Bajo. Pada mulanya wadah berupa 6 pasang lubang kiri-kanan dan satu
masing-masing ujung dapat dibuat dengan melubangi tanah dengan memaki kayu
dilanjtkan dengan memaki tumit untuk penghalusan lubang.
b. Peralatan Permainan
1) Wadah
dari kayu yang dilubangi secara berpasangan masing-masing 5 lubang di sebelah
kanan dan 5 lubang di sebelah kiri. Lubang besar dibuat masing-masing di ujung
kanan dan di ujung kiri.
2) Perubahan:
dalam penelitian ini dibuat dari kayu/papan setebal 3 cm yang lebih dahulu
dihaluskan kemudian dilubangi, pemilihan papan karena di sekitar Kelompok
Bermain masih terdapat beberapa pohon, sehingga dapat secara natural anak
memahami bahan baku alat permainan ini.
3) Biji-bijian
dari batu, kemudian diganti dengan kerang kecil yang jumlahnya sama yaitu 56
biji, karena masing-masing lubang berisi 4 biji.
4) Perubahan:
dalam penelitian ini biji-biji batu diganti dengan kerang kecil yang banyak
terdapat di sekitar Kelompok Bermain, sehingga memudahkan pemahaman anak
tentang alam sekitarnya yang bersifat natural.
c.
Cara
Memainkan
1) Pemain
terdiri dari dua tim, setiap tim terdiri atas 1-2 orang
2) Teknik
Permainan: untuk memulai permainan dilakukan undian atau sut, yang menang
memulai permainan dengan mengangkat keempat biji yang ada pada suatu lubang di
depannya, kemudian diisi sebiji setiap lubang selanjutnya, jika habis maka isi
lubvang terakhir diambil semuanya untuk selanutnya diisi lubang berikutnya,
permainan dinyatakan berhenti untuk tim pertama jika pada saat biji terakhir
menemui lubang kosong. Selanjutnya dimulai untuk tim kedua, dengan langka yang
sama dengan tim pertama.
3) Pemenang
ditentukan berdasarkan kriteria yang paling banyak memperoleh poin
4) Selain
kecerdasan naturalis anak berkembang melalui pengenalan alat permainan dari
alam sekitarnya, juga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan motorik melalui
latihan jari-jari tangan untuk bergerak dan berhitung.
6.
Sandale
Mendaa/Sandal
Panjang
a.
Latar
sejarah
Sandale
mendaa adalah berasal dari Bahasa Tolakai, yang merupakan permainan tradisional
oleh masyarakat Tolaki yang merupakan penduduk asli Sulawesi Tenggara. Permainan ini banyak
digemari kalangan anak-anak karena sifatnya bergembira.
b.
Peralatan
Permainan
1) Kayu
panjang 40 cm tebalnya 2 cm
2) Karet
jepitan dari ban dalam bekas
3) Paku
dan seng buat jepitan
c.
Cara
Memainkan
1) Menentukan
lokasi permaian
2) Dua
pasang sandale mendaa
3) Menentukan
pemain yang menjadi peserta sandale mendaa dua orang/tiga orang. Posisinya
depan, belakang, dan atau tengah sambil memegang pundak teman
4) Demikian
juga pemain kedua dan ketiga
5) Pasangan
pemain melangkah kaki kanan/kiri secara bersamaan dan bergantian.
6) Pemenang
ditentukan berdasarkan kecepatan sampai di garis akhir/pinis.
7.
Gacci
a. Latar belakang
Magacci atau gacci berasal dari bahasa
bugis, berarti melakukan suatu permainan yang menggunakan beberapa biji kerang/biji asam dengan menggunakan
papan gacci. Permainan ini dahulu dilakukan di tanah yang lubang, sekarang
diganti dengan menggunakan papan. Permainan
ini dilakukan/dimainkan sebanyak 1
lawan 1 atau 2 lawan 2 orang/secara bergantian.
b.
Peralatan
Permainan
1) Papan
gacci yang terbuat dari papan panjangnya 40 cm tebal 3 cm
2) Biji
kerang/biji asam
c.
Aturan
Permainan
Dimainkan oleh
anak sebanyak 2 orang atau lebih, permainan diawali dengan undian siapa pemain yang terlebih dahulu berhak main.
d.
Teknik
Permainan
Permainan dimulai dengan melakukan undian atau sut. Peserta yang menang berhak memulai permainan seterusnya secara
bergantian. Pemain
pertama mengambil 10 biji kerang/biji asam dan menghamburnya di atas
permainan/papan permainan yang telah disediakan. Kemudian ibu jari pemain diletakkan
di atas papan permainan sambil mendorong biji kerang/biji asam yang ada di atas
papan permainan tersebut satu persatu sampai habis. Selanjutnya
pemain/lawan akan melakukan kegiatan yang sama.
8. Patolele/Suke
a.
Latar Sejarah
Patolele adalah permainan
tradisional yang banyak dimainkan oleh anak-anak di pedesaan dalam latar
masyarakat Tolaki dan Bugis-Makassar di Kendari pada zaman dahulu kala, namun
sekarang ini mulai ditinggalkan seiring dengan munculnya berbagai hiburan
melalui TV dan permainan dari luar.
b.
Peralatan Permainan
1)
Tangkai sagu yang biasa disebut dalam bahasa Tolaki Tangge Bondu, bahan untuk membuat alat
ini mudah ditemukan dan sangat praktis.
2)
Patolele ini dibuat dalarn dua
bagian yaitu pemukulnya (polangguno)
induknya dan alat yang akan dipukul (palele).
Pemukul alat patolele ini berukuran
4 jengkal tangan atau sekitar 72 cm dan
anaknya berukuran 1 jengkal tangan atau sekitar 18 cm.
3)
Permainan ini dimainkan oleh 3 orang atau 5 orang tergantung
banyaknya yang akan bermain.
4)
Permainan patolele
ini sangat baik bagi anak-anak, selain melatih motorik dasar anak juga melatih
kesabaran anak dalain menunggu giliran, dan dalam permainan ini terdapat
pelajaran berhitung.
5)
Permainan ini sangat dibutuhkan kedisiplinan. para pemain
sebab apabila tidak disiplin dapat menyebabkan kecelakaan kecil (cidera) yang
disebabkan oleh anak patolele
tersebut.
6)
Patok lele ini sering dimainkan di halamnan. rumah dan dibuat
lubang seluas 10 cm dan berbentuk
lonjong tidak bulat.
c.
Cara
Memainkan
1)
Anak patolele
diletakkan di atas lubang yang direntangkan dan pemukulnya dimasukkan ke dalam
lubang.
2)
Anak patolele dihentakkan
pemukulnya dengn membuang anak patolele keluar dari lubang dan kemudian
lawan berusaha menangkap anak patok lele tersebut sebelum jatuh ke tanah
(apabila. anak patolele tersebut ditangkap oleh lawan maka permainan akan
berganti posisi lawan yang akan memainkan selanjutnya.
3)
Anak patolele
diletakkan paling ujung dari pernukul, terus anak patolele dihentakkan dibuang ke atas secara vertikal sebelum jatuh
ke tanah diusahakan secepat mungkin anak patok tersebut di pumukul.
4)
Anak patolele
diletakkan ke dalam lubang salah satu ujung menjulur ke depan dan agak muncul
kedasar, posisi pernain berdiri dan mernegang pernukul bersiap-siap untuk
memukul ujung anak patolele yang
muncul ke dasar lubang.
5)
Sistem skor (penilaian) pada masing-masing bagian yakni
sebagai berikut: (1) Bagian pertama,
apabila lawan menangkap anak patolele
maka lawan akan mendapat skor dengan rincian sebagai berikut apabila lawan
menangkap dengan mengunakan satu tangan maka point lawan akan bertambah 100
tetapi apabila dengan kedua tanga maka poinnya hanya akan bertambah 50, (2)
Bagian kedua, penilaiannya sama dengan
bagian pertama untuk posisi lawan, apabila pemain memukul ataupun tidak memukul
anak patolel yang dilemparkan oleh lawan jauh dari lubang maka perhitungan
nilai berdasarkan perhitungan dengan mengunakan tongkat (kelipatan 10) diukur
dengan berapa tongkat dari posisi anak patolele
tersebut menuju lubang, dan (3) Bagian ketiga, penilaian untuk posisi lawan
sama dengan bagian pertarna apabila tertangkap.
9.
Permainan Mehule/Gasing
a.
Latar Sejarah
Mehule adalah permainan gasing sebagai salah satu permainan
tradisional baik oleh Masyarakat Tolaki maupun oleh Masyarakat Mekongga dan
Masyarakat Muna. Permainan ini digemari anak-anak di daerah pedalaman karena
sifatnya praktis dan dilakukan secara individual yang mengutamakan ketangkasan dan
keterampilan.
b. Peralatan Permainan
1) Potongan
kayu apa saja, namun terdapat kecenderungan memilih kayu nangka karena selain
mudah membuatnya, juga hasilnya cukup bagus berputar.
2) Kayu
dibuat dalam bentuk bulat lonjong, menyerupai tempayang.
3) Untuk
menggerakkan dibutuhkan tali yang dililitkan pada leher gasing (Tali terbuat
dari kulit kayu atau benang dari daun pandan, kemudian dipintal sesuai
kebutuhan dan selera).
c.
Cara
Memainkan
1) Pertama-tama
tali dililitkan pada leher gasing, kemudian tali ditarik bersamaan dengan itu
gasing dilepas di lantai/tanah untuk menghasilkan putaran yang maksimal.
2) Pemenang
dari permainan ini, ditunjukkan dari lamanya putaran, siapa yang paling lama
gasingnya berputar, maka dialah dinyatakan sebagai pemenang.
Karakter yang Dikembangkan
Hasil pengembangan ini
dapat mengaplikasikan 15 nilai-nilai karakter positif terhadap anak didik TK,
yaitu: (1) Kejujuran,
(2) kepatuhan terhadap aturan-aturan social, (3) Kedisiplinan, (4) Percaya diri, (5) kemandirian, (6) kesantunan, (7) ketangguhan, (8) keberanian mengambil risiko, (9) kecerdasan, (10) berpikir logis,
kritis, kreatif, dan inovatif, (11)kepedulian terhadap lingkungan, (12)
menghargai karya dan prestasi orang lain, (13) tolong-menolong,
(14) kepemimpinan, dan (15) tanggung jawab.
Pembahasan
Proses
pengembangan alat permainan dalam program
ini diawali diskusi antara tim pendamping dengan para Guru TK
secara terpisah antara TK Aisyiah Bustanul Atfal 1 dengan TK Diah Pertiwi.
Dalam proses diskusi lebih lanjut dengan Guru TK disepakati memilih 2 jenis
permaian untuk dilakukan secara langsung
yaitu: cugol dan tinggo.
Sejalan
dengan itu nilai kejujuran, tolong-menolong, dan percaya diri disepakati Abdillah (2006), Anonim (2011b) sebagai muatan nilai karakter yang terdapat
dalam setiap APET yang telah dikembangkan dalam program ini. Alat pelengkap permainan
seperti: biji asam untuk permainan dibuat/diadakan sendiri oleh Guru dan
atau orang tua peserta didik. Dari hasil diskusi dengan Guru, menunjukkan bahwa para Guru telah
berkembang kreativitasnya, beberapa diantara mereka telah mengembangkan bahan
belajar kontekstual berasal dari latar sosial budaya dan lingkungan alam
sekitar TK. Fenomena tersebut terjadi pada semuan TK (TK Aisyiah Bustanul Atfal 1 dan TK
Diah Pertiwi), para
Guru berusaha memanfaatkan beberapa hasil alam yang ada di sekitar TK untuk
dijadikan sebagai bahan alat permainan.
Temuan
tersebut sesuai dengan penekanan Hanurani (2003) bahwa Guru telah melakukan identifikasi
lebih jauh tentang kebutuhan peserta didik terhadap potensi lingkungan alam
sekitarnya untuk dimodifikasi menjadi bahan belajar kontekstual. Umumnya permainan yang dibuat/digunakan dari tumbuhan, buah-buahan, batu. Aktivitas tersebut
mendekatkan anak terhadap alam sekitarnya sehingga anak lebih menyatu terhadap
alam, sehingga dapat meningkatkan kecerdasan natual anak dan mengembangkan sikap
peduli lingkungan.
Pertumbuhan
dan perkembangan TK mengharuskan pengembangan APE yang baik dan mendidik
kecintaan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini terlihat dari semakin
banyaknya lembaga pendidikan tersebut, baik di pedesaan maupun perkotaan.
Menyadari perlunya pengembangan karakter anak melalui landasan budaya
sekitarnya, agar anak kelak tidak kehilangan identitas budaya bangsanya,
sekaligus meletakkan nilai-nilai karakter positif yang ada dalam permainan
tradisional. Terbukti menurut Dryden dan Vos (2000) bahwa dalam menghadapi era
globalisasi Bangsa Jerman makin Jerman dan Bangsa Perancis makin Perancis,
karena mereka mengembangkan budayanya, untuk dijadikan landasan dalam mengaruhi
era global, sehingga tidak larut dalam percaturan budaya global.
Hasil uji coba
dalam
bentuk lomba permainan
secara kontekstual menunjukkan hasil yang positif. Misalnya, saat anak bermain magacci, akan timbul pertanyaan
bahwa buah/biji asam yang dijadikan alat kelengkapan permainan apakah sama yang
dipakai ibu memasak ikan? Guru menjawab sama. Demikian pula saat anak diajak
keluar di sekitar Kober untuk melihat langsung pohon asam, mereka memperhatikan
secara cermat, bahkan mereka berusaha memeluk pohon asam, dan selanjutnya
mereka mencari buah asam, dan selanjutnya mereka mengupas untuk melihat isi dan
biji buah asam. Dengan demikian timbul
karakter peduli lingkungan yaitu anak semakin mencintai lingkungan alam
sekitarnya, memelihara lingkungan alam, gemar menanam buah-buahan dan kembang.
Dalam hal ini terjadi dampak pengiring yaitu dampak yang tidak merupakan tujuan
awal kegiatan ini.
Penanaman
wawasan kebangsaan pada anak usia dini melalui APET, diharapkan dapat
mempersiapkan mereka kelak sebagai manusia-manusia yang mempunyai identitas di
dalam masyarakat lokalnya sekaligus mempunyai visi global untuk membangun dunia
bersama. Pendidikan yang dapat mempersiapkan manusia-manusia yang mempunyai
identitas di dalam masyarakat lokalnya sekaligus mempunyai visi global untuk
membangun dunia bersama sangat diperlukan dalam budaya global (Anwar, 2009).
Efektivitas
pengembangan alat permainan ini dapat berdampak terhadap munculnya inovasi dari
masyarakat sekitar, berupa pengembangan APE sejenis untuk dipasarkan kepada
masyarakat dan bagi anak didik akan memiliki dampak pengiring yang kelak
setelah dewasa akan muncul semangat untuk mengembangkan lingsungan social
budaya yang memiliki nilai ekonomi, estetika, dan etika. Temuan pengembangan
ini dapat menggugah stake holder pendidikan untuk memikirkan isi muatan lokal dan pengembangan diri
yang sedang dirancang dan akan diterapkan sebagai bagian dari Kurikulum 2013 mulai dari
PAUD sampai dengan SMA/SMAK.
F.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Secara edukatif
alat permainan yang dikembangkan mudah diperoleh dan mengandung nilai-nilai
karakter positif (kejujuran, kepatuhan
terhadap aturan-aturan social, tanggung jawab, kedisiplinan, percaya diri, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, kepedulian terhadap lingkungan,
kepemimpinan, menghargai karya dan prestasi orang lain, serta tolong-menolong) yang dapat dikembangkan oleh anak didik TK, sekaligus
meningkatkan kreativitas guru.
Pengembangan alat permainan edukatif ini disambut baik
oleh orang tua dan Guru karena dapat mengembalikan masa lalu mereka, dan ternyata
sangat disenangi oleh anak didik, bahkan mereka senang memainkannya dan
melombakan diantara mereka, budaya yang nyaris dilupakan kembali bangkit, dan
kenyataannya dapat berkompetisi dengan budaya lain dari luar berupa alat
permainan impor.
Alat permainan yang dikembangkan cukup ekonomis,
pengadaannya mudah dan murah dibanding dengan alat permainan non-tradisional,
dan dapat dikembangkan untuk dijual di pasaran sehingga memberi nilai ekonomi
bagi TK yang mengembangkannya. Terbukti bahwa alat permainan yang dikembangkan
2 TK umumnya di buat sendiri oleh Guru dan orang tua, sedangkan Guru TK semua
wanita, meskipun demikian alat lain berupa batu/biji diusahakan oleh Guru dan
peserta didiknya.
Perlu pelatihan dan
bimbingan terhadap guru TK dan pendidik PAUD
umumnya dalam jumlah yang lebih besar untuk
pengembangan alat permainan baik yang berasal dari budaya tradisional maupun
yang merupakan motif baru sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa. Perlu
perumusan kurikulum TK dan Kelompok Bermain yang memperhatikan potensi sosial
budaya dan lingkungan alam sekitar anak didik. Perlu ditingingkatkan frekuensi lomba
permainan APET untuk anak didik PAUD, sehingga semakin berkembang kecintaan
terhadap budaya bangsa. Perlu lomba pengembangan APET yang lebih luas dengan melibatkan pendidik
PAUD (Kober dan TK), sehingga pendidik semakin kreatif dalam pengadaan bahan
belajar baik dalam jumlah maupun kualitas permainan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Masykuri. 2006. ”Peran Islam dalam Membangun Etika dan
Kultur Politik Bangsa. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Membangun Karakter Bangsa Berdasarkan
Nilai-nilai Al-Qur’an. Kendari: 30
Juli 2006.
Anonim. 2009. Laporan Seksi
PLS tentang Profil PKBM dan PADU. Kendari: Dinas Diknas Sultra.
Anonim. 2011. Panduan Pelaksanaan
Pendidikan Karakter di SMP.
Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar,
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.
Anonim.
2012. Kurikulum-Pendidikan-Karakter. http://www.pendidikankarakter.com/kurikulum-pendidikan-karakter/. Akses, 16 September 2012.
Anwar dan
Ahmad, Arsyad. 2004a. Pendidikan Anak
Dini Usia. Bandung: Alfabeta.
Anwar, Mursidin dan Ibrahim, Husain. 2009. Pengembangan Model
Pembelajaran Melalui Pemanfaatan Alat Permainan Edukatif Berbasis Sosial Budaya
untuk Meningkatkan Kecerdasan Naturalis pada Anak Didik TK. Kendari: Lemlit Unhalu.
Anwar. 2014. Peranan Naskan Lontarak Asal-Usul Suku Bajo Dalam Pembentukan Karakter Positif Bangsa. Makalah Disajikan pada Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara (MANASSA) XV, Padang, 18-20 September 2014
Bhurhanuddin, B., dkk. 2007. Permainan Anak-anak Daerah Sulawesi
Tenggara. Kendari Dinas Diknas Sultra.
Delors, J., et al. 1996. Leraning: The Treasure Within. Paris: UNESCO.
Derektorat
Padu. 2002. Acuan Menu Pembelajaran pada
TK. Jakarta: Ditjen PLSP Depdiknas.
Dryden, G dan Vos, J. 2000. Revolusi Cara Belajar. Bagian I Keajaiban Pikiran. Diterjemahkan
oleh Kaifa. Bandung: Kaifa.
Hanurani,
L. 2003. “Beberapa Cara
Mengidentifikasi Sumber Belajar dan Kebutuhan Belajar dalam Masyarakat”. Dalam Jurnal Gita Setrai. No. 2 tahun 2003.
Semiawan, C.R.
2002. “Pendidikan Anak Dinis Usia Belajar melalui Bermain” dalam Jurnal Ilmiah Anak Dinis Usia. Edisi 01
April 2002.
Sujiono, Y.N. 2009.
Konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Indeks.
Tim P4TK PKn dan
IPS. 2011. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa.
Makalah disampaiakan pada: “Diklat Pengembangan dan Pembangunan Karakter
Bangsa”, tanggal 19-24 Mei 2011 di Grand Palace Hotel.
Umar, M.,
dkk. 2004. Model Pengembangan Alat
Permainan Edukatif Tradisional Anak Usia 3-6 Tahun. Kendari: Balai
Pengembangan Kegiatan Belajar.
ARTIKEL
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
(IbM)
TAHUN 2014
PENDAMPINGAN
GURU DALAM PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF BERBASIS SOSIAL BUDAYA UNTUK
MENGEMBANGKAN KARAKTER ANAK PADA TAMAN KANAK-KANAK DI KOTA
KENDARI
Tim Pelaksana:
Prof. Dr. H. Anwar, M. Pd.
Dr. H. Mursidin T, M. Pd.
Dra. Hj. Aisyah, S. Pd., M.
Pd.
DIBIAYAI OLEH:
DANA DIPA UNIVERSITAS HALU OLEO TAHUN ANGGARAN 2014
DENGAN SURAT PERJANJIAN PENUGASAN DALAM RANGKA PELAKSANAAN PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
NOMOR: 021/SP2H/KPM/DIT.LITABMAS/V/2014
NOMOR: 232-5/PPK/UHO/IV/2014 TANGGAL 10
JULI 2014
DIPA NOMOR: 023.04.2.208962/2014 TANGGAL
05 DESEMBER 2013
LEMBAGA PENGABDIAN PADA
MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar