Prof. Dr. H. Anwar Hafid, M. Pd.
Makalah: Disajikan dalam Kegiatan Pelestarian Nilai Kepahlawanan, Keperintisan, dan Restorasi Sosial (K3S) Dinas Sosial Propinsi Sulawesi Tenggara, tanggal 15 Juli 2019
A. Pendahuluan
Andi kasim lahir di Palopo pada tanggal
1 Januari 1909 dan wafat di Makassar tahun 1997 dalam usia 88 tahun, dimakamkan di
Taman Makam Pahlawan Kota Palopo. Peran Andi Kasim dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI berawal
ketika pada tanggal 19 Agustus 1945, Kapten
Kabasima didampingi Perwira-perwira Tokke Tai dari Pomalaa ke Kolaka untuk menemui Andi Kasim bersama dengan tokoh masyarakat
dan pemuda Kolaka. Pertemuan bertempat
di Markas Tokke Tai Kolaka, pertemuan berlangsung pada pukul 15.00-17.00.
Tanggal 21 Agustus 1945, barisan
Pemuda PETA yang mendapat dukungan dan perlindungan dari Andi Kasim selaku Kepala
Pemerintahan Kolaka, mereka berani tampil di muka umum, menggunakan lambang Merah Putih dan
senjata tajam. Dari sekian banyak
senjata tajam, terdapat 1 pedang samurai dari Kapten Ito pimpinan PT. Kasima Gumi.
Endong San pimpinan PT. Soemitomo
memberi 1 pucuk pistol buatan Jerman kepada Andi Jaya Langkara, selanjutya
melalui Anggota PETA bernama Usman Rencong, pistol diberikan Andi Punna
pimpinan pemuda PETA. Ini merupakan
senjata api pertama yang di miliki PETA di Kolaka.
Berkat kharisma Andi Kasim, maka
Orang Jepang bersimpati terhadap perjuangan rakyat Kolaka mempertahankan
kemerdekaan RI. Tampilnya Andi Kasim sebagai motor penggerak perjuangan, maka
para pemuda semakin bersemangat dan percaya diri berjuang mempertahankan
kemerdekaan.
Pada tanggal 25 Agustus
1945, 3 orang pemuda bekas anggota Tempe
Tai atau Polisi Meliter Angkatan
Darat Tentara Jepang (M. Salampessy, Bangsa Towokia dan Usman Efendy) bergabung dengan Pemuda PETA
Kolaka. Ketiganya mahir berbahasa Jepang
dan pernah mengikuti latihan Meliter Riku Gun (Angkatan Darat) Tentara
Jepang. Bergabungnya ketiga orang pemuda bekas Kempe
Tai, memudahkan hubungan dengan Kapten Kabasima, dan M. Yoseph (bekas KNIL) di Pomalaa. Padat tanggal 27 Agustus 1945 1 rombongan
tokoh masyarakat dan pemuda datang dari Palopo ke Kolaka bergabung dengan
pejuang bersenjata Kolaka. Tokoh masyarakat yang dimaksud
adalah Opu Topatampanangi dan H. Minahajje, sedangkan 3 orang pemuda
masing-masing: M. Yunus, M. Jufri dan H. Abd. Wahid. Bergabungnya kelima tokoh terkemuka itu,
menambah pemikir dan tenaga terkemuka untuk perjuangan bersenjata Angkatan 45
Kolaka. Pada tanggal 29 Agustus
1945, pemuda PETA (Pencinta Tanah Air)
mengubah diri menjadi PETA (Pembela Tanah Air) sesuai perjuangan tentara PETA
di Pulau Jawa. Pemuda PETA bersumpah
setia membela Proklamasi 17 Agustus 1945 di Rumah Andi Kamaruddin (Kampung Sakkuli).
Sumpah diikuti 2 Pelaton pemuda PETA. Sumpah ini di sebut sumpah 19 atau
Sumpah Darah. Masing-masing pemuda maju
bersumpah menurut selera masing-masing.
Kata-kata sumpah antara lain:
“Sekali Merdeka Tetap Merdeka”
“Merdeka atau Mati”
“Merah Putih Ta Diturunkan Sebelum Langkahi
Mayatku”
“Segalanya Kukorbankan Untuk Kemerdekaan Bangsaku”
“Maju Mati, Mundur Mati, Lebih Baik Mati Maju”
“Ta Ada Kemerdekaan Tanpa Pengorbanan”
“Saya Gugur Untuk Kemerdekaan Bangsaku”
Sebelum bersumpah dibacakan do’a Al-Faatihah.
Pada tangga 30 Agustus 1945, barisan PETA mengutus Salampessi menemui
Kapten Kabasima di Pomalaa, untuk mendapatkan senjata api Lop Panjang. Kapten Kabasima bersedia membantu senjata api
sesudah mendengar pendapat Tokoh Islam Kolaka (K. H. Mahding), nama Tentara PETA diganti, karena
nama PETA banyak Tentara Jepang di Pomalaa tidak senang mendengar sebab PETA di
Pulau Jawa berkelahi dengan Tentara Jepang.
Pada tanggal 31 Agustus 1945,
atas permintaan Kapten Kabasima, pemuda PETA (Pembela Tanah Air)
membentuk Mantel Perjuangan PETA bernama Barisan API (Angkatan Pemuda
Indonesia). Susunan pengurus: (1)
Barisan API dipimpin: M. Yunus, (2) Barisan Penyelidik: Andi Punna, dan (3)
Barisan Penerjang: H. Abdul Wahid. BPR
(Badan Pertimbangan Revolusi), trdiri
atas: (1) Opu Topatampanangi, (2) K. H. Mahding,
dan (3) M. Yusuf Rate-rate.
Pada tanggal 2 September
1945, Kapten Kabasima bertemu K. H.
Mahading di Kolaka. Kapten Kabasima
menanyakan pendirian K. H. Mahading
tentang perang melawan tentara Belanda/Sekutu,
membela kemerdekaan Bangsa Indonesia.
K. H. Mahading menjawab, membela kemerdekaan
bangsanya serta melawan atau memerangi orang-orang kafir, Wajib hukumnya bagi Umat
Islam. Mati Jihad Mati Syahid Surga
balasannya. Pada tanggal 5 September
1945, Andi Punna selaku Kepala Penyelidik Barisan API, mengutus Salampessy untuk melaporkan bahwa
nama barisan PETA di ganti menjadi barisan API (Angkatan Pemuda
Indonesia). Kapten Kabasima meneriama
baik perubahan nama PETA menjadi API.
Kapten Kabasima menyampaikan telah bertemu Tokoh Islam K. H. Mahading dan memberi senjata api sebanyak 51
pucuk, 1 rusak pelatuknya (tidak dapat dipakai). Pemberian senjata api dari Kapten Kabasima,
secara rahasia melalui seorang Goco (sersan) dibuang (ditenggelamkan) ke dasar
laut, pemuda Suku Bajo berusaha mengambil dengan menyelem yang diawasi pemuda
API. Pada tanggal 7 September 1945, Pemuda PETA dan API mempermahir menggunakan
senjata api, yang memberi latihan kemeliteran 3 anggota bekas HEIHO, (Lappase,
Nasir dan Abu Bone), 2 orang pemuda yaitu: Pakalu dan Tiro pembantu Tokke Tai
yang sementara tugas di Tanjung Oko-oko (Batu Kilat) membawa 2 buah senjata
Karabeyn 9,5. Andi Becce (M. Aryad) juru
tulis II Indumo Daeng Makkalu Kepala Distrik Kolaka bergabung Pemuda API
memegang 1 pucuk senjata api Karabeyn 9,5 milik Indumo Daeng Makkalu.
Pada tanggal 14 September 1945, atas restu Andi Kasim barisan API membentuk Barisan PI
(Polisi Istimewa) dipimpin Abdul Kadir dibantu Usman Efendi (Keduanya Bekas
Anggota Kempe Tai atau Polisi Meliter Angkatan Darat Tentara Jepang).
Barisan I
: Supu Pai dibantu Junaed
Barisan II
: Ali Arifin dibantu Dadu
Arifudin
Barisan III
: Raccade dibantu Abu Wahid.
Barisan Penyelidik: Abu Baeda dibantu Syamsuddin
Opa.
PI bertugas memeriksa orang yang
dicurigai menjadi kaki tangan Tentara NICA, dan mengawasi tahanan di penjara
dan orang-orang yang dikenai Tahanan Kota.
Pukul 10. 00 pada hari Jum’at diadakan Sumpah Massal Pada Umat Islam
agar tidak berhianat dalam Perjuangan Membela Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sumpah Massal dibacakan Surah Yasiin oleh H. Abdurahman (Imam Kolaka), dan upacara pengibaran bendera oleh pemuda barisa API.
Pada tanggal 15 September 1945, Andi Kasim menerima
laporan Opu
Topatampanangi Anggota Badan Pertimbangan Revolusi Kolaka dari kunjungan di Palopo setelah bertemu
Datu Luwu,
ia
menyampaikan pesan Datu Luwu bahwa Datu Merah Putih dan di Kota Palopo
terbentuk organisasi perjuangan “Soekarno Muda”. Selanjutnya Andi Kasim menyampaikan kepada Opu Topatampanangi bahwa di Kolaka
telah terbentuk barisan PETA (Pembela Tanah Air), API (Angkatan Pemuda
Indonesia) dan PI (Polisi Istimewa) untuk membela Proklamasi 17 Agustus 1945. Andi Kasim menjawab kalau Merah Putih
Datu Saya Juga Merah Putih. Andi Kasim memanggil Indumo Daeng
Makkalu Kepala Distrik Kolaka, untuk mmpersiapkan upacara pengibaran Bendera
Merah Putih Pada tanggal 17 September 1945.
Tanggal 17 September 1945, pukul
08. 00 diadakan upacara pengibaran Bendera Merah Putih diiringi lagu
Kebanggsaan Indonesia Raya. Bendera
Jepang tetap berkibar di Pomalaa, Andi
Kasim mengumumkan Kolaka dan Sekitarnya adalah Daerah RI Proklamasi 17
Agustus 1945. Andi Kasim sebagai Kepala Pemerintah RI Daerah
Kolaka dibantu Supu Aip (Asisten Inspektur Polisi) M. Yusup Putra (Supu Yusuf) Bangsawan Tolaki Konawe
menganjurkan agar seluruh rakyat Kolaka dan sekitarnya mendukung Perjuangan
Pemuda Bersenjata membela Proklamasi 17 Agustus 1945. Kolaka dan sekitarnya menjadi Daerah
Perlawanan secara Frontal melawan Tentara NICA.
Pukul 14. 00 Seorang Dokter kesehatan Tentara Jepang dari Pomalaa ke
Kolaka, membawa berita ucapan selamat dari Kapten Kabasima
kepada Andi Kasim dan memberi 2
pucuk pistol untuk Andi Kasim dan
H. Abdul Wahid Kepala Penerjang Pemuda
pejuang bersenjata Kolaka.
Pada tanggal 18 September 1945 Andi Kasim menerima
bantuan dari Kapten Kabasima berupa: 1 Kapal Motor Boat untuk angkutan laut, 6 Mobil Truk “Toyota” untuk angkutan darat,
dan beberapa perlengkapan kemiliteran. Pada bulan Oktober 1945, Andi Kasim bersama Andi Punna Pimpinan
PETA/Kepala Penyelidik API menerima kunjungan Ali Silondae bersama dengan seorang pengawalnya dari Disrtik Andolo. Ali Silondoe memberitakan bahwa
Nuhung Silondae selaku Kepala Distrik Andolo telah mengibarkan Benderah Merah
Putih dan menyatakan Pemerintah dan Rakyat Distrik Andolo melepaskan diri dari
Pemerintah Kendari yang belum menyambut Proklamasi 17 Agustus 1945. Pemerintah dan Rakyat Andolo bergabung dengan Pemerintah RI Kolaka
berjuang membela Proklamasi 17 Agustus 1945.
Ali Silondae selaku pimpinan pemuda pejuang bersenjata minta seorang pelatih untuk pemuda yang ada di
Distrik Andolo. Pimpinan Pemuda Kolaka
mengirim Sersan Saiman (bekas KNIL tawanan Tentara Jepang bergabung Barisan API
Kolaka) melatih pemuda Distrik Andolo.
B. Perjuangan Menentang Sekutu
Pada hari pertama kedatangan
Australia di Kendari pemerintah NICA dengan segera merehabitir Bekas-bekas KNIL
di Kamp Tahanan Wawotobi dan segera dipanggil untuk dipersenjatai. Saat itu
sebagian dari bekas tentara KNIL dipekerjakan oleh Jepang di Tambang Nikel
Pomalaa. Dalam usaha untuk mengumpulkan bekas KNIL ini maka sepasukan tentara
NICA sebagai Tentara Sekutu menuju Kolaka dan Pomalaa untuk menjemput bekas
tentara KNIL di daerah itu.
Awal November 1945 Andi Kasim didampingi
Andi Punna menerima berita dari Kapten Kabasima tentang adanya pertempuran Pejuang bersenjata Kota
Surabaya melawan Tentara Sekutu di bantu tentara Inggris. Pada tanggal 17 November 1945, diadakan upacara Pengibaran Bendera Merah Putih
dan Pawai Akbar Barisan PETA/API/PI diikuti murid-murid sekolah dan Pandu
Nasional mengelilingi Kolaka. Pukul 10.
00 Kapten Kabasima memberitakan bahwa Tentara Belanda/Sekutu akan datang dari
Kota Kendari menuju Pomalaa, untuk mengajak bekas tentara KNIL yang bebas dari
tawanan Jepang dan memeriksa peninggalan Tentara Jepang di Pomalaa tanggal 18 September 1945. Mendengar berita itu, Andi Kasim memutuskan untuk terjun langsung memimpin perjuangan
menghadapi Sekutu/NICA. Sejak tanggal 18 September 1945 Barisan PETA,
API dan PI mengawasi sekitar Km-8
Kampung Baru Sabilambo, dijaga siang dan malam untuk pengamanan medan persiapan
pertempuran bila tentara Belanda/Sekutu memasuki tempat tersebut. Pukul 07. 00 Andi Kasim didampingi M. Yunus Ketua API, menunggu kedatangan
tentara Sekutu/Belanda dari Kendari di
tempat itu dipasang penghambat jalan mobil menuju ke Pomalaa. Susunan formasi
pertahanan:
Kepala
Penerjang : H. Abdul Wahid didampingi
Abd.
Kadir Towokia
Kepala
Penyelidik : Andi
Punna didampingi Salam Pessy
Regu
Penyelidik dan Penghubung :
Abu Baeda didampingi Syamsudin Opa
Penembak Tanda
Komando Pertempuran : Raccade didampingi
Ali Arifin.
Regu I
Sayap Kanan
: Lappase didampingi Abu Bone (bekas Heiho)
Regu II Sayap Kiri : Muhiddin S. didampingi Mallise (bekas Manarai Jumpo)
Regu III Pegawai I Komando : Talibbe dibantu H. Arafah (bekas Kaijo Sen Tai).
Pada pukul 11. 00 kedengaran deru
mobil dari arah Kendari. Tentara
Belanda/Sekutu dengan 3 pengawalnya lengkap senjata api turun di tempat
penghalang jalan. Komandan Tentara
Belanda/Sekutu bertolak pinggang, berkata: ”Kurang ajar siapa yang pasang kayu penghalang di sini?”. Ada 4 orang Tentara Jepang tanpa senjata dan
topi baja, dua orang sopir mobil truk
Toyota persiapan mengangkut bekas KNIL yang tinggal di Kampung Huko-Huko. Komandan Tentara Belanda/Sekutu memerintahkan
keempat Tentara Jepang hendak menyingkirkan kayu penghalang jalan, namun tiba-tiba Andi Kasim yang didampingi M. Yunus tampil ke depan menghadapi tentara Belanda/Sekutu, akhirnya
terjadi dialog antara Andi Kasim
dengan Komandan Tentara Belanda/Sekutu, seperti berikut.
(AK)
Selamat siang Tuan, Saya Andi Kasim Petor Kepala Pemerintah RI Kolaka
Daerah Proklamasi 17 Agustus 1945 di Jakarta.
(TB) Saya Letnan John Van Boon Tentara Sekutu, atas perintah Komandan Tentara Sekutu di
Makassar saya mau ke Pomalaa untuk
memeriksa keadaan dan peninggalan Tentara Jepang, dan mengambil bekas KNIL yang pernah ditawan
Tentara Jepang di Pomalaa.
(AK) Dimana surat perintah Komandan Tentara Sekutu?
(TB)
Letnan John Van Boom diam pura-pura
meraba saku bajunya, tidak dapat memperlihatkan Surat Perintah Komandan Tentara Sekutu
(AK) Tuan
melanggar memasuki Daerah RI tanpa izin Pemerintah RI Kolaka, Tuan tidak boleh
melanjutkan perjalanan ke Pomalaa, senjata tuan-tuan dititip di Markas Barisan
PETA/API/PI Kolaka. Bila Tuan-tuan
kembali dari Pomalaa senjatanya boleh diambil.
“Keamanan Tuan-tuan selama berada dalam Daerah RI Kolaka tanggungan
kami. Kalau Tuan-tuan tidak
menghiraukan permintaan kami, keselamatan Tuan-tuan diluar pengetahuan kami.
Letnan John Van Boon dengan
congkak tanpa kata-kata melanjutkan perjalanan ke Pomalaa melewati pos-pos
barisan PETA/API/PI. Letnan John Van Boon dan pasukannya jelas adalah Tentara
NICA, yang tidak mengakui Proklamasi 17 Agustus 1945 dan menghina serta
memandang enteng Pemerintah dan Pejuang bersenjata Pembela Proklamasi 17 Agustus
1945. Letnan John Van Boon dan
pasukannya harus ditangkap hidup atau mati, itulah kesepakatan Andi Kasim dengan pemuda pejuang bersenjata. Letnan John Van Boon dan pasukannya singgah
di markas pemuda pejuang kampung Huko-Huko tempat M. Yoseph, dkk (bekas Anggota KNIL),
di markas ini sementara
berkibar Bendera Merah Putih yang dijaga 2 orang pemuda memegang tombak sambil
bertolak pinggang. Letnan John Van Boon
bertemu M. Yoseph, dkk dan memanggil
semua bekas KNIL ke Kendari bergabung Tentara NICA di Kendari. M. Yoseph,
dkk. secara halus menolak dan
mengatakan lebih senang jadi petani atau Orang Kampung dari pada menjadi
Tentara Belanda NICA.
Letnan John Van Boon melanjutkan
perjalanan ke Pomalaa, secepatnya M. Yoseph berboncengan
sepeda dengan Belibau (sama-sama bekas KNIL) meninggalkan Markas pemuda menuju
tempat persiapan pertempuran di Km-8 Kampung Baru Sabilambo dan menyampaikan kepada Andi Kasim bahwa beks KNIL yang ada di Markas Pemuda pejuang
Kampung Huko-Huko akan memilih bergabung dengan Barisan Pejuang bersenjata
Kolaka dari pada masuk Tentara NICA kembali.
M. Yoseph menyerahkan 5 pucuk
senjata Lop Panjang. Seluruh bekas KNIL
yang ada di Markas Pemuda pejuang Kampung Huko-Huko diangkut mobil truk ke
medan pertempuran dan diberi 5 pucuk senjata lop panjang. Di tunjuk M.
Yoseph mendampingi penembak pertama tanda dimulai pertempuran. Keadaan panasnya terik matahari pukul 14. 00
tanpa sarapan pagi dan makan siang, lapar dan dahaga sangat terasa, namun
kebulatan tekad Pejuang bersenjata dan Rakyat Pro-RI bersatu padu membela
Proklamasi 17 Agustus 1945 dan menyatakan Tentara NICA harus di tangkap hidup
atau mati. Pemuda pejuang bersenjata
gelisah menunggu dalam kubu, mereka ingin berangkat ke Pomalaa menangkap hidup
atau mati Tentara NICA yang sementara berada di Markas Tentara Jepang di
Pomalaa. Andi Kasim dan Andi Punna melarang, demi menjaga hubungan baik Jepang dengan Semboyan Nippon
Indonesia Banzai.
Tanggal 19 November 1945 tepat pukul 15.30 kedengaran deru mobil dari jurusan Pomalaa. Pemuda
pejuang bersenjata melihat
ada 2 mobil truk memuat 1 Pelaton Tentara Jepang tanpa topi baja dan tidak
pasang sangkur pada bedilnya. Menyusul
satu mobil sedan yang di tumpangi Tentara NICA,
disusul 2 mobil truk kosong
dikemudian Tentara Jepang tanpa senjata,
5 mobil beriringan masuk sasaran penembakan. Tembakan pertama di mulai
disusul tembakan beruntun dari pemuda pejuang, tembakan pejuang redah. Tentara NICA membalas tembakan beruntun, seorang pemuda Republik kena tembakan (luka ringan
siku kiri).
Tentara Jepang lompat berlindung
di selokan tidak melepaskan tembakan,
kemudian berteriak “Indonesiaaa.
Tembak, di sini Nippon Tuan, Nippon Indoneia Banzai. Seluruh tembakan Pejuang bersenjata di
arahkan pada mobil Tentara NICA. Pemuda
pejuang serempak menembak sambil berteriak, kalau mau hidup menyerah Tentara NICA diserbu Barisan Tombak, Letnan
John Van Boon menghilang (lari meninggalkan pasukannya). Satu orang Tentara NICA mati tertombak oleh
pemuda Lantema dengan menggunakan Tombak Karada. Ada 2 orang Tentara NICA
menyerah dengan senjatanya Yunggle Gun, 2 orang Tentara Jepang luka ringan
bagian paha, setelah mendapat pertolongan Palang Merah Indonesia mereka
bergabung dengan pemuda pejuang. Pada
pukul 17. 00 para pejuan bersenjata mengadakan apel konsolidasi dan pemekaran
organisasi perjuangan di Markas Pemuda Pundoho.
Selesai santap siang dan istirahat,
Opu Topatampanangi anggota BPR (Badan Pertimbangan Revolusi) mengumumkan
Terbentuknya PKR (Pembela Kedaulatan Rakyat).
Pimpinan Utama PKR:
Kepala Penerjang :
H. Abdul Wahid
Kepala
Penyelidik : Andi Punna
Kepala Pelatih :
M. Yoseph.
Satu pelaton anggota penyelidik yang
dipimpin Andi Punna memburu Letnan John Van Boon dan memberitakan pos-pos
penjagaan API sektor Distrik Rate-rate.
Pada tanggal 22 November 1945, barisan API yang ada di Distrik Rate-rate (Abdul Hamid
dkk), Pos Kampung Poli-Polia, menyergap
Letnan John Van Boon bersama senjatanya.
Letnan John Van Boon menampakkan dirinya, ia menyangka sudah masuk
Daerah Kendari. Letnan John Van Boon kemudian dibawa ke Kolaka dan dimasukkan dalam Penjara
Kolaka. Dalam
pemeriksaan dan penjagaan PI (Polisi Istimewa) bekerja sama Bagian Penyelidik
PKR Kolaka.
Pada tanggal 24 November 1945, Andi Kasim didampingi
Andi Punna menerima berita dari Kapten Kabasima tentang permintaan Komandan Tentara
Sekutu/Australia untuk berunding dengan Pemerintah dan pejuang bersenjata RI
Kolaka. Permintaan perundingan melalui Datu Luwu dan Kapten Kabasima di
Pomalaa. Informasi dari Kapten Kabasima
menyatakan bahwa permintaan Tentara Sekutu/Australia:
1.
Letnan John Van Boon dan Pasukannya diserahkan pada
Tentara Sekutu/Australia.
2.
Pemimpin dan seluruh senjata api yang ada dalam tangan pejuang diserahkan pada Tentra
Sekutu/Australia.
3.
Tentara Sekutu/Australia menjaga keamanan di Kolaka.
Kapten Kabasima pada tanggal 25
November 1945, menganjurkan kepada Andi
Punna untuk membentuk BBM (Barisan Berani Mati). Kelak BBM dipimpin oleh Andi Punna, dengan garis
perjuangan:
1.
Senjata jangan lepas ditangan, lebih baik pisah kawan
dari pada pisah senjata.
2.
Rakyat jangan disakiti, Pemerintah RI ditegakkan.
3.
Letnan John Van Boon disandra oleh BBM
4.
Kolaka di pertahankan, bila tidak mungkin masuk hutan
bergerilya.
5.
Jika tidak bisa bertahan di Daerah Kolaka, hijra ke
Sulawesi Selatan, kalau terpaksa mundur ke Daerah Enrekang untuk bertahan
habis-habisan bersama pemuda pejuang bersenjata Massenreng Pulu pimpinan Andi
Sose.
Informasi
dari PETA/BBM yakin dan percaya bisa bertahan dan menahan Tentara NICA di
Daerah Enrekang. Garis Kebijaksanaan
BBM:
1.
Perundingan dengan Tentara Sekutu/Australia diserahkan
sepenuhnya kepada Andi Kasim
didampingi dr. Wahyu Kawi (dr. Hoat Yoe) mewakili Pemerintah
RI Daerah Kolaka.
2.
Tempat perundingan di Kampung Pomalaa sebatas 1 Km.
persegi bebas tanpa gangguan.
3.
Pengawal perundingan 1 pelaton barisan PI yan dipimpin Ali Arifin dibantu Arifuddin dadu
Pada tanggal 29 November
1945, pukul 06. 00 sebuah kapal perang
bergerak pelan-pelan memasuki perairan Pomala. Di ujung jembatan pelabuhan
Pomalaa siap: (1) Andi Jaya Langkara Koordinator Perundingan, (2) satu
Barisan PI dipimpin Alie Arifin dibantu Arifuddin Dadu pengamanan
perundingan dari pihak RI, (3) satu
Pelaton Tentara Jepang dipimpin seorang Gunco,
dan (4) dua Bendera Berkibar (Bendera Merah Putih dan Bendera Jepang) di ujung jembatan. Pukul 07. 00 tanggal 29 November 1945, Kapal Perang Sunriezse berlabuh lebih kurang
200 M dari ujung jembatan Pelabuhan Pomalaa. Sebuah motor boat turun dari kapal
Sunriezse memuat 1 Regu Mobil Tentara Sekutu/Australia, mendarat di ujung
jembatan Pomalaa. Tiga bangsa bertemu
(Bangsa Indoneisa, Bangsa Jepang dan Bangsa Australia) berjabat tangan
berkenalan. Pukul 07. 30, ada 3 motor boat dari Kapal Perang Sunriezse
mengantar Kapten Ceiger Komandan Tentara Sekutu/Australia, didampingi Wakil Datu Luwu (Andi
Pangajoang dan Andi Azikin sebagai juru bahasa) dikawal 1 Pelaton Tentara
Sekutu/Australia. Ada 3 bendera berkibar
di tempat perundingan di Pomalaa (Bendera Merah Putih, Bendera Jepang dan
Bendera Australia). Pukul 09. 00 selesai
perkenalan dan istirahat sejenak perundingan dimulai. Tentara Sekutu/Australia diwakili Kapten
Ceiger, Pemerintah RI Kolaka diwakili Andi Kasim didampingi Dr.
Kwe Hoat Yoe (Dr. Wahyu Kawi),
dan Datu Luwu peninjau diwakili Andi Pangajoang didampingi Andi Azikin
sebagai juru bahasa.
Pertemuan dibuka, langsung Kapten
Ceiger meminta Letnan John Van Boon diserahkan pada Tentara Sekutu/Australia. Andi Kasim menjawab, kami mengakui dan
menghormati Tentara Australia Penguasa Tentara Sekutu dan bertanggung jawab
atas keamanan dan ketertiban Indonesia Bagian Timur. Kami bersedia menghadirkan
Letnan John Van Boon di tengah
perundingan, tetapi kehadirannya bukan Tentara Sekutu. Letnan John Van Boon
adalah Tentara NICA datang di Daerah RI tanpa Surat Perintah Tentara Sekutu dan
tidak menghormati Pemerintah RI Kolaka, bahkan Letnan John Van Boon sumber
terjadinya Pertempuran 19 November 1945.
Perundingan ditunda, Andi Kasim memerintahkan Anggota PI
mengambil Letnan John Van Boon dibawah ke tengah Perundingan. Letnan John Van Boon sementara dalam
Sandra Barisan BBM diluar Kolaka (Kampung Pundoho). Demi Pemerintah RI Barisan
BBM menyerahkan Letnan John Van Boon
kepada Barisan PI untuk dibawah ke perundingan di Pomalaa. Perundingan dibuka oleh Andi Kasim memperhadapkan Letnan John Van Boon kepada Kapten
Ceiger. Andi Kasim menjelaskan pada Kapten Ceiger tentang dialog antara Andi Kasim dan Letnan John Van Boon
sebelum terjadi pertempuran 19 November 1945.
Kapten Ceiger tersenyum, kemudian
langsung memarahi Letnan John Van Boon “Orang bodoh sekali”. Ada 3 permintaan Kapten Ceiger kepada Andi Kasim:
1.
Pemimpin-pemimpin pemuda pejuang dan seluruh senjata api
yang digunakannya diserahkan kepada Tentara Sekutu/Australia.
2.
Pasukan Tentara NICA yang ditawan pemuda pejuang
diserahkan pada Tentara Sekutu/Austarlia.
3.
Keamanan dan ketertiban di Kolaka diserahkan kepada
Tentara Jepang sampai datangnya Tentara Sekutu/Australia.
Andi Kasim menjawab:
1.
Pemuda pejuang telah membawa semua senjata api masuk
hutan, mereka siap berperang melawan Tentara NICA bila berada di Daerah Kolaka.
2.
Tentara Jepang kalah Perang Dunia II, tidak wajar menjaga
keamanan dan ketertiban Daerah Kolaka.
3.
Daerah Kolaka adalah Daerah RI yang ingin merdeka dan
berdaulat sesuai Proklamasi 17 Agustus 1945.
4.
Pemerintah RI di Kolaka memiliki Aparat PI untuk membantu
Tentara Sekutu/Australia menjaga keamanan dan ketertiban Daerah Kolaka.
5.
Kami bersedia memeriksa rumah-rumah penduduk di Daerah
Kolaka mencari senjata api. Perundingan istirahat
dilanjutkan keesokan harinya tanggal 30
Nopember 1945 pukul 14. 00.
Pada tanggal 30 November
1945, pukul 14. 00 perundingan
dibuka. Andi Kasim menyerahkan: 1 pucuk senjata api lop panjang 9, 5
keadaan rusak, 2 orang Tentara NICA (Bangsa
Indonesia) memilih kembali menjadi Tentara NICA dari pada menjadi anggota
barisan pejuang bersenjata RI. Atas pengertian Kapten Ceiger menghasilkan
keputusan:
1.
Pemerintah RI. Kolaka, membantu Tentara Sekutu/Australia
menjaga keamanan dan ketertiban Daerah Kolaka.
2.
Tentara Sekutu/Australia membantu membebaskan pemuda
pejuang anggota barisan “Soekarno Muda”, yang ditawan Tentara NICA di Makassar.
3.
Tukar Cendra mata antara PI dengan Tentara
Sekutu/Australia.
Setelah pertukaran cendra mata
antara pimpinan barisan PI Ali Arifin
dengan Komandan Pelaton Tentara Sekutu/Australia. Tentara Sekutu/Australia
bersama Wakil Datu Luwu Andi Pangajoang dan Andi Azikin, meninggalkan Kampung
Pomalaa turun di Kapal Perang Sunriezse. Pukul 20. 00 terdengar tembakan meriam
dari kapal Perang Sunriezse sebanyak 21 kali tanda penghormatan Bangsa
Australia pada Bangsa Indonesia. Ada
berita dari Andi Azikin, Letnan John Van Boon meminta pada Kapten Ceiger agar
tembakan dari kapal Perang Sunriezse diratakan ke Kolaka, Kapten Ceiger menolak
sehingga antara Kapten Ceiger dan Letnan John Van Boon timbul ketidak serasian
dalam tugas sebagai Tentara Sekutu. Setelah perundingan antara Tentara Sekutu/Australia
dengan Pemerintah RI. Kolaka, maka pemerintah
dan pemuda Kolaka merasa berada dalam Daerah Defacto dan Dejure Wilayah RI Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pada tanggal 14 Desember
1945, Wakil Datu Luwu dan Wakil Barisan
PRI (Pemuda Republik Indonesia) sebanyak 5 orang (Andi Ahmad, dkk),
ke Kolaka meninjau keadaan setelah terjadi Pertempuran 19 Nopember 1945, dan menyampaikan ucapan
selamat dari Datu dan Rakyat Luwu atas keberhasilan yang dicapai
Pemerintah RI. Kolaka dalam perundingan dengan Tentara Sekutu/Australia. Selain itu Andi Ahmad memberitakan adanya
perubahan Organisasi di Luwu, dari Barisan Soekarno Muda menjadi Barisan PRI
(Pemuda Republik Indonesia) yang berjuang secara diplomasi dan revolusi untuk
merangkul semua rakyat prokemerdekaan. Di Kolaka telah terbentuk
beberapa organisasi perjuangan bersenjata, yaitu:
1.
Barisan PETA (Pembela Tanah Air)
2.
Barisan API (Angkatan Pemuda Indonesia)
3.
Barisan PI (Polisi Istimewa)
4.
Barisan PKR (Pembela Kedaulatan Rakyat)
5.
Barisan BBM (Barisan Berani Mati)
Organisasi tersebut dianggap cukup, yang diperlukan
organisasi menggalang pemuda dan masyarakat republik-ken pendukung perjuangan
bersenjata dan Pemerintah RI Kolaka.
Pada tanggal 17 Desember 1945, setelah upacara pengibaran Bendera Merah
Putih yang diiringi lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Andi Kasim selaku Kepala Pemerintah RI. Kolaka, mengumumkan terbentuknya organisasi PRI
(Pemuda Republik Indonesia), dengan struktur:
Ketua : Andi Kamaruddin (Jurutulis Kepala Distrik Kolaka).
Sekertaris :
Ch Pingak (Kepala
Sekolah Dasar Kolaka).
Pada tanggal 1 Januari 1946, pukul 12. 00 ada 1 Pelaton Tentara NICA
dipimpin Sersan Sambur dari Kendari menyerobot masuk ke Kolaka. Tentara NICA
(Terdiri Bangsa Indonesia) mengunjungi rumah-rumah Orang Nasrani, bersiarah
dalam rangka tahun baru 1 Januari 1949. Orang-orang Nasrani umumnya bekas
pegawai Pemerintah Hindia Belanda telah menjadi pegawai Pemerintah RI. Daerah
Kolaka. Kunjungan Tentara NICA mendatangkan perpecahan dan saling
curiga-mencurigai, sesama Rakyat Kolaka.
Pada tanggal 17 Januari 1946,
sementara Bendera Merah Putih berkibar di rumah-rumah penduduk, kembali Tentara NICA yang dipimpin Sersan
Sambur melakukan
pengacauan:
1.
Seorang janda setengah tua, memasang bendera Merah Putih
di depan rumahnya, tiba-tiba Tentara
NICA singgah di rumah itu, langsung mengambil Bendera Merah Putih dan
merobek-robek untuk dijadikan lap sepatu, sang janda melawan dan memaki-maki
Tentara NICA dengan ucapan “Tentara Kafir”.
2.
Di pasar Kolaka, seorang Anggota Polisi Pemerintah RI
(Tamboli) dirampas jam tangan merek Seiko oleh Tentara NICA dan menyuruh sang
polisi itu, memakan lambang Merah Putih yang melekat di dada bajunya.
3.
Lappase bekas anggota Heiho sementara memegang dopis
granat, tiba-tiba ditangkap Tentara NICA
4.
H. Abdul Wahid,
dkk lolos dari sergapan dan tembakan beruntun Tentara NICA di Km 5 dari
Kolaka.
5.
Mertua M. Yoseph
dan beberapa bekas KNIL dipukul sampai berdarah-darah oleh Tentara NICA.
Adanya gerakan-gerakan Tentara NICA di
Daerah Kolaka, Pemerintah dan Pejuang bersenjata RI. sepakat untuk menghajar
Tentara NICA bila memasuki Kolaka. Pada
tanggal 30 Januari 1946, Andi Tenriajeng dengan pengawalnya dari
Palopo ke Kolaka untuk
memberitakan kepada Andi Kasim dan Andi Punna bahwa tanggal 23 januari 1946 Barisan PRI (Pemuda Republik
Indonesia) Palopo dibantu pemuda ”Kipas Hitam” Lasu-sua Kolaka Utara, menyerang Tentara NICA yang menduduki Kota
Palopo. Datu Luwu dan keluarganya
meninggalkan Kota Palopo menuju Benteng Batu Putih di Pakue Kolaka Utara. Kota Palopo
dikuasai Tentara NICA.
Pada tanggal 3 Januari 1946, Distrik Rate-rate dikepalai Lapae Daeng
Makkatutu merupakan daerah rawan dan terancam serangan Tentara NICA dari Kota
Kendari. Satu Pelaton API dipimpin Nur
Latamoro dibantu Nasir (bekas anggota Heiho) dan seorang mantan Angkatan Udara Tentara
Jepang dari lapangan Ambepua Kendari, untuk membantu pertahanan Wilayah RI.
Kolaka dari gangguan Tentara NICA, diperbantukan 2 regu PKR Pos Distrik
Rate-rate. Pos I dari jurusan Kendari dipimpin Sersan Soejiman
dibantu H. Malla, Pos II dari jurusan Poli-Polia dipimpin Konggoasa Latambaga
dibantu Sarullah (mantan
Heho). Beberapa Barisan berkumpul di Kolaka dan sepakat untuk menggempur
Tentara NICA bila memasuki Daerah RI Kolaka. Tempat pertempuran Daerah Distrik
Rate-rate.
Barisan yang berangkat ke Daerah
Pertempuran:
1.
Barisan BBM dipimpin Andi Punna
2.
Barisan PKR dipimpin Haji Abdul Wahid
3.
Barisan PI dipimpin Abdul Kadir Bangsa
4.
Barisan Kipas Hitam Lasusua dipimpin Badewi
5.
Barisan Mantan KNIL dipimpin Ohyver
6.
Andi Tenriajeng dan Pengawalnya.
Enam mobil truk toyota menganggkut pejuang
bersenjata dari Kolaka ke Rate-rate, bergabung degan pemuda pejuang yang telah
menunggu kedatangan Tentara NICA yang sering masuk tiba-tiba dari Kota
Kendari. Ada berita di Kampung Awoliti
Lambuya, bahkan
1 pelaton
Tentara NICA sementara berada di pos persimpangan jalan. Barisan pemuda bersenjata sepakat untuk menyergap
Tentara NICA di Kampung Awoliti, setelah pejuang sampai di Awoliti Tentara NICA
sudah mundur ke Wawatobi. Para pemuda pejung masuk ke Wawatobi. Asrama bekas
Tentara Jepang yang ditempati Tentara NICA di Wawatobi kosong, Tentara NICA
mundur ke Kandari. Pemuda bersenjata
hendak melanjutkan gerakannya ke Kota Kendari untuk menyerang Tentara NICA di
Kota Kendari. Goco Ninomia (Sersan
Nenomia yang bersahabat pemuda pejuang, pembantu Tokke Tai di Pomalaa)
menasehatkan untuk tidak melanjutkan gerakan ke Kota Kendari.
Pada tanggal 8 Pebruari 1946, aparat pemerintah dan pejuang bersenjata yang
mempertahankan Kolaka berada di Kampung Mangolo. Pasukan BBM dari pertahanaan
Km7 Kampung Baru mundur ke Kampung Tahoa dan naik perahu ke Kampung Mangolo
tanpa melakukan perlawanan yang berarti. Andi Kasim juga berangkat ke Kampung Mangolo menunggu
Kapten Kabasima dkk dari Pomalaa. Pada pukul 18. 00 Kapten Kabasima tiba di
Kampung Mangolo naik perahu dari Pomalaa, Kapten Kabasima langsung bergabung
dengan Andi Kasim dikawal 1 Pelaton
BBM. Kapten Kabasima (Haji Mansyur) didampingi oleh seorang pemuda bernama
Pakalu yang menjadi ajudannya. Pada
tanggal 17 Pebruari 1946, 1 regu pasukan PKR dikeluarkan dari Tawanan
kemudian dibawah ke Mowewe untuk ditembak mati oleh Tentara NICA.
Pada tanggal 13 April 1946, Tentara NICA mengambil 10 tawanan di penjara
Kolaka. Sewaktu Tentara NICA beroperasi di Kampung Ranteangin, Daeng Parani
penghubung pejuang dari Pulau Jawa (Tegal) ditangkap Tentara NICA. Daeng Parani diikat bersama 10 tawanan dari
Penjara Kolaka. Setelah Tentara NICA berada di Kampung Lambai Tentara NICA
mengadakan sidang pengadilan SOB (Staat Van Oorlogen Beleg) Hukum Keadaan Perang. Sidang pertama diperhadapkan
Daeng Parani dengan tuduhan penghubung TRI (Tentara Republik Indonesia) Pulau
Jawa dengan pemuda pejuang bersenjata Kolaka. Sidang memutuskan Daeng Parani
dihukum tembak mati. Secara rileks Daeng
Parani berdiri melompat hendak merampas senjata Lee Kopral Hendrik Parayo
Komandan juru tembak. Andai kata Daeng
Parani tidak terikat, pasti mencederai Tentara NICA. Daeng Parani ditembak mati
di Kampung Lawekara. Sidang kedua
diperhadapkan Opu Topatampanangi dengan tuduhan Anggota BPR (Badan Penimbang
Revolusi) Daerah Kolaka. Keputusan sidang Opu Topatampanangi dihukum tembak mati. Sebelum Opu Topatampanangi ditembak mati, timbul dialog antara
Kapten Abeyn dengan Opu Topatampanangi.
(KA) Apakah tuan Opu Topatampanangi mau minum teh, susu atau kopi susu?
(OT) Tidak
(KA) Apakah tuan Opu Topatampanangi mau ketemu
istri dan anak?
(OT) Tidak
(KA) Tuan mau apa?
(OT) Saya minta diberi kesempatan mengambil air
wudhu dan shalat 2 rakaat.
(KA) Apalagi permintaan tuan?
(OT) Kalau
saya mau ditembak mati mata saya jangan ditutup, dan ditembak dari depan,
supaya saya melihat siapa yang menembak saya, karena pasti saya akan tuntut di
hadapan Allah.
Seluruh permintaan Opu Topatampanangi dikabulkan Kapten Abeyn,
selanjutnya Opu Topatampanangi ditembak mati di Kampung Lawekara (berdekatan
Daeng Parani). Sidang ketiga diperhadapkan Supu Rate-rate dengan tuduhan Kepala
Perbekalan Pemerintah RI. Distrik
Rate-rate. Sebelum sidang memutuskan, Kapten Abeyn berdiri dan berdialog dengan
Supu Rate-rate yang dalam keadaan terikat dan telah disiksa oleh Tentara
Belanda (sekujur badan dan muka bengkak-bengkak).
(KA) Apakah benar tuan bernama Supu Rate-rate?
(SR) Mengangguk (tanpa kata-kata karena mulut
bengkak).
(KA) Tuan
Supu Rate-rate kenal Kapten Antonio sekarang Mayor Antonio?
(SR) Menggeleng dan menjawab lupa.
(KA) Coba
Tuan ingat baik-baik, Kapten Antonio sewaktu diburuh Tentara Jepang dari
Kendari, tuan bantu dan selamatkan Kapten Antonio dengan pasukannya.
(SR) Barang kali Tuan besar” (Supu Rate-rate mulai
sadar dan ingat setelah tali pengikat dilepas diberi kopi susu dan roti oleh
Sersan Mayor Yang Karowan (pembela).
(KA) Ini
orang Tuan Supu Rate-rate harus ditolong dan diselamatkan, sesuai permintaan
Mayor Antonio Supu Rate-rate bebas penuh.
Sidang keempat diperhadapkan Indumo Daeng
Makkalu Kepala Distrik Kolaka dan Kepala Perbekalan Pemerintah RI Kolaka.
Sebelum sidang SOB memutuskan, Supu Rate-rate bersemangat berdiri dihadapan
Kapten Abeyn. Supu Rate-rate bertanya pada Kapten Abeyn, apakah
saya bisa bicara tuan besar?
(KA)
Ya’Ya’Ya’ tuan Supu Rate-rate orang baik pada Komponi Belanda.
(SR) Indumo Daeng Makkalu sudah 25 tahun bekerja
pada Pemerintah Hindia Belanda tidak pernah bikin kesalahan, sewaktu
pemberontakan Merah Putih tidak pernah bikin kejahatan.
Pada tanggal 17 April 1946, Datu Luwu Andi Jemma sudah lama berada di
Benteng Batu Putih, memanggil Andi Kasim
dan Kapten Kabasima ke Benteng
Batu Putih. Setelah uapacara Pengibaran Bendera Merah Putih yang diiringi Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya, diumumkan terbentuknya PKR (Pembela Keamanan
Rakyat). Kapten Kabasima diangkat penasehat dan pengatur siasat pertahanan dan
pertempuran PKR. Komandan PKR Andi Tenriajeng wakil M. Yoseph, pada tanggal
21 April 1946, Istri Andi Kasim (Andi Abeng sekeluarga)
ditangkap Tentara NICA di Kampung Mala-Mala Kolaka Utara, Andi Abeng sekeluarga
ditawan dalam penjara Kolaka. Pada
tanggal 27 April 1946, Kapten Kabasima berpendapat bahwa Kolaka
harus direbut dan pada pukul 05.00 Kolaka diserang PKR dan berhasil dikuasai
selama 6 jam (dari pukul 06. 00 s/d 12. 00).
Serangan ini dinamakan Serangan Malam Jum’at atau Serangan Fajar dan
Serangan 6 jam di Kolaka. serangan 27 April 1946. Pihak pejuang bersenjata merebut beberapa
pucuk senjata dan 1 bren serta membunuh beberapa orang Tentara NICA antara lain
Sersan Sambur Komandan MP (Meliter Polisi) Sektor Kolaka. Setelah ada bantuan
dari Kota Kendari dan Pomalaa. Kolaka ditinggalkan pejuang bersenjata, Kolaka
dikuasai Tentara NICA kembali. Beberapa anggota BBM (Barisan Berani Mati)
luka-luka akibat pecahan Granat, dan seorang Anggota pemuda Wawo (Muh. Ali)
luka parah bagian dada. Kemudian 2 (dua) Anggota BBM (Baco Putiri dan Sarullah)
ketiduran disergap rakyat Laloeha yang dipimpin Lahole Kepala Kampung
Laloeha. Pada tanggal 29 April 1946, Baco Puttiri dan Sarullah (Anggota BBM)
disiksa dipaksa untuk menunjukkan tempat Konsolidasi Pejuang bersenjata Kolaka.
Kampung Pobiau sebagai Markas dan tempat Konsolidasi pejuang bersenjata,
diserbu Tentara NICA. Paskan pemuda bersenjata kocar-kacir setelah diserang
Tentara NICA. Terbatasnya persediaan makanan dan kurangnya amunisi, sehingga
beberapa anggota pasukan pejuang bersenjata menyerah setelah terjadi
pertempuran, M. Yoseph dan Andi Kamaruddin Ketua PRI Kolaka tertangkap dan
ditawan.
Pada bulan Mei 1946, sebagian anggota PKR Luwu dan Kolaka,
mengadakan gerakan operasi di daerah Palopo-Malili dan sebagian ke Daerah Kolaka. Sebagian Anggota
PKR berjaga-jaga didepan Benteng Batu Putih.
Andi Kasim dan Kapten
Kabasima meninggalkan Benteng Batu Putih, ada perasaan tidak senang atau
gelisah tinggal dalam Benteng Batu Putih. Tentara NICA menyerang masuk ke
Benteng Batu Putih melalui jalan belakang Benteng. Datu Luwu dan keluarganya serta rakyat
pengikut Datu Luwu tertangkap selanjutnya ditawan di Kolaka kemudian di bawa ke
Palopo. Benteng Batu Putih jatuh. Pasukan
PKR Kolaka dan PKR Luwu kocar-kacir kekurangan persediaan makanan, obat-obatan
dan mesiu.
Andi
Tenriajeng dan pasukannya tertangkap bersama beberapa pasukan PKR Kolaka, Haji
Abdul Wahid lolos meninggalkan Daerah Kolaka ke Sulawesi Selatan. Sebagian kelompok-kelompok
kecil pejuang bersenjata di Daerah Kolaka melakukan perjuangan bergerilya,
seperti:
1.
Konggoasa Latambaga dengan pasukannya.
2.
Muh Nur Latamoro dengan pasukannya.
3.
Supu Aip (Muh. Yusuf) dengan pasukannya.
4.
Andi Punna dengan Pasukannya.
5.
Andi Kasim bersama Kapten Kabasima
bergerak berpindah-pindah dengan pengawalnya.
Gerakan
Pejuang bersenjata tambah sempit dan terjepit, dan mundur setelah melalui
pertempuran yang tidak seimbang, akhirnya beberapa pasukan gugur dan menyerah
akibat kekurangan dan terdesak serta bujukan kaki tangan Tentara NICA bahwa NIT
(Negara Indonesia Timur) akan terbentuk.
Tentara-Tentara Jepang yang ikut dalam perjuangan bersenjata lebih baik
mati bertempur atau bunuh diri dari pada menyerah pada Tentara NICA. Kapten
Kabasima gugur di Kampung Lada Kolaka Utara. Semua anggota pemerintah dan
pejuang bersenjata Kolaka menyerah, terkecuali Andi Punna berusaha meninggalkan
daerah Kolaka ke Sulawesi Selatan melanjutkan Perjuangan Bersenjata
(Bergerilya) di Daerah Jeneponto dan Daerah Enrekang bergabung pejuang
bersenjata Massenreng Pulu-Cakke yang dipimpin Andi Sose.
Pada bulan Juni 1946, Andi Punna pimpinan BBM dibantu Abu Baeda dan
Bakil Dahlan mengkoordinir 1 regu pemuda bersenjata untuk ke Sulawesi Selatan dengan naik perahu
Lambo (Perahu Bugis) ukuran 7 ton, Andi
Punna bersama 4 awak perahu meninggalkan Dusun Donggala Tamboli Kolaka Utara
menuju Sulawesi Selatan. Perahu Lambo yang digunakan Andi Punna rapat di
kampung Mare Bone, tiba-tiba keempat
anak perahu menghilang (meninggalkan) perahu tanpa izin. Andi Punna khawatir, jangan sampai
perjalanannya bocor. Selanjutnya Andi Punna, dkk selanjutnya berlayar tanpa anak perahu
dan perlengkapan (kompas dan makanan/air minum), mereka merencanakan mendarat di Daerah
Polongbangkeng Jeneponto. Ombak besar
sulit merapat dipinggir pantai yang mereka tidak kenal situasi pantainya. Mereka berlayar terus lebih kurang 15 hari 15
malam sampai di Pulau Jawa, mendarat di
kampung Saloke-Rembang Jawa Timur, ke Jogyakarta menemui Letkol Kahar Muzakkar.
PKR Kolaka mengadakan konsolidasi
dalam pengunduran diri menuju ke Kolaka Utara (di Distrik Patampanua). Pada
saat itu Andi Jemma Datu Luwu dan
Anggota Hadatnya beserta keluarga serta para pimpinan PRI/PKR Luwu telah pula
mengundurkan diri dari Palopo ke I.atowu (Distrik Patampanua). Palopo ibukota
Kerajaan Luwu telah diduduki NICA sebelum Kolaka direbut.
Pada tanggal 28 Pebruari 1946
Pemerintah dan pimpinan PKR Luwu mengadakan rapat dengan Pemerintah dan
Pimpinan PKR Kolaka di Latowu yang dipimpin langsung oleh Datu Luwu Andi Jemma. Dari pertemuan ini
dihasilkan kesepakatan, yaitu: (1) Latowu menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia
di Luwu, (2) Badan Pemerintahan terdiri dari Anggota Hadat Kerajaan Luwu dengan nama Pusat Keselamatan
Rakyal (PKR), (3) Untuk mendukung Pusat Keselamatan Rakyat dibentuk badan
gabungan operasi bersama yang intinya terdiri dari dua kelasykaran yang berasal
dari Luwu dan Kolaka yang diberi nama Pembela Keselamatan Rakyat (PKR), (4)
Markas ditetapkan di Benteng Batu Putih lebih kurang 3 km ke hulu Sungai
Latowu.
Pusat Keselamatan Rakyat
merupakan badan pemerintahan dan perwujudan dari KNI. Pusat Keselamatan Rakyat
Sulawesi dibentuk pertama kali oleh Gubernur Sulawesi yang pertama Dr. Ratulangi. Cabangnya
dibentuk di daerah-daerah, diantaranya: di Luwu dengan anggotanya, yaitu: (1)
Andi Kaso, (2) Andi Pangerang, (3) Andi Mappanyompa, dan (4) Andi Hamid. Mereka
ini adalah anggota Kabinet dari Kerajaan Luwu.
Sesudah rapat penggabungan di
Latowu, maka susunan Pusat Keselamatan Rakyat adalah sebagai berikut:
1.
Andi Kaso (Opu Patunru-Petor Besar Luwu) sebagai ketua.
2.
Andi Mappanyompa (Opu Tomarilalang), anggota untuk Urusan
Pemerintahan.
3.
Andi Pangerang (Opu Pabbicara), anggota untuk Urusan
Kehakiman/Kesejahteraan.
4.
Andi Hamid (Opu Balirante), anggota untuk urusan
seberang.
5.
Andi Kasim (Kepala Pemerintahan
Kolaka), anggota untuk Urusan Ekonomi/Keuangan.
PKR (Pembela Keselamatan Rakyat)
yang dibentuk pada tanggal 1 Maret 1946 di Latowu, susunan pengurusnya sebagai
berikut:
1 . M-
Jusuf Arif Kepela Staf
(Ketua)
2 Andi
Akhmad Wakil Kepala
Staf (Wakil Ketua)
3. M.
Sudarman Anggota
(Sekretaris I)
4 Ch.
Pingak Anggota
(Sekretaris II)
5. Hasjim
Pangerang Anggota (Keuangan)
6. M.
Arsyad Anggota
(Penghubung)
7. Mahmud
Dg Silasa Anggota (Perbekalan)
8. Andi
Tenriajeng Anggota
(Pertahanan dan Keamanan)
Bagian bagian:
1. M Sudarman Kepala
Sekretariat
2. Ch. Pingak Wakil
3. Hamzah Pangerang Kepala Persenjataan
4. Andi
Mutakallimun Wakil
5. Hasim
Pangerang Kepala Perlengkapan
6. H. Abd.
Wahid Rahim Perlengkapan
7. W.
Sumilat Kepala Kesehatan/Palang Merah
8. B. Guluh Kesehatan
9. M.
Landau Dg, Mabbata Kepala
Kepolisian/Ketentaraan (PKT)
10 M. Radhi
Tohatemma Wakil
11. M.
Sanusi Dg. Mattata Kepala Penerangan/Juru
Bicara
12. Supu
Jusuf Wakil
13. Andi
Pangajoang Perhubungan
14. Mansyur
(Kabasima Taico) Penasihat
Kelasykaran
Pimpinan Harian PKT, yaitu:
1. Abdul Kadir Tokia
2. M.R. Salampessy
3. Paddare
4. M. Jafar.
Penerjang (Panglima):
1. Andi Tenriajeng Kepala
2. Mustafa Wakil
3. Mustafa BS
I Komandan
4. A. Baso Rahim BS
II Komandan
Barisan Berani Mati, yaitu:
1. S.S. Mahmud Komandan
2. Patang Wakil (Bhurhanuddin, 1980: 63).
Pada tanggal 2 April 1946
sepasukan NICA menggempur Lasusua terletak di sebelah selatan dari Latou.
Perlawanan dari pihak PKR dipimpin oleh M. Jasir, Badewi, Muhiddin, dan
Konggoasa. Karena persenjataan NICA lebih kuat, maka PKR terpaksa mundur dari Lasusua
dengan meninggalkan beberapa orang anggota PKR yang gugur, semntara NICA
melakukan perampokan dan membakaran di Lasusua, kemudian ditinggalkan lagi.
Patut dicatat bahwa pasukan atau
kompi PKR disemua tempat hanya terdiri dari pemuda dan rakyat, umumnya mereka
tidak mempunyai senjata yang dapat mengimbangi tentara NICA. Mereka hanya
mempunyai beberapa pucuk senjata api, pada umumnya mereka bersenjata tombak,
badik/parang, dan panah. Pasukan yang agak lengkap
persenjataannya adalah pasukan inti di bawah pimpinan Andi Tanriajeng dan
pasukan asal PKR Kolaka yang dipimpin oleh M. Josef. Setelah ekspedisi M. Josef
ke sektor Barat kembali ke Batu Putih, maka atas permintaan Andi Kasim selaku Kepala Pemerintahan Kolaka dan
Pimpinan PKR Kolaka, maka pada 14 April 1946 Pasukan PKR dikirim pula untuk
menggempur NICA di Kota Kolaka dan Pomalaa. Pasukan yang dikirim hanya
berkekuatan 15 pucuk senjata api di bawah pimpinan M. Josef. Supu Jusuf turut
pula dalam pasukan penggempur posisi NICA di Kolaka.
Pasukan penggempur yang terdiri
dari PKR Kolaka, agak mengecewakan Andi
Kasim karena terhadap pucuk pimpinan PKR. M. Josef dan anggota PKR Kolaka
telah diperintahkan memasuki sektor Barat untuk menggempur NICA, malahan ada di
antara anggotanya yang gugur di daerah itu. Andi Kasim tidak puas,
karena merasa sewajarnyalah serangan ke Kolaka mendapat bantuan dari PKR Luwu.
Rupanya keadaan ini turut pula dirasakan oleh M. Josef sebagai pimpinan
pertempuran. Dengan kekuatan yang makin besar di perjalanan menuju Kolaka,
sampai mencapai 400 orang, PKR Kolaka bertekad untuk menyerang Kolaka walaupun
kekuatan senjata api amat terbatas.
Pada tanggal 21 April 1946 subuh
dengan pecahan pasukan atas 4 kelompok menurut sasaran yang telah ditetapkan
Kota Kolaka digempur dan berhasil dikuasai oleh PKR selama 6 jam. Dari pihak
PKR gugur seorang pasukan panah, sedangkan di pihak NICA gugur diantaranya
Komandan MP. Beberapa orang polisi dan kaki tangan NICA berhasil ditangkap oleh
PKR dan merampas beberapa pucuk senjata api termasuk bren dengan pelurunya
(Bhurhanuddin, 1980: 69).
Maksud gempuran PKR ke Kolaka
untuk menunjukkan bahwa PKR masih ada dan mampu untuk merebut kembali Kota
Kolaka. Setelah serangan dianggap berhasil maka pasukan kembali meninggalkan
Kolaka menuju ke Utara,
kecuali satu .regu yang langsung dipimpin oleh M. Josef dan W. Billibao masih
tinggal di selatan Kolaka.
PKR Kolaka yang menuju ke utara
mendapati markas di Puuwiau yang dipimpin oleh Sarilawang telah diserang dan
dibakar oleh patroli NICA pada tanggal 24 April 1946. Pasukan PKR terus
menyusur pantai ke utara dan bermarkas di Lapao-pao dekat Lasusua dan berpindah
tempat sesuai dengan strategi dan persediaan makanan. Rupanya ketegangan antara
Andi Kasim dan pucuk pimpinan PKR di
Batu Putih sudah meninggi sehingga pasukan PKR Kolaka tidak langsung bergabung
ke Benteng Batu Putih. Andi Kasim
kemudian secara resmi meninggalkan Batu Putih.
Perpecahan ini terjadi pada
sekitar pertengahan bulan Mei 1946. Dengan demikian pasukan PKR Kolaka dengan
usaha sendiri berusaha menggempur musuh pada setiap kesempatan. Supu Jusuf dan
Konggoasa dengan pasukan kecil mengadakan operasi penghadangan terhadap NICA di jalan poros Kendari-Kolaka.
M. Josef setelah menggempur
Kolaka untuk menyerang Pomalaa bertemu dengan patroli NICA di Huko-Huko (dekat
Pomalaa) pada tanggal 4 Mei 1946, segera terjadi pertempuran sengit. Dalam
pertempuran pasukan M. Josef dua orang gugur yaitu Daeng Parukka dan Bolala.
Karena kehabisan peluru, maka
M. Josef dan W. Billibao dapat ditangkap oleh NICA. Setelah tertangkapnya Josef maka Kolaka
telah kehilangan seorang pimpinan pertempuran yang berani dan berpengalaman.
Sebenamya Kolaka telah pemah
mengalami serangan dari PKR yaitu pada tanggal 10 April 1946 yang ditakukan
oleh M. Ali. Kamry beserta beberapa orang pengikutnya dari Wawo. Dalam serangan
malam itu dapat ditewaskan beberapa orang musuh, tetapi Ali Kamry juga
tertembak patah tulang rusuknya namun dapat diselamatkan.
Setelah gempuran Kolaka itu, maka
patroli NICA diarahkan dengan ketat ke arah sebelah utara Kolaka. Markas PKR
Kolaka yang berpindah-pindah antara Puuwiau, Tomboli dan Lapao-pao selalu
dihadang oleh Patroli NICA.
Pada tanggal 21 Mei 1946 markas Puuwiau kembali diserang dengan tiba-tiba ada beberapa pucuk senjata PKR
hilang dan beberapa orang pasukan gugur dan ditawan Belanda.
Selanjutnya tekanan ke pusat
Benteng Batu Putih diperketat. Pada 31 Mei 1946 datang laporan ke Benteng Batu
Putih yang menyatakan
bahwa:
1.
Di pantai Latuo (sebelah Barat) telah berlabuh sebuah
kapal perang Belanda, tetapi pasukan belum didaratkan.
2.
Di Lelewawo (sebelah utara Latou) terlihat pasukan NICA
di perahu sedang bergerak ke Latou.
3.
Di Pakue (sebelah selatan Latou) pasukan NICA telah
mendarat, membakar rumah, dan penduduk
menyingkir, selanjutnya NICA telah membuat pos di daerah itu.
4.
Pesawat udara selalu mengintai dari udara dan sering
terbang rendah di atas benteng Batu Putih.
5.
Laporan terakhir menyatakan bahwa pasukan NICA telah
mendarat dan berpos di Latou (Bhurhanuddin, 1980: 70).
Dari keadaan ini telah dipastikan bahwa benteng Batu
Putih telah diketahui musuh sebagai markas PKR dan tempat persembunyian Datu
Luwu dan pengikutnya. Kondisi ini telah diduga sebelumnya
sehingga telah direncanakan oleh pimpman pemerintahan dan PKR untuk mencari markas baru. Rencana ini belum dapat
dilaksanakan karena musuh telah berada di depan benteng yang siap untuk
menggempur.
Setelah keadaan dianalisa, maka
kubu pertahanan di depan benteng diperkuat dan persediaan makanan diusahakan sebanyak
mungkin dalam waktu sesingkat-singkatnya. Pimpinap PKR masih tetap yakin bahwa
Benteng Batu Putih dapat dipertahankan. Satu-satunya jalan untuk merebut
benteng adalah dari depan, sedangkan arah kiri/kanan dan belakang sangat sulit
karena dinding batu alam yang terjal yang sulit ditembus oleh manusia. Segenap pasukan PKR
dengan kekuatannya di bawah pimpinan panglima pertempuran A. Tenriajeng
ditempatkan di depan benteng yang menghadap ke barat menuju arah Latou. Di bagian belakang
hanya ditempatkan beberapa orang bersenjata tajam sekedar sehagai penjaga.
Rupanya atas penyelidikan Belanda diketahui bahwa memasuki benteng dari depan
adalah tidak mungkin, maka diputuskan untuk menduduki benteng dari arah
belakang. Informasi ini diperoleh NICA melalui pengamtan dari udara dan dari
anggota PKR Kolaka yang ditawan antaranya M. Josef, selanjutnya M. Josef dengan tangan
dibelenggu dipaksa sebagai penunjuk jalan dengan melintasi hutan dan gunung
menuju arah belakang benteng.
Pasukan NICA yang menyerang
Benteng Batu Putih adalah pasukan dari Kendari di bawah pimpinan Letnan Venick
dengan bantuan cadangan dari tentara NICA dari Palopo (Luwu) dibawah pimpinan Letnan Tupang.
Pada subuh hari tanggal 2 Juni
1946 pada
jam 09.00 pagi pasukan Letnan Venick mulai menuruni tebing-tebing batu di bagian belakang
Benteng Batu Putih, tanpa disadari seluruh penghuni benteng
termasuk Datu Luwu ditawan oleh Belanda. Setelah itu, pasukan PKR yang berada
di depan henteng diberi tahu. Setelah Andi Tanriajeng panglima pertemputan mendengar
kabar tersebut dengan segera mengundurkan pasukannya ke arah selatan secara
bergelombang dan berkonsolidasi di sekitar Lanipa serta berusaha untuk
bergabung kembali dengan pasukan PKR Kolaka untuk secara bersama melanjutkan
perlawanan menghadapi musuh. Datu Luwu bersama permaisurinya pada 3 Juni 1946
di bawa ke Palopo, sedangkan tawanan lain diantaranya 100 orang wanita
diangkut melalui laut ke Kolaka. Andi Tanriajeng yang mengkonsolidasikan pasukan PKR di Lanipa, tetapi pada tanggal 10 Juni 1946
didatangi oleh suatu delegasi membawa surat ancaman yang amat berat baginya.
Demi keselamatan Datu Luwu dan seluruh pimpinan serta keluarga yang tertawan, maka Andi Tanriajeng bersama pasukan PKR menyerah pada
tentara NlCA.
Namun demikian perjuangan PKR
Kolaka masih terus di bawah pimpinan Andi
Kasim di samping pasukan 6 kampung (Wawo, Wolo, Waimenda, Ranteangin, Pohu dan
Lambai) di bawah pimpinan M.Ali Kamry dan Majid Junus. Selain itu Supu Jusuf
dan Konggoasa dengan pengikutnya masih bertekad untuk melanjutkan perjuangan.
Dapat dikatakan bahwa pada saat itu daerah "de facto" RI di Sulawesi
Tenggara hanyalah ke enam kampung tersebut di atas.
Sesudah penyerahan Andi Tanriajeng, yang amat
mengecewakan PKR Kolaka, maka
pada tanggal 12 Juni 1946 M. Ali Kamry dan Andi Kasim mengadakan konsolidasi dan
bertekad untuk melanjutkan perjuangan. Andi Kasim pada saat itu bersikap sebagai, pemimpin pasukan
dari pada sebagai Kepala Pemerintahan. Di dalam pasukan Andi Kasim termasuk pula Sarilawang, H. Wahid, Baso Umar dan 2
orang bekas Tentara Jepang yaitu Masyur (Kabasima Taico) dan Sukri.
Pada tanggal 3 Juli 1946 Andi Kasim kembali menyerang Kolaka
dengan pasukannya, tetapi serangan ini tidak berhasil, selanjutnya Andi Kasim tertangkap, Sarilawang
menyerah dengan brengnnya, sedangkan Abdul Wahid dan Baso Umar menyelamatkan diri. Kedua orang
Jepang yaitu Mansyur dan Sukri lari masuk hutan, kemudian bergabung dengan M. Ali Kamry di Wawo, Andi Punna dan kawan-kawan
(Abu Baeda, Sampe dan lain-lain) lari dengan perahu ke Sulawesi Selatan, kemudian melanjutkan perjuangab di Jawa. Setelah tertangkapnya Andi Kasim, maka perjuangan diteruskan
oleh M. Ali Kamry, Majid Yunus dan kawan-kawan di samping adanya Supu Jusuf dan Konggoasa.
Dalam siasatnya M. Ali Kamry dan
Majid Yunus membuat kubu-kubu pertahanan yang sukar didapati oleh NICA, namun
setelah kekuasaan NICA semakin mantap keduanya membolehkan rakyat meninggalkan
kubu-kubu tersebut. M. Ali Kamry dan Majid Yunus sendiri kemudian meninggalkan
kubu-kubu dan berangkat ke Sulawesi Selatan (Makassar) melalui Balanipa
(Sinjai) dan melewati pos-pos pemeriksaan NICA, untuk mencari informasi tentang
perjuangan. Selama mereka berada di Sulawesi Selatan, sempat membantu KERIS
MUDA Balanipa. Dari Balanipa mereka sempat mengirim surat pada. Supu Jusuf dan
Konggoasa di Wawo supaya terus berjuang dan berjanji akan ketemu di Wawo. Supu
Jusuf dan Konggoasa merupakan dwi tunggal perjuangan di Sulawesi Tenggara
khususnya Kolaka Utara yang tetap mengobarkan perjuangan selama keberangkatan
M. Ali Kamry dan Majid Yunus. Mereka dengan setia menderita di hutan-hutan dan
mengadakan sergapan atau penghadangan di mana ada kesempatan. Keadaan ini
berlangsung sampai terbentuknya NIT pada 24 Desember 1946.
C. Perjuangan Setelah Terbentuknya
NIT (1947-1949)
Pada saat berdirinya NIT tanggal 24 Desember 1946
perlawanan para pejuang kemerdekaan di Sulawesi Tenggara telah dapat
dilumpuhkan oleh Belanda. Sebagian besar pemimpin perjuangan telah dapat ditawan
oleh Belanda. Pada saat jatuhnya benteng Batu Putih hampir semua.pimpinan utama
PKR ditangkap Belanda, malah sebelumnya
yaitu pada bulan Mei 1946 M. Josef, panglima pertempuran PKR Kolaka telah
tertangkap dalam pertempuran Huko-Huko dekat Pomalaa. Andi Kasim Kepala Pemerintahan RI di Kolaka dan kawan-kawannya
berhasil dilumpuhkan, dan tertangkap pada tanggal 19 Juli 1946 dalam usahanya
menyerang kedudukan NICA di Kolaka.
Sekitar 30 orang pimpinan PKR Luwu dan Kolaka telah ditawan oleh NICA di
Kolaka beserta pejuang lainnya termasuk sekitar 100 orang wanita keluarga
mereka. Demikian banyaknya tawanan NICA di Kolaka sehingga perlu dibuatkan Kamp
khusus terdiri dari 2 barak untuk pria sedangkan tawanan wanita dipisahkan.
Penderitaan dalam tahanan menyebabkan para tawanan banyak yang sakit malah ada
yang meninggal. Makanan amat terbatas dan pelayanan kesehatan hampir tidak ada
disamping keadaan tempat tahanan tidak memenuhi syarat kesehatan.
Pada bulan Desember 1946,
terdapat 16 orang pimpinan PKR
Luwu/Kolaka yang ditawan di Kolaka kemudian dipindahkan ke Penjara Kendari,
yaitu:
1. Andi Kasim
2. M. Sanusi Daeng Mattata
3.
Andi Tanriajeng
4.
Andi Akhmad
5.
M. Yusuf Arif
6.
Andi Muttakalimun
7. Andi Sultani
8.
Rasyid
9.
M. Jufri
10. La Guli
11. Kasim Pangerang
12. Lappase
13. M. Tahrir
14. Ch. Pingak
15. Baso Dg. Pawellang
16. Kadi Tahir
Tokoh PKR Kolaka yang tidak
tertangkap sempat menghindar ke Sulawesi Selatan dan Jawa untuk melanjutkan perjuangannya
adalah:
1.
Edi Sabara (berangkat dari Sulawesi Selatan)
2.
Andi Punna (dari Kolaka)
3.
Hamzah Pangerang (dari Kolaka)
4.
Abu Baeda (dari Kolaka)
5.
Hamid Langkosono
(dari Muna)
6.
Husen Sosidi (dari Muna)
7.
Kamaluddin (dari Buton)
Begitu sulitnya keadaan pada saat
itu ditambah dengan putusnya hubungan dari Jawa dan Sulawesi Selatan, maka menjelang akhir 1946 M. Ali
Kamry dan Majid Yunus memerintahkan rakyat keluar dari persembunyianya.
Senjata-senjata diperintahkan untuk ditanam. Awal tahun 1947 M. Ali Kamry
kembali ke Wawo, sedangkan Mijid Yunus melanjutkan perjuangannya di Sulawesi
Selatan. Pada tanggal 15 Pebruari 1957 M. Ali Kamry bertemu dengan Supu Jusuf
dan Konggoasa di suatu tempat di Pegunungan sekitar Wawo. Dalam pertemuan itu
dibentuklah suatu wadah baru perjuangan kemerdekaan di Sulawesi Tenggara
(khususnya Wawo/Kolaka) dengan nama KRIST yaitu Kebangkitan Rakyat Indonesia
Sulawesi Tenggara dengan pimpinan:
1.
Komando Umum :
M. Ali Kamry
2.
Wakil Komando Umum :
Konggoasa
3.
Kepala Staf Umum :
Supu Jusuf.
Wilayah perjuangan
KRIST yang berpusat di Wawo/Lapao-pao dan sekitamya di Kolaka Utara ini dibagi
atas 3 sektor, yaitu:
1.
Sektor I meliputi wilayah ke arah Barat/Utara sampai
dengan perbatasan Malili, dipimpin oleh M. Ali Kamry.
2.
Sektor II dari Lapao-pao, ke Selatan/Timur sampai ke
Buton, dipimpin oleh Konggoasa.
3.
Sektor III dari Lapao-pao, bagian pegunungan sampai ke
Kendari di pimpinan oleh Supu Jusuf.
Pada setiap sektor disebarkan
kartu anggota KRIST kepada rakyat terutama yang setia kepada perjuangan
kemerdekaan. Tanggal 5 Desember 1947 markas Ali Kamry diserang oleh Patroli NICA
secara tiba-tiba dimana 11 orang inti pasukannya tertangkap, sedangkan Ali
Kamry bersama Ukkas dan Nonci dapat meloloskan diri ke arah pegunungan. Tetapi
pada tanggal 20 Januari 1948 M. Ali Kamry dapat ditangkap oleh NICA di Lanipa.
Pimpinan perjuangan lainnya yaitu
Supu Jusuf dan Konggoasa tetap bergerilya di daerah pegunungan, tetapi taktik terpaksa
diubah karena keadaan. Oleh Supu Jusuf rakyat dibenarkan tunduk pada pemerintah
Belanda asal tetap setia akan kemerdekaan dalam hati dan tidak menjadi mata-mata
NICA.
Pada tanggal 23 September 1948
Supu Jusuf dalam keadaan tak berdaya karena sakit, dapat ditangkap oleh Polisi NICA dan dibawa ke Kolaka seterusnya
ke Palopo,
dan diadili
dan dijatuhi hukuman 3 tahun penjara, Ali Kamry juga diadili pada 14 Pebruari 1948 dan
dijatuhi hukuman 1,5 tahun penjara. Konggoasa dengan beberapa orang pengikutnya
tetap mengembara di pegunungan dan sampai pengakuan kedaulatan tidak pemah
tertangkap oleh Belanda.
Menjelang akhir 1948 pimpinan
perjuangan kemerdekaan Sulawesi Tenggara telah dapat dikuasai sepenuhnya oleh
Belanda dan sebagian besar menjadi penghuni penjara di Bau Bau, Raha, Kendari,
Kolaka, Palopo, Bone dan Makassar. bahkan 5 orang pimpinan PKR Luwu yang
tertangkap di Benteng Batu Putih Kolaka Utara sempat menjadi penghuni penjara
Cipinang di Jakarta kemudian dijatuhi hukumam mati, namun kemudian hukuman mati
mereka diubah menjadi hukuman seumur hidup. Mereka itu adalah: M. Jusuf Arif,
Andi Akhmad, M. Landau Daeng Mabbate, dan M. Jufri (Bhurhanuddin, 1980: 80).
Pada bulan Pebruari 1947, Andi
Kasim, Andi Baco Rahim, M. Yoseph (Anggota PKR Kolaka) diadili oleh Pengadilan Hadat Tinggi
Sulselra yang diketuai oleh Mayor Andi Pabbenteng (Raja Bone). Ketua Hakim Tinggi Sulselra
Mayor Van Lid (Orang Belanda). Setelah sidang dibuka, saat Van Lid akan
mengambil keputusan, beberapa pesakitan bimbang menghadapi pengadilan. Andi Kasim berdiri sambil bertolak
pinggang, hai Andi Baso Rahim dan semua pejuang, jangan takut diadili mati
besok mati hari ini sama saja. Semua pemuda
yang memegang senjata api tanpa izin pemerintah NICA dihukum 4 tahun penjara. Andi Kasim sekeluarga diasingkan keluar
Sulawesi, ia minta diasingkan ke tempat penduduk mayoritas beragama Islam, akan
tetapi Andi Kasim sekeluarga
diasingkan di Ruteng Flores.
D. Situasi Menjelang dan Sesudah Komperensi Meja Bundar
Residensi Sulawesi Selatan
dibubarkan pada tahun 1947 dan diganti dengan Gabungan Pemerintahan Hadat
Sulawesi Selatan yang merupakan kesatuan federasi dari Swapraja yang ada di
Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Hadat Tinggi yang diketuai oleh Andi
Pabenteng Petta Lawa (Raja Bone). Di Sulawesi Tenggara terdapat 4 Swapraja
yaitu Buton, Laiwui ~Kendari), Muna, Mekongga, Pada tanggal 19 Juni 1948 sampai
dengan 5 Juli 1948 suatu pengadilan yang dilakukan oleh Hadat Tinggi di
Watampone (ibu kota kerajaan Bone) dan dipimpin oleh Ketua Hadat Tinggi Andi
Pabenteng telah mengadili raja Luwu Andi Jemma dan anggota kabinet kerajaan
Luwu dan beberapa pimpinan pemuda yang ditawan di Sulawesi Tenggara, yaitu:
1 . Andi Jemma - Raja Luwu
2. Andi Kaso - Opu Patunru -
Petor Besar
3. Andi Mappanyompa - Opu
Tomarilaleng
4. Andi Pangerang - Opu
Pabbicara
5. Andi Kasim - Mincara Ngapa, Kepala Pemerintahan RI di Kolaka
6. Andi Makkulau - Ketua Umum
PRI Luwu
8. M. Sanusi Dg. Mattata -
kepala Penerangan PKR.
Pimpinan Pengadilan
adalah:
1 . Van Leep - Penasihat
2. Andi Pabenteng (Raja Bone)
- Ketua Sidang
3. Hamzah - Panitera
4 . (dari Tenete-Barru) -
anggota
5. (dari Mandar) - anggota
6. Andi Mangkona, Arung Matowa
Wajo - anggota
Putusan pengadilan
adalah sebagai berikut:
1. Andi Jemma, 25 tahun dalam
pengasingan di Ternate
2. Andi Pangerang, 25 tahuh
dalam pengasingan di Bima
3. Andi Kaso, 20 tahun dalam
pengasingan di Tomohon
4. Andi Mappanyompa, 20 tahun dalam pengasingan di
Banda
5. Andi
Kasim, 20 tahun dalam pengasingan di Ruteng/Flores
6. Andi Makkulau, 20 tahun dalam pengasingan di
Morotai
7. Andi Mangile, 5 tahun' penjara .
8. M. Sanusi Dg. Mattata, 10 tahun penjara
(Bhurhanuddin, 1980: 84).
Putusan Pengadilan dari Hadat
Tinggi Sulawesi Selatan dan Tenggara ini nyata sekali adalah keputusan dari
Belanda. Hal ini dilihat dari tempat pengasingan bagi terhukum yaitu di luar dari wilayah kekuasaan Hadat
Tinggi Sulawesi Selatan. Dapat pula dilihat bahwa raja (Kepala Swapraja) di
Sulawesi Selatan saat itu
hanyalah merupakan boneka Belanda. Sebaliknya dengan. bantuan Belanda para raja
dapat mempertahankan kedudukannya, walaupun rakyat banyak menghendaki akan
terwujudnya Indonesia Merdeka.
Konperensi Meja Bundar di Den
Haag yang diadakan pada bulan Desember 1949 yang diikuti oleh 3 delegasi yaitu: Republik
Indonesia, BFO (dimana tergabung dengan delegasi NIT), dan Negeri Belanda telah
menghasilkan Republik Indonesia Serikat. Bagi golongan federalis di NIT hal ini
disambut gembira dengan harapan bahwa NIT akan berkembang lebih mantap,
sedangkan golongan kesatuan (unitaris) menganggapnya sebagai batu loncatan
dalam menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun bagi Bangsa Indonesia
secara keseluruhan bahwa telah ada pengakuan kedaulatan dari Negeri Belanda
sejak 27 Desember 1949. Sebelumnya para pejuang yang memenuhi penjara di
Sulawesi Tenggara termasuk Kolaka dan beberapa di antaranya di Palopo, Bone,
Makassar, bahkan Andi Kasim di Ruteng (Flores), kemudian dilepas menghirup alam kemerdekaan pada bulan Februari 1950, sesuai
surat Kepala Pemerintahan Negeri M’rai
di Ruteng, tanggal 16 Januari 1950. Kebebasan para pejuang ini membawa pengaruh tersendiri
dalam masyarakat khususnya para pemimpin pemerintahan Swapraja. Kegoncangan
politikpun timbul berawal dalam tubuh NIT (Dewan Gabungan Sulawesi Selatan dan
tiap Swapraja). Walaupun Indonesia telah merdeka tetapi pimpinan pemerintahan
masih dipegang oleh tokoh yang pernah tidak menyetujui perjuangan kemerdekaan.
Secara krnonologis jabtan yang
pernah diemban antara lain: (1) Menteri Balesting di Kolaka 1932-1933, (2)
Pallopang di Palopo 1933-1935, (3) Kepala Distrik Walenrang 1935, (4)
Sulewatang Ngapa di Kolaka 1935-1939, (5) Kepala Pemerintahan di Kolaka
1939-1945, (6) Memimpin perjuangan melawan NICA 1945-1946. Setelah keluar dari
penjara, maka Andi Kasim dipercaya
menjadi aparat Pemerintahan Republik Indonesia diantaranya: (1) Patih (Wakil
Bupati) di Palopo 1950-1952, (2) patih di Pare-pare 1952-1953, (3) Kepala
Daerah pare-pare 1956-1957, (4) Bupati Kepala Daerah Pare-pare 1957-1958, (5)
Anggota Konstituante 1958, (6) Kepela Bagian Pemerintahan Umum Kantor Gubernur
Sulawesi Selatan 1960, (7) Bupati Kepala Daerah Tingkat II Luwu 1960-1961.
Setelah purnabakati, jiwa dan
semangat juang tetap terpatrih di dada Andi Kasim sebagai seorang sosok pejuang
sejati, ia memilih hidup sederhana dan sempat menolak pemberian rumah mewah
dari Gubernur Sulawesi Selatan Tenggara. Sampai akhir hayatnya ia tercatat sebagai
penduduk Kota Kendari Sulawesi Tenggara.
Tanda jasa dan penghargaan yang
telah diperolehnya, adalah:
1. Bintang Gerilya sebagai
Pahlawan, dari Presiden RI, tanggal, 10 November 1958.
2. Lencana Cikal Bakal
Tentara Nasional Indonesia, tanggal 29 April 1998.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul-Hamid, Andi. 2007. Mekongga dalam Sejarah. Kendari: Unhalu
Press.
Anonim. 1976. Monografi Daerah Sulawesi Tenggara.
Kendari: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Anonim. 1982. Dokumenta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi
Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara. Kendari: Sekretariat DPRD.
Anonim. 1992. Arsip
DPRD-GR 1961-1992. Kolaka: tidak diterbitkan.
Bhurhanuddin, B. dkk.
1978. Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah
Sulawesi Tenggara. Kendari: Proyek IDKD Depdikbud.
Bhurhanuddin, B. 1977. Sejarah Daerah Sulawesi Tenggara.
Kendari: Proyek Penelitian dan Pencataan Kebudayaan Daerah.
Bhurhanuddin, B. dkk.
1979. Sejarah Masa Revolusi Fisik Daerah
Sulawesi Tenggara. Kendari: Proyek IDKD Depdikbud.
Daeng-Mattata, M. Sanusi. 1962. Luwu dalam Revolusi. Makassar.
Fadillah, Moh. Ali dan
Sumantri, Iwan. 2000. Kedatuan Luwu. Makassar: Lembaga Penerbit
Universitas Hasanuddin.
Hafid, Anwar dkk 2009. Sejarah Daerah Kolaka. Bandung:
Humaniora Utama Press.
Mattata, Sanusi Daeng.
1967. Luwu Dalam Revolusi. Makassar:
Yayasan Pembangunan Asrama Ikatan Palajar Mahasiswa Indonesia Luwu.
Mekuo, J. 1986. Sejarah Lokal Sulawesi Tenggara.
Kendari: FKIP Unhalu.
Mendong, B. 2007. Cuplikan Peristiwa 19 November 1945 di
Kolaka. Kolaka: Universitas 19 November.
More, M. dkk. 2000. Sejarah Perjuangan Pemuda Kolaka dalam
Mewujudkan dan Mempertahankan Kemerdekaan RI 1942-1949. Kolaka: Kerjasama
Pemerintah Kabupaten Kolaka dengan Kantor Departemen Pendidikan Nasional
Kabupaten Kolaka.
Patang, Lahadjdji. 1975. Sulawesi
dan Pahlwan-Pahlawannya. Makassar: Yayasan Kesejahteraan Generasi Muda Indonesia.
Pingak. Ch. 1963. Dokumenta Kolaka. Kolaka: Pemda Tk. II Kolaka.
Pawiloy, Sarita. 2000. Sejarah Luwu. Makassar: tidak
diterbitkan.
Tamburaka, Rustam E.
2004. Sejarah Sulawesi Tenggara dan 50 Tahun Sultra Membangun. Jakarta.
Wahid,
A. 1994. Nippon Indonesia Banzai (Jepang Indonesia Hidup). Kolaka:
tidak diterbitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar